Kabar Utama
Stimulus Ekonomi Ditambah
BPS meyakini ekonomi Indonesia akan membaik pada kuartal III.
JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal II (April-Juni) 2020 menjadi yang terendah sejak krisis 1999. Ekonomi dalam negeri tumbuh negatif 5,32 persen jika dibandingkan kuartal II 2019 akibat pandemi Covid-19. Untuk mencegah Indonesia masuk ke jurang resesi, pemerintah menyatakan bakal lebih agresif dalam memberikan stimulus perekonomian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan memberikan bantuan subsidi gaji untuk pekerja yang memiliki pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan. Bantuan dengan kebutuhan anggaran Rp 31,2 triliun ini diharapkan bisa mengungkit ekonomi Indonesia, terutama dari sisi konsumsi rumah tangga.
Sri mengatakan, bantuan ini ditargetkan mampu menjangkau 13 juta pekerja yang penghasilannya terdampak pandemi Covid-19. "Saat ini kita sedang identifikasi targetnya," katanya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Rabu (5/8).
Stimulus lain yang akan diluncurkan untuk mendorong konsumsi adalah tambahan bantuan sosial untuk para penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Pemerintah memberikan tambahan dalam bentuk beras sebanyak 11 kilogram untuk 10 juta kelompok penerima manfaat (KPM). Total anggaran yang disiapkan mencapai Rp 4,6 triliun.
Selain itu, pemerintah memberikan bantuan tunai sebesar Rp 500 ribu bagi penerima kartu sembako di luar PKH dengan total target penerima mencapai 10 juta orang. Total kebutuhan anggarannya diperkirakan mencapai Rp 5 triliun. "Ini akan dibayarkan Agustus," ujar Sri.
Pemerintah turut memberikan bantuan sosial produktif yang ditujukan kepada 12 juta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan anggaran mendekati Rp 30 triliun. Sri mengatakan, mereka mendapatkan Rp 2,4 juta yang diarahkan untuk digunakan ke kegiatan produktif, bukan konsumtif.
Sri menegaskan, pemerintah akan melakukan kebijakan yang agresif pada semester kedua melalui penyerapan sisa anggaran belanja sebesar Rp 1.457 triliun. Total anggaran tersebut ditujukan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi, terutama setelah menghadapi tekanan pada kuartal kedua.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengajak semua pihak optimistis pertumbuhan ekonomi bakal kembali membaik pada kuartal III 2020. Ia menilai, peluang membaiknya perekonomian terbuka karena geliat ekonomi mulai berjalan sejak akhir kuartal II atau Juni 2020.
"Awal Juni sudah ada geliat dibanding Mei meski masih jauh dari kata normal. Kita harus bergandengan tangan, optimistis agar (ekonomi) semakin bergerak," kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (5/8).
Sejak Juni, Indonesia memasuki fase era kenormalan baru. Sektor-sektor perekonomian yang sebelumnya ditutup saat masa awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai dilonggarkan dan dibuka dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Ia memaparkan, beberapa indikator mengalami perbaikan pada Juni. Di antaranya, kegiatan transportasi udara internasional mengalami kenaikan dari Mei ke Juni sebesar 54,7 persen. Transportasi udara domestik juga mengalami kenaikan signifikan hingga 791,38 persen. Begitu pula pada angkutan kereta api penumpang naik 69,4 persen dan angkutan laut penumpang naik 134,10 persen.
Di sektor pariwisata, tingkat penghunian kamar (TPK) dari Mei ke Juni naik 5,25 poin. Sementara sektor industri, dilihat dari angka Purchasing Manager's Index (PMI) dari lembaga IHS Markit turut meningkat, dari 28,6 pada Mei 28,6 menjadi 39,1 di Juni. "Meski masih jauh dari normal, kita harap di bulan Juli, Agustus, dan September (kuartal III) 2020 akan terus meningkat," kata Suhariyanto.
Suhariyanto menilai, kebijakan yang disusun pemerintah sudah komprehensif. Selain fokus pada penekanan penyebaran virus corona, pemerintah telah merancang program pemulihan ekonomi nasional dengan mencairkan berbagai stimulus ekonomi. Tujuannya agar daya beli masyarakat dan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta korporasi mulai tumbuh.
Sepanjang kuartal II, pertumbuhan ekonomi negatif karena laju pertumbuhan dari segi lapangan usaha maupun konsumsi sama-sama mengalami kontraksi. Struktur pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha minus 5,32 persen. Dari sebanyak 17 sektor lapangan usaha, 10 sektor mengalami kontraksi. Kontraksi terbesar dialami sektor transportasi dan pergudangan yang minus 30,84 persen. Hal itu terjadi karena adanya pembatasan sosial dan sisem kerja dari rumah yang membuat transportasi jadi lesu.
Sisi pengeluaran turut mengalami kontraksi hingga minus 4,19 persen. Konsumsi rumah tangga yang selama ini berperan besar dalam laju pertumbuhan ekonomi minus 5,51 persen. Penjualan eceran mengalami kontraksi pada seluruh kelompok penjualan, antara lain makanan, minuman, tembakau, sandang, hingga perlengkapan rumah tangga.
Fenomena lain yang mencerminkan lesunya konsumsi rumah tangga, antara lain, penjualan wholesale mobil penumpang dan sepeda motor yang anjlok. Masing-masing turun 89,44 persen dan 79,70 persen. Konsumsi pemerintah juga mengalami kontraksi sebesar 6,9 persen. Suhariyanto mengatakan, itu terjadi karena adanya penurunan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja pegawai.
Suhariyanto berharap kontraksi yang terjadi pada kuartal kedua tidak terulang di kuartal ketiga. Pihaknya optimistis angka pertumbuhan ekonomi dapat lebih baik lantaran mulai kuartal ketiga berbagai sektor ekonomi mulai dibuka.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, ada keyakinan besar bagi ekonomi Indonesia untuk pulih pada kuartal ketiga dan keempat. Selain penjualan kendaraan bermotor dan PMI yang membaik, peningkatan juga terjadi pada penjualan ritel. Menurut Airlangga, penjualan ritel pada akhir Juni naik menjadi minus 14,4 persen dari sebelumnya minus 20,6 persen.
Airlangga yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berharap, kuartal kedua merupakan masa-masa 'terbawah' bagi Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai minus 5,32 persen. "Dengan begitu, ekonomi bisa mengalami perbaikan pada kuartal ketiga dan keempat," katanya.
Belanja pemerintah
Sementara itu, pemerintah diingatkan untuk mengoptimalkan serapan anggaran. Sebab, belanja pemerintah menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada kuartal II tahun ini telah terkontraksi hingga 5,32 persen terhadap periode sama tahun lalu (yoy).
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, belanja pemerintah memegang peranan penting dalam menumbuhkan ekonomi saat konsumsi rumah tangga dan investasi tertekan akibat pandemi Covid-19. Sayangnya, pertumbuhan belanja pemerintah pada kuartal II lalu juga terkontraksi.
“Bahkan, pertumbuhan belanja pemerintah lebih rendah daripada pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Padahal, harapannya ada di belanja pemerintah, tapi ternyata minusnya sampai 6,9 persen (yoy),” kata Bhima, di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang perekonomian tumbuh negatif 5,51 persen pada kuartal II 2020. Adapun konsumsi pemerintah terkontraksi 6,90 persen karena ada penurunan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja pegawai.
Bhima mengatakan, pemerintah harus segera mengoptimalkan belanja untuk mencegah potensi terjadinya pertumbuhan ekonomi, yang terkontraksi pada kuartal berikutnya sehingga menyebabkan adanya resesi. “Ini salah satu penyebab kenapa kita akan masuk resesi pada kuartal III karena ternyata belanja pemerintah tidak bisa diandalkan sebagai motor utama untuk mendorong pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Ia menegaskan, pemerintah tidak boleh menahan belanja. Jika ada permasalahan dalam birokrasi terkait pencairannya, menurut dia, harus segera diselesaikan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menyatakan, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi pemerintah, yaitu -3,5 persen hingga -5,1 persen dengan titik tengah di -4,3 persen.
“Ini lebih rendah dari perkiraan pemerintah, termasuk perkiraan beberapa lembaga,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Tauhid menyatakan, pemerintah harus mewaspadai dan segera membuat berbagai terobosan baru agar dapat mendorong pemulihan sehingga potensi resesi mampu dihindari. “Situasi ini perlu diwaspadai karena semakin susah kita keluar dari ancaman krisis di triwulan III, sementara ini sudah memasuki bulan kedua. Ini effort-nya besar sekali,” katanya.
Peneliti ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menuturkan, kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal II bukan hal mengejutkan. Pasalnya, data-data ekonomi dalam beberapa bulan terakhir telah menunjukkan adanya sinyal pertumbuhan yang bakal minus.
Pada kuartal III, Yusuf mengatakan, akan cukup sulit bagi Indonesia untuk membalikkan keadaan menjadi positif kembali. Core Indonesia telah memprediksi pertumbuhan ekonomi masih akan terkontraksi, tapi pada level yang lebih baik, yakni minus 2-4 persen. "Menurut kami, masih berada pada level kontraksi sehingga terdefinisi mengalami resesi," kata dia.
Yusuf menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 dapat lebih baik karena sejak Juni, pemerintah mulai memberlakukan era normal baru. Pembukaan berbagai sektor-sektor ekonomi membantu adanya pergerakan ekonomi yang lebih besar.
Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Raden Pardede mengakui, akselerasi pemulihan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat akan banyak bergantung pada efektivitas stimulus pemerintah. Khususnya, seberapa banyak perbaikan yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
"Pertaruhan kita di kuartal ketiga, keempat, tergantung stimulus pemerintah. Seberapa baik nantinya," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8).
Sebagai salah satu implementasinya, pemerintah melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) membuat inisiatif atau program utama Indonesia aman dan sehat pada semester kedua ini. Intinya, Raden menjelaskan, program ini ingin membangkitkan kepercayaan dari para konsumen, rumah tangga, dan dunia usaha dengan mengurangi pesimisme akibat pandemi.
Dalam waktu dekat, akan ada kampanye besar terkait inisiatif tersebut, termasuk protokol kehidupan baru dan penyediaan obat-obatan. Selain itu, membuat perencanaan lebih matang mengenai produksi dan distribusi vaksin.
Raden berharap program ini dapat menimbulkan kepercayaan dari masyarakat, investor, ataupun dunia usaha agar mereka mau berbelanja sehingga bisa menjadi pengungkit ekonomi sepanjang 2020. Sebab, kontribusi pemerintah sendiri ke PDB terlampau kecil, yakni tidak mencapai 10 persen.
"Jadi, memang dampak secara langsung dari pemerintah itu kecil, dampak stimulannya yang besar dengan timbulkan kepercayaan. Itu jadi pegangan kita semua," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.