Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menymapaikan konferesnsi pers sebelum penangkapan Buronan BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7) | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

Hukuman Djoko Tjandra Bisa Lebih Berat 

Djoko Tjandra saat ini ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.

JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memandang terdakwa kasus hak tagih (cassie) Bank Bali Djoko Tjandra bisa diberi hukuman baru yang jauh lebih lama dari putusan yang ada sebelumnya. Hukuman Djoko bisa lebih berat karena ia buronsebelum akhirnya dibawa oleh Polri pada Kamis (30/7) malam lalu.

Mahfud menilai, ada sejumlah dugaan pidana yang bisa dikenakan terhadap Djoko Tjandra, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya. 

"Joko Tjandra tidak hanya harus menghuni penjara dua tahun. Pejabat-pejabat yang melindunginya pun harus siap dipidanakan. Kita harus kawal ini," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu melalui akun twitter pribadinya, akhir pekan lalu. 

Pada cuitan lainnya di hari yang sama, Mahfud menjelaskan bahwa penyuapan merupakan bagian dari tindakan korupsi. Dia menerangkan, korupsi mencakup tujuh jenis tindakan curang, seperti gratifikasi, penggelapan jabatan, mencuri uang negara dengan mark up atau mark down dana proyek, pemerasan, dan sebagainya. "Jadi jika Djoko Tjandra itu diduga menyuap, artinya dia diduga korupsi," kata dia.

Kendati demikian, Mahfud sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat ikut ambil urusan apabila Djoko Tjandra kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) ke pengadilan pasca tertangkap. Dia mengatakan, yang harus dipelototi saat ini adalah proses peradilan di Mahkamah Agung (MA). Pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan yang berada di ranah yudikatif, yakni di MA. 

"Itu sudah bukan urusan pemerintah. Bukan urusan presiden, karena pengadilan itu urusan MA. Oleh sebab itu yang harus dipelototi sekarang itu proses peradilan di MA," kata Mahfud lagi.

Berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), sambung dia, PK Djoko Tjandra tidak dapat diterima. Di dalam hukum, ia jelaskan, istilah tidak dapat diterima berbeda dengan ditolak. Tidak dapat diterima salah satunya berarti permohonan pemohon tidak memenuhi syarat administratif.

Rabu (29/7) lalu, PN Jaksel menetapkan untuk tidak dapat menerima permohonan PK yang diajukan joko Tjandra. Berkas perkara buronan kelas kakap tersebut pun tidak dilanjutkan ke MA.

Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.

Dia meninggalkan Indonesia sejak 2009. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya. Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran menuju Papua New Guinea. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.

Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.

Keringanan

Meskipun belum duduk dalam pengadilan, namun cuitan Mahfud atas dua tahun penjara bagi Djoko Tjandra memang patut dicermati. Sebab vonis ringan terhadap koruptor selalu menjadi sorotan. Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan mencatat, rata-rata vonis koruptor sepanjang 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Tren vonis ringan dinilai tidak memberikan efek jera yang nyata terhadap koruptor.

Dari 1.125 terdakwa korupsi yang disidangkan, setidaknya 842 orang diantaranya diberikan vonis ringan dan hanya 9 orang diganjar vonis berat. Padahal, regulasi pemberantasan tindak pidana korupsi yang dijadikan dasar pemeriksaan di persidangan memungkinkan untuk menghukum terdakwa sampai pada 20 tahun penjara, bahkan seumur hidup. 

ICW pun merekomendasikan Ketua MA untuk menyoroti secara khusus tren vonis yang masih ringan terhadap pelaku korupsi. Langkah untuk menyusun pedoman pemidaan amat mendesak untuk segera direalisasikan.

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, Djoko Tjandra tak patut mendapatkan remisi jika nanti menjalani masa hukuman penjara. Sebab, Djoko dianggap tak memenuhi syarat mendapat remisi. 

Abdul menjelaskan, salah satu syarat utama dalam pemberian remisi adalah berkelakuan baik. Remisi itu diberikan setelah napi menjalankan hukuman satu tahun.  "Khusus untuk Djoko Tjandra tidak boleh dapat remisi karena dengan buron selama hampir 12 tahun itu sudah indikator bahwa kelakuannya tidak baik karena itu tidak memenuhi syarat untuk dapat remisi," kata Abdul Fickar, menegaskan. 

photo
Buronan BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra, digiring pihak kepolisian setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7) - (Republika/Thoudy Badai)

Sebelum kabur menjadi buron, Djoko divonis dua tahun penjara dan harta kekayaan di Bank Bali disita. Namun, kata Abdul Fickar, Djoko bisa juga dipidana dengan pidana baru, yakni terkait pelariannya yang melibatkan adanya surat palsu. 

Dalam kasus surat palsu yang melibatkan Jenderal berbintang di Bareskrim Polri itu, Djoko Tjandra bisa dituntut dengan Pasal 5 KUHP sebagai tersangka //intellectual leader//.  Demikian juga jika ada bukti pemberian dan penerimaan uang kepada polisi, jaksa, Imigrasi dan kelurahan dalam pembuatan KTP, maka menurut Abdul Fickar, Djoko Tjandra  bisa dijerat pasal 12 ayat 1 dan 2 UU Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman maksimalnya 20 tahun," ujar dia. 

Di Salemba

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan Djoko Tjandra saat ini ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. Penahanan tersebut hanya sementara untuk kepentingan penyelidikan. 

Setelah selesai proses penyelidikan, Djoko akan diserahkan kembali kepada kepala Rutan Salemba. “Yang penting adalah kami mohon doa dari rekan-rekan agar proses penyelidikan ini cepat selesai dan kita bisa menyampaikan apa yang terjadi,” kata Argo. 

Argo menyebut tim Inafis Bareskrim Polri telah melakukan pencocokan dengan teknologi pemindai wajah terhadap foto Djoko Tjandra untuk e-KTP dengan fotonya saat ditangkap tim Bareskrim Polri. Hasilnya, tingkat keidentikan keduanya mencapai 98,05 persen. 

Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menyatakan, Bareskrim akan fokus pada penyelidikan rekomendasi surat jalan dan kemungkinan aliran dana selama Djoko Tjandra dititip ke Rutan Salemba. "Yang bersangkutan kita serahkan ke Rutan Salemba Mabes Polri, kemudian kita lakukan dengan kasus surat jalan, rekomendasi dan kemungkinan aliran dana," ujar Listyo.

photo
Petugas kepolisian membawa buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia menuju Bareskrim Polri setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww - (NOVA WAHYUDI/LKBN ANTARA)

Menurut Listyo, secara resmi 1x24 jam Djoko Tjandra harus diserahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta selaku eksekutor dalam kasus peninjauan kembali (PK) korupsi Bank Bali.  Ia mengatakan, penahanan Djoko Tjandra di bawah pembinaan Dirjen Lapas Kemenkum HAM karena adanya kepentingan polisi dalam memproses kasus-kasus yang terjadi selama Djoko Tjandra berstatus buron serta kepentingan lainnya.

"Saat ini yang bersangkutan dititipkan di Rutan cabang Salemba untuk memudahkan Bareskrim Polri melanjutkan penyelidikan dan pemeriksaan Djoko Tjandra," katanya.

Sambil melanjutkan penyelidikan, Listyo mengatakan Bareskrim juga akan memproses secara pidana mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra. Namun, saat ini mereka masih diperiksa. "Kami pastikan akan proses pidananya," katanya.

Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo saat ini masih dikenakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP). Polri belum bisa memastikan kapan sidang tersebut akan digelar. Keduanya diduga melanggar kode etik karena membantu buronan Djoko Tjandra.

Kapolri Jenderal Pol Idham Azis telah mencopot Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo dari jabatannya pada Jumat (17/7). Pencopotan jabatan keduanya tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2076/VII/KEP./2020 tertanggal 17 Juli 2020. Dalam surat telegram itu, disebutkan Irjen Napoleon dimutasikan ke Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Sementara Brigjen Nugroho digeser ke Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat