Kisah
Wafatnya Imam Bukhari
Bagi Imam Bukhari, ilmu dan amal selama di dunia hanyalah demi mengharapkan ridha Ilahi.
OLEH HASANUL RIZQA
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Kaum Muslimin lebih mengenalnya dengan gelar Imam Bukhari. Ulama dari abad kesembilan itu merupakan salah seorang pionir ilmu hadis.
Sesuai julukannya, ia lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H. Bukhara merupakan suatu wilayah di tepian Sungai Jihun, Uzbekistan. Kawasan itu memang memunculkan banyak ilmuwan Muslim. Selain Imam Bukhari, ada pula figur-figur lain yang berasal dari sana, seperti Abdul Rahim bin Ahmad al-Bukhari atau Abu Hafs al-Bukhari.
Imam Bukhari dibesarkan dalam lingkungan alim ulama. Ayahnya, Ismail, merupakan seorang ulama yang saleh dan dihormati masyarakat setempat. Di rumahnya, semua anak selalu diajarkan ilmu-ilmu agama Islam dan keteladanan.
Sejak kecil, Bukhari sudah menunjukkan bakat-bakat kecerdasan. Ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya. Saat berumur 10 tahun, ia berguru kepada ad-Dakhili, seorang ulama ahli hadis. Tidak pernah sekalipun ia absen belajar pada gurunya itu.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, Muhammad bin Abi Hatim pernah bertanya kepadanya, “Bagaimana awal perkaramu?”
Imam Bukhari pun menjawab, “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadis ketika aku masih sekolah di Kuttab.”
“Berapa usiamu saat itu?”
“Sepuluh tahun atau kurang dari itu,” katanya.
Sejak kecil, Bukhari sudah menunjukkan bakat-bakat kecerdasan. Ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya.
Tatkala usianya 16 tahun, ia sudah mengkhatamkan hafalan hadis-hadis di dalam kitab karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak. Imam Bukhari muda tak berhenti belajar hanya pada satu guru. Siapapun yang dipandangnya memiliki kapasitas dalam keilmuan hadis, akan dijadikannya sebagai guru.
Ada lebih dari 1.000 guru yang menjadi tempatnya menuntut ilmu. Ia pernah berujar bahwa kitab fenomenalnya, Jami'as as-Sahih, dikumpulkan dari menemui lebih dari 1.080 orang pakar hadis. Adapun Shahih al-Bukhari dikeluarkan dari sejumlah 600 ribu hadis.
Sepanjang hayatnya dihabiskan untuk beribadah, belajar, dan mengajar di majelis-majelis ilmu. Masyarakat sangat menghormatinya. Murid-muridnya begitu mencintainya. Apalagi, tidak hanya pengetahuannya yang luas, melainkan juga suri teladannya yang menginspirasi banyak orang.
Imam Bukhari sangat sungguh-sungguh dalam mengamalkan ilmunya. Dikatakan al-Firabri, “Imam Bukhari menerangkan kepadaku, ‘Setiap kali menulis satu hadis dalam kitab Shahih ini, aku berwudhu terlebih dahulu dan shalat dua rakaat.’”
Kepergiannya meninggalkan duka amat mendalam bagi para pengikutnya serta Muslimin pada umumnya. Abdul Quddus bin Abdul Jabbar as-Samarqandi mengisahkan hari-hari terakhir Imam Bukhari.
Suatu ketika, penghafal ratusan ribu hadis itu mengunjungi Khartank, yakni sebuah desa sekitar Samarkand. Sebab, ia memiliki sejumlah sanak famili di sana, dan menumpang di rumah mereka.
Suatu malam, terdengarlah suara munajatnya dari dalam kamar, usai waktu shalat malam. “Ya Allah, sesungguhnya bumi ini telah terasa sempit bagiku, padahal sebelumnya luas. Cabutlah nyawaku,” demikian doa Imam Bukhari.
Tak sampai waktu satu bulan, tutur Abdul Quddus, sang imam pun meninggal dunia. Jenazahnya dikebumikan di desa yang sama.
Kisah berikutnya menunjukkan karamah ulama tersebut, sebagaimana diriwayatkan dari kitab Siyar A’lam an-Nubala’ karya adz-Dzahabi. Sebelum ajal menjemputnya, Imam Bukhari telah berwasiat kepada keluarganya, “Kafani aku dalam tiga helai kain putih. Tidak ada gamis dan imamah (serban).”
Maka, keluarga serta murid-muridnya melaksanakan pesan itu dengan baik. Hingga kemudian, Imam Bukhari meninggal dunia.
Ketika hendak dimakamkan, dari jenazah Imam Bukhari keluar wangi yang harum semerbak; wanginya melebihi minyak kesturi. Keadaan itu terus bertahan bahkan sesudah tiga hari lamanya jasad sang alim dikebumikan.
Ketika hendak dimakamkan, dari jenazah Imam Bukhari keluar wangi yang harum semerbak; wanginya melebihi minyak kesturi.
Fenomena itu lantas menjadi perhatian sendiri bagi orang ramai. Tak sedikit yang mendatangi kuburan Imam Bukhari untuk mencium harum tersebut. Beberapa orang bahkan mengambil sengenggam tanah dari kuburannya.
Pihak keluarga nyaris saja tak mampu membendung keramaian. Oleh karena itu, di sekitar makam Imam Bukhari lantas dilingkari pagar. Dengan begitu, orang-orang tak lagi bisa mendekatinya.
Harum semerbak dari makam Imam Bukhari terus menjadi perbincangan warga. Banyak yang menganggapnya sebagai tanda-tanda bahwa Allah SWT telah meridhai amal perbuatannya selama di dunia. Ada pula yang bersyukur karena selama hidupnya pernah berguru pada Imam Bukhari. Sebagian mendekati makam sang imam dengan perasaan menyesal karena perbuatan mereka dahulu yang telah mencelanya dalam masalah mazhab.
Dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, Imam Bukhari berpulang ke rahmatullah pada malam Sabtu atau malam Idul Fitri ketika shalat Isya. Dia dimakamkan pada hari Idul Fitri usai shalat zuhur tahun 256 H. Lautan manusia menshalatkan jenazahnya serta mengiringi pemakamannya.
Kebesaran dan keilmuan Imam Bukhari tak lekang oleh zaman. Selain Jami'as as-Sahih, ia juga menulis kitab-kitab lain, seperti Tarikh as-Sagir, Asami as-Sahabah, Al-Kuna, dan Al-'Illal. Seluruhnya membahas tentang masalah hadis.
Baginya, ilmu dan amal yang dilakukannya selama di dunia hanyalah demi mengharapkan ridha Ilahi. “Aku susun kitab Shahih ini selama 16 tahun lamanya. Aku jadikan ia sebagai hujah antara diriku dan Allah SWT,” pesan Imam Bukhari.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.