Kabar Utama
'Tampilkan Islam Rahmatan Lil 'Aalamiin'
Ancaman pembakaran Alquran masih mengemuka.
YOGYAKARTA -- Ormas-ormas Islam di Indonesia menegaskan kecaman atas tindakan pelecehan terhadap kitab suci Alquran di Norwegia dan Swedia pekan lalu. Meski begitu, umat Islam diminta tidak terpancing dan menjunjung tinggi perdamaian.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan, aksi demonstrasi yang mengusung anti-Islam di Norwegia dan telah berakhir ricuh itu menunjukkan sikap Islamofobia yang sangat buruk. “Apalagi, dilakukan pada era modern yang semestinya menjunjung tinggi perbedaan agama, ras, suku bangsa, dan golongan apa pun," kata Haedar melalui keterangannya yang diterima Republika, Selasa (1/9).
Terlebih, Haedar menambahkan, aksi tersebut dilakukan di negara yang dikenal toleran. Swedia merupakan negara asal Alfred Nobel, tokoh yang namanya diabadikan sebagai nama penghargaan kepada pihak yang berkontribusi menjaga perdamaian dunia.
PP Muhammadiyah menghargai negara-negara Islam dan pihak-pihak lain yang menyampaikan protes atas tindakan anarkistis tersebut. Meski begitu, tetap mengimbau umat Islam tidak terpancing dan menjunjung tinggi perdamaian.
Muhammadiyah menghimbau dan mengajak masyarakat Muslim di dunia Islam, khususnya di Indonesia, agar tetap tenang dan dewasa menyikapi peristiwa itu. Umat Islam harus menanggapi isu tersebut secara damai, proporsional, dan elegan. "Seraya menghindari reaksi berlebihan dan tindakan yang tidak mencerminkan karakter Islam yang menjunjung tinggi perdamaian dan misi rahmatan lil 'aalamiin," ujar Haedar.
Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Masduki Baidlowi mengatakan terjadinya perobekan dan pembakaran Alquran karena pelaku tidak tahu ajaran Islam yang sebenarnya. "Yang mereka (orang-orang anti-Islam) kenal tentang Islam itu adalah pedang, kekerasan, teroris, anti terhadap perspektif gender, ya pokoknya hal-hal yang buruk dalam konteks peradaban modern," kata Kiai Masduki kepada Republika, Selasa (1/9).
Ia mengatakan, menurut mereka yang anti-Islam, segala hal yang bertentangan dengan peradaban modern, itulah Islam. Perkenalan mereka dengan Islam yang menurut mereka buruk memiliki sejarah panjang dan berkaitan dengan Islamofobia. "Di benak orang-orang Barat pada umumnya, Islam yang dikenal itu ya Islam yang bertentangan (dengan peradaban modern) dan itu terus direproduksi dengan berbagai cara," ujarnya.
Kiai Masduki mengingatkan, tugas umat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia sekarang menampilkan Islam rahmatan lil 'alamin. Inilah tantangan bagi umat Islam dalam memberikan pemahaman tentang Islam yang sebenarnya kepada dunia.
Ia menegaskan, Indonesia sebagai wadah orang-orang Islam yang moderat bisa hidup bersama secara bersaudara dengan orang-orang yang beragama lain. "Maka, kita wajib sebagai sebuah produk pemahaman keagamaan yang moderat diperkenalkan kepada Barat, perkenalkan ke Barat apa yang terjadi di Indonesia ini supaya mereka tahu," ujarnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengutuk keras aksi penyobekan dan pembakaran Alquran di Norwegia dan Swedia. MUI menilai aksi tersebut telah merusak nilai dan budaya bangsa Eropa yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
"MUI mengutuk keras perilaku vandalisme berupa pembakaran kitab suci Alquran oleh kelompok radikal dengan dalih apa pun namanya," kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaidi, kepada Republika, Selasa (1/9).
KH Muhyiddin menilai, peristiwa vandalisme tersebut telah merusak tata nilai dan budaya bangsa Eropa yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan HAM. "MUI meminta para pelaku ditindak tegas dengan cepat sesuai hukum yang berlaku guna menghindari akses negatif di kemudian hari," ujar Wakil Ketua Umum MUI itu.
Ia mengatakan, Islam sebagai agama kedua terbesar di Benua Eropa terus mendapat hati di kalangan umat manusia dengan bertambahnya jumlah masyarakat yang memeluk Islam. MUI menilai adanya kelompok tertentu yang terhasut oleh rekayasa Islamofobia menggunakan slogan antiimigran sebagai dalih untuk meneror kaum Muslim.
"Kepada kaum Muslim diimbau agar menahan diri dan meningkatkan kewaspadaan tinggi serta menjaga komunikasi dengan pihak keamanan sebagai tindakan antisipasi guna menghindari segala kemungkinan yang terjadi," ujar KH Muhyiddin menjelaskan.
MUI juga meminta Pemerintah Indonesia agar meminta klarifikasi dari Duta Besar Norwegia dan Swedia tentang aksi perobekan dan pembakaran Alquran di dua negara tersebut. MUI menilai hal ini perlu dilakukan untuk mendinginkan suasana.
Ancaman pembakaran
Pemimpin Partai Garis Keras (Stram Kurs) Denmark, Rasmus Paludan, mengancam bahwa ia akan melanjutkan kegiatan pembakaran Alquran. Ancaman itu ia lontarkan menyusul dalih dan permintaannya agar Muslim di bagian Eropa itu bisa berperilaku sebagaimana “masyarakat beradab”.
Tokoh anti-Islam dari Denmark itu menuturkan, aksi ratusan Muslim yang memprotes tindakannya membakar Alquran di Malmo pekan lalu tak akan menyurutkan niatnya. Sebaliknya, ia menegaskan, akan membakar Alquran kembali di distrik Rosengard, daerah yang dihuni banyak Muslim keturunan imigran.
“Kami akan segera membakar Alquran lagi,” tulis keterangan partai dalam laman Facebook resmi meraka. Rasmus Paludan awalnya diketahui akan membakar Alquran sendiri, akhir pekan lalu. Namun, ia dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun karena dinilai sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional Swedia.
Paludan adalah pengacara Denmark yang menjadi politisi dan mendirikan Partai Garis Keras dengan aliran etno-nasionalis pada 2017 lalu. Ia dikenal karena membuat video anti-Muslim di Youtube. Pembakaran Alquran olehnya diklaim sebagai kebebasan berpendapat.
Pelarangan kedatangannya tak menunda pembakaran Alquran di Malmo, Swedia. Pada Jumat (28/8), ratusan Muslim melakukan unjuk rasa memprotes pembakaran tersebut. Mereka berhadap-hadapan dengan para pendukung Rasmus. Para pengunjuk rasa disebut melemparkan benda-benda ke polisi dan membakar ban mobil. Selama akhir pekan itu, kerusuhan berlanjut di Kota Ronneby di Kabupaten Blekinge.
Terkait insiden itu, Rasmus menyindir polisi Swedia terlalu lunak dan membiarkan kekerasan. “Itulah alasan mengapa mereka di Rosengard melakukan hal-hal yang tidak berani mereka lakukan di Maroko, Suriah, Irak, dan sebagainya karena entah mereka akan ditembak atau dipukuli dengan sangat parah sehingga mereka harus berbaring di tempat tidur selama beberapa minggu. Jadi, mereka tidak akan berani melakukannya di negara asal mereka,” kata Rasmus Paludan, seperti dikutip Sputnik Selasa (1/9).
Paludan bahkan menuduh penegakan hukum Swedia menjalankan tugas-tugas “Islamis” yang juga berfungsi sebagai "polisi syariah". Ia juga mengecam Pemerintah Swedia karena mencoba menghentikan pembakaran Alquran dan menganggapnya sebagai tindakan yang melanggar kebebasan berekspresi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.