Kisah Mancanegara
'Ini Ledakan Terbesar di Lebanon'
Ledakan dahsyat yang mengguncang Beirut memicu simpati dunia.
OLEH RIZKY JARAMAYA, LINTAR SATRIA
“Saya telah mengalami perang saudara serta invasi Israel, tapi ini adalah ledakan terbesar yang pernah terjadi di Lebanon.”
Nasser Yassin, seorang profesor di American University of Beirut, sedianya sedang berada di pinggiran kota pada Selasa (4/8) petang. Namun, dahsyatnya ledakan di sebuah gudang di Pelabuhan Beirut, Lebanon, kala itu memang bukan main. Getaran dan dentumannya, menurut tuturan Yassin, kepada Aljazirah, juga ia rasakan.
Rekaman-rekaman video yang diunggah warga Beirut di media sosial menunjukkan bahwa ledakan itu dimulai dengankepulan asap membubung tinggi dari arah pelabuhan. Tampak sejenak ada percikan-percikan api di dalam kepulan asap.
Beberapa detik kemudian, ledakan besar terjadi. Bola api raksasa muncul diselimuti awan putih yang melesat cepat ke segala arah. Bentuk ledakan menyerupai jamur. Hampir seluruh perekam yang mengunggah video-video ke dunia maya terempas karena ledakan itu meski jarak sebagian perekam bisa dikira-kira lebih dari 1 kilometer dari ledakan.
Korban meninggal dunia akibat ledakan tersebut mencapai 100 orang hingga kemarin sore, sementara korban luka hampir menyentuh 4.000 orang. Korban diperkirakan akan meningkat, mengingat evakuasi masih terus dilakukan. “Kami masih menyapu daerah itu. Bisa jadi masih ada korban. Saya harap tidak,” kata Kepala Palang Merah Lebanon George Kettani, dilansir Reuters, kemarin.
Gubernur Beirut Marwan Abboud menyatakan, sekitar 200 ribu sampai 250 ribu warga kehilangan tempat tinggal karena ledakan. Ia berjanji, pemerintah akan membantu para penyintas dengan menyediakan makanan, air bersih, dan penampungan.
Seorang penyintas, Nada Hamza, tak menyangka bisa selamat dari peristiwa itu. Hamza mengatakan kepada Aljazirah, dia berada beberapa meter dari pusat listrik di Lebanon yang sejajar dengan pelabuhan ketika ledakan terjadi.
“Saya keluar dari mobil dan lari ke pintu masuk salah satu bangunan, kemudian saya menyadari bahwa bangunan itu hancur. Kemudian, saya mencoba menelepon orang tua saya, tetapi saya tidak dapat menjangkau siapa pun. Saya tidak percaya masih hidup,” ujar Hamza.
Beberapa jam setelah ledakan, api masih tampak berkobar di distrik pelabuhan dan memancarkan cahaya jingga di langit malam saat helikopter terbang di atas lokasi. Sirene ambulans terdengar di seantero kota.
Pihak berwenang belum mengetahui penyebab awal yang memicu ledakan. Namun, media setempat melaporkan, ledakan dipicu oleh pekerjaan pengelasan yang dilakukan di sebuah lubang di gudang tersebut. “Ada banyak orang yang hilang. Orang-orang bertanya kepada departemen darurat tentang orang-orang yang mereka cintai dan sulit untuk mencari pada malam hari karena tidak ada listrik,” ujar Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hasan.
Menyusul ledakan tersebut, media sosial langsung marak dengan berbagai skenario ledakan. Ada yang menyebutnya sebagai bom teroris. Ada juga yang menyangkanya serangan dari pihak Israel.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, sebanyak 2.750 ton amonium nitrat disimpan selama enam tahun di pelabuhan itu tanpa dilengkapi keamanan yang memadai. Aoun menyerukan pertemuan kabinet darurat pada Rabu. Dia akan mengumumkan keadaan darurat selama dua pekan.
Para korban dibawa dan dirawat di luar kota karena seluruh rumah sakit di Beirut telah penuh. Ambulans dari wilayah utara dan selatan, serta timur Lebanon, dikerahkan untuk membantu mengevakuasi korban. Seorang petugas medis mengatakan, sekitar 200 hingga 300 orang telah dirawat di unit gawat darurat. “Saya belum pernah melihat ini. Mengerikan sekali,” ujar Rouba, seorang petugas medis.
Di Indonesia, Menlu Retno Marsudi menegaskan, sejauh yang dilaporkan Kedutaan Besar RI di Lebanon, belum ada data korban warga negara Indonesia.
Bahan pupuk
Apa penyebab ledakan itu sebenarnya? Pemerintah Lebanon menegaskan, penyebab ledakan adalah ribuan ton amonium nitrat di gudang pelabuhan. Masyarakat Lebanon juga baru mengetahui soal 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di gudang pelabuhan itu setelah ada ledakan. Senyawa kimia ini tidak hanya digunakan sebagai bahan pupuk, tapi juga untuk meledakkan tambang.
Dokumen dan catatan publik menunjukkan, Pemerintah Lebanon mengetahui keberadaan amonium nitrat yang disimpan di Hanggar 12 Pelabuhan Beirut selama enam tahun. Catatan-catatan itu juga memperlihatkan bahwa pemerintah tahu senyawa kimia itu berbahaya.
Dilansir Aljazirah, kargo yang membawa amonium nitrat itu tiba di Lebanon pada September 2013. Kargo itu dibawa oleh kapal milik Rusia berbendera Moldova. Situs pelacakan kapal Fleetmon mencatat kapal yang bernama Rhosus itu barangkat dari Mozambik menuju Georgia.
Dokumen pengacara yang mewakili para kru kapal menyebutkan, kapal itu terpaksa berlabuh di Beirut karena mengalami masalah teknis di laut. Menurut Fleetmon, Pemerintah Lebanon mencegah kapal itu berlayar lagi, pemilik dan awak kapal pun meninggalkan kapal tersebut.
Muatan kargo kapal tersebut dikeluarkan dan dipindahkan ke Hanggar 12 Pelabuhan Beirut. Sebuah bangunan abu-abu yang menghadap ke tol utara-selatan di pintu masuk ibu kota. Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 27 Juni 2014, Shafik Merhi, direktur Bea Cukai Lebanon saat itum mengirimkan surat tanpa nama ke “Hakim Urusan Mendesak”. Berdasarkan dokumen yang beredar di internet, Merhi dalam surat tersebut meminta solusi mengenai isi kargo itu.
Sejak itu, Bea Cukai Lebanon mengirimkan lima surat selama tiga tahun berturut-turut, yaitu 5 Desember 2014, 6 Mei 2015, 20 Mei 2016, 13 Oktober 2016, dan 27 Oktober 2017. Mereka meminta petunjuk mengenai amonium nitrat yang berada di hanggar.
Dalam surat-surat itu, Bea Cukai Lebanon mengajukan tiga opsi: mengekspor amonium nitrat itu, menyerahkannya ke tentara Lebanon, atau menjualnya ke perusahaan swasta Lebanese Explosives Company. Salah satu surat yang dikirimkan pada tahun 2016 menyebut “tidak ada jawaban” dari hakim yang dimintai petunjuk sebelumnya.
“Mengingat bahaya serius menyimpan benda-benda ini di hanggar di kondisi iklim yang tak cocok, sekali lagi kami meminta badan kelautan untuk segera mengekspor kembali benda-benda ini demi menjaga keamanan pelabuhan dan mereka yang bekerja di sana, atau setuju untuk menjualnya,” bunyi salah satu surat tersebut.
Surat itu juga tidak dibalas. Satu tahun kemudian, direktur Administrasi Bea Cukai Lebanon yang baru, Badri Daher, sekali lagi menyurati hakim. Pada 27 Oktober 2017 Daher dalam suratnya meminta hakim segera membuat keputusan mengenai masalah ini. “(Mengingat) bahayanya meninggalkan benda-benda ini di tempatnya yang sekarang dan membahayakan orang-orang yang bekerja di sana,” tulis Daher.
Namun, tiga tahun kemudian, amonium nitrat itu masih berada di dalam hanggar. Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab sudah berjanji akan membawa siapa pun yang bertanggung jawab atas ledakan ini ke pengadilan.
Bantuan dunia
Ledakan dahsyat yang mengguncang Beirut juga langsung memicu simpati dunia. berbagai negara menawarkan bantuan untuk mengurangi kesusahan negara yang sedianya sudah dilanda krisis politik dan ekonomi sebelum ledakan itu.
Dari Indonesia, prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Kontingen Garuda XXIII-N/United Nations Interim Forces in Lebanon (UNIFIL) ikut membantu mengevakuasi korban yang terdampak ledakan di Pelabuhan Beirut.
"Anggota kita, Satgas Hospital Level II, telah berangkat dari Naquora untuk membantu penanganan akibat ledakan tersebut," kata Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI, Mayjen TNI Victor Hasudungan Simatupang, melalui pesan singkat kepada Republika, Rabu (5/8).
Dia menerangkan, ada satu ambulans beserta sopir dari India, CSHT Musthaq Bhat, dan dua anggota TNI yang meluncur ke lokasi kejadian, yakni Kapten Ckm Doni Saputera dan Serka Syehta. Mereka meluncur ke Beirut untuk membantu evakuasi korban ledakan atas perintah UNIFIL FC .
Victor memastikan 1.234 personel TNI anggota Satgas Kontingen Garuda UNIFIL yang berada di wilayah Libanon dalam keadaan aman. Kerugian yang diperkirakan terjadi akibat ledakan di Beirut, Libanon, berupa dua unit kendaraan operasional. "Kondisi satgas dalam keadaan aman. KRI Hasanuddin yang tergabung dalam Maritime Task Force (MTF) UNIFIL sedang sandar di Mersin, Turki," ujar Victor.
Dia mengatakan, kapal Satgas MTF UNIFIL yang sedang bersandar di Pelabuhan Beirut merupakan kapal perang milik Bangladesh. Sementara untuk kendaraan milik Indonesia yang berada di Pelabuhan Beirut berupa dua unit kendaraan operasional dari KRI Hasanuddin yang diparkirkan di sana.
Duta Besar RI di Libanon, Hajriyanto Y Tohari mengatakan, sejauh ini ada dua WNI yang terdampak atas insiden ini. Satu orang merupakan korban yang mengalami luka ringan dan satu lainnya mengalami kerusakan rumah yang berat.
WNI yang merupakan korban terluka dikonfirmasi bernama Ni Nengah Erawati yang merupakan pekerja di Kimantara, Jal El Dibz dan saat insiden terjadi sedang berada di Beirut. Kontak telah dilakukan oleh KBRI dan kondisi Erawati saat ini dipastikan stabil.
“Kami sudah melakukan video call dengan yang bersangkutan, beliau kondisinya stabil, bisa berbicara dan berjalan. Luka sudah dijahit dan saat ini sudah pulang dan berada di apartemen bersama empat WNI lainnya di Jal El Dibz,” ujar Hajriyanto dalam keterangan pers yang diberikan pada Republika, Rabu (5/8).
Presiden Prancis, Emmanuel Macron juga mengatakan, negaranya akan mengirim sumber daya ke lokasi ledakan. “Prancis berdiri bersama Libanon. Bantuan dan sumber daya Prancis sedang diangkut di tempat (ledakan)," tulis Macron di Twitter.
Bantuan kepada Libanon juga ditawarkan oleh Iran. Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif mengatakan, Teheran siap membantu Libanon dengan cara apa pun. Israel juga menawarkan bantuan kemanusiaan bagi Libanon melalui organisasi asing karena tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Libanon.
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani mengatakan, Pemerintah Qatar akan mendirikan rumah sakit lapangan untuk mendukung respons medis dalam menangani korban ledakan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.