Massa melakukan aksi unjuk rasa penolakan terhadap RUU Pertahanan, UU KPK, RUU Ketenagakerjaan serta Dwi Fungsi Polri-TNIjalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (28/10/2019). | Republika/Putra M Akbar

Nasional

Jadi ASN, KPK Dikhawatirkan tak Netral

Penyelidik dan penyidik internal KPK juga harus beralih status menjadi ASN.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).Artinya, kini, pegawai KPK resmi beralih status menjadi ASN. 

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, saat ini pihaknya sedang mempelajari lebih lanjut PP tersebut. Ali menuturkan, sesuai Pasal 12 PP tersebut sudah berlaku sejak diundangkan tanggal 27 Juli 2020. "Untuk pelaksanaan tata cara pengalihan pegawai, sesuai Pasal 6 PP tersebut KPK tentu akan segera menyusun Perkom lebih dahulu," kata Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Ahad (9/8). 

Dalam penyusunan Perkom tersebut, kata Ali, juga akan melibatkan pula kementrian atau lembaga terkait. Diketahui,  Peraturan Pemerintah 41/2020 terdiri dari 12 Pasal. Merujuk pasal 1 ayat (7) maka pegawai KPK yang berstatus ASN akan berpedoman perundang-undangan mengenai ASN.

"Pegawai KPK adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN," sebagaimana dikutip dalam PP 41/2020. Pasal 2 dalam beleid itu menyebut ruang lingkup pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN meliputi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. Proses pengalihan sebagaimana tertuang pada Pasal 3, pegawai mesti memiliki kualifikasi, kompetensi, integritas dan moral yang baik.

photo
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. - (ANTARA FOTO)

PP juga mengatur tahapan pengalihan pegawai yang memperhatikan struktur organisasi dan tata kerja KPK. Proses ini selanjutnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan KPK sesuai Pasal 6.

Pegawai KPK berstatus ASN nantinya memperoleh gaji dan tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 9. Gaji dan tunjangan juga dapat diberikan khusus sesuai ditetapkan dalam Peraturan Presiden.

Sistem penggajian KPK pun akan mengikuti sistem yang diadopsi ASN, penggajian tidak lagi menggunakan sistem single salary. "Penghasilan yang diterima pegawai KPK saat ini tetap diberikan sampai dengan seluruh proses pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN selesai dilaksanakan," bunyi Pasal 11.

Peralihan pegawai KPK menjadi ASN imbas dari revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang KPK.  Pasal 1 ayat (6) menyebut, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

Tak hanya pegawai, penyelidik dan penyidik internal KPK juga harus beralih status menjadi ASN. Proses transisi status pegawai lembaga antirasuah ini dilakukan dalam kurun waktu dua tahun. Lembaga antikorupsi itu memiliki sekitar 1.200 pegawai.

Sementara, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, PP tersebut memang konsekuensi dari berubahnya status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan revisi UU KPK. Saat ini, kata Yudi, WP KPK sedang mempelajari dan menganalisis PP 41 tahun 2020 tersebut dari berbagai aspek.

"Terutama dampaknya bagi indepedensi pegawai KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di negeri ini. Hasilnya nanti akan kami sampaikan, " kata Yudi dalam dalam pesan singkatnya, Ahad (9/8). 

Penyidik senior KPK Novel Baswedan sebelumnya menilai pelemahan terhadap lembaga antirasuah semakin sempurna dengan peralihan status itu. "Di tengah korupsi yang semakin banyak dan parah, justru rezim ini melemahkan KPK. Ini kemenangan oligarki. Mendirikan KPK sangatlah sulit karena oligarki tidak akan suka, maka KPK mesti terus dijaga hingga titik akhir," kata Novel dalam pesan singkatnya, Senin (3/8).

Novel sangat menyesalkan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Berdasarkan UU KPK hasil revisi, KPK kini berada di bawah kekuasaan eksekutif. "Sepertinya itu proses pelemahan tahap akhir," sesal Novel.

Mantan ketua KPK Abaraham Samad menilai ada beberapa konsekuensi hukum dan politik dari alih status pegawai KPK menjadi ASN. Konsekuensi pertama yakni kemandirian lembaga dan SDM. Karena KPK telah menjadi lembaga di bawah Presiden, sehingga mudah diintervensi kepentingan politik yang bisa menyandera agenda pemberantasan korupsi yang dijalankan.

"Bahkan yang paling dikhawatirkan, tidak akan ada lagi kerja-kerja penindakan tindak pidana korupsi. Yang ada cuma pencegahan, kampanye, sosialisasi," kata Samad dalam keterangannya, Ahad (9/8). 

Konsekuensi kedua, dengan adanya alih status kepegawaian akan mengurangi militansi dalam kampanye dan agitasi advokasi antikorupsi. Padahal, kata Samad, selama ini pegawai KPK dikenal berani menyuarakan isu antikorupsi, sekalipun pada beberapa kasus yang berseberangan dengan Pimpinan KPK. 

"Hal ini karena pegawai KPK memiliki militansi ideologis yang akarnya itu karena mereka "pegawai KPK" yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK, bukan instansi lain. Mereka (pegawai KPK) menjaga KPK seperti menjaga rumah sendiri. Alih status ini membuat mereka bukan lagi "orang KPK", meskipun statusnya "pegawai KPK", terang Samad. 

Konsekuensi ketiga, lanjut Samad, dengan adanya alih status kepegawaian akan menghilangkan kekhususan KPK sebagai lembaga antikorupsi. Penerimaan pegawai KPK yang selama ini dengan "Indonesia Memanggil" adalah bentuk dari kekhususan KPK itu. "Tapi sebetulnya kekhususan KPK itu sudah mati ketika UU No 19/2019 diberlakukan dengan menempatkan KPK di bawah Presiden," ujar Samad. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat