Kabar Utama
Senjata Baru Hadapi Covid-19
Data dan teknologi akan membantu mencegah infeksi dan membantu merawat pasien Covid-19.
Dalam hitungan bulan, pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal di dunia. Tak hanya dalam teknologi, namun juga perjalanan, pendidikan, inovasi, hingga cara bersosialisasi.
Siapa yang bisa membayangkan akan ada adegan duduk di ruang tamu dengan earphone terpasang dan berinteraksi dengan rekan lain melalui layar. Sekolah dan segala kegiatan bisnis, kini dilakukan di ruang keluarga. Termasuk juga, melepas rindu dengan semua koneksi yang kini hanya bisa dilakukan via jaringan maya.
General Manager IBM Asia Pasifik Brenda Harvey menjelaskan, saat ini, perjalanan bisnis dan transformasi pemerintah yang sebelumnya berada di jalur beberapa tahun, kini sedang diringkas menjadi kurang dari satu tahun dan bahkan berbulan-bulan. "Krisis ini telah membuktikan, tanpa keraguan, bahwa cloud hybrid mendukung platform yang mendefinisikan kembali bisnis dan ekosistem saat kami muncul lebih pintar dan lebih tangguh melalui Covid-19," ujar Harvey.
Ia pun mengutip kemitraan IBM dan kolaborasi dengan The University of Queensland di Australia, Dewan Riset Medis India, Departemen Riset Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga, dan Pemerintah India, serta Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat di Thailand.
Harvey menyoroti, pentingnya saat ini bagi berbagai organisasi untuk menilai kembali strategi cloud yang mereka miliki dan mengkalibrasi ulang model operasi cloud mereka. Tujuannya, untuk memastikan keamanan, fleksibilitas, dan keterbukaan dalam menjalani operasional selama pandemi.
Kesehatan dan teknologi
Bersamaan dengan pekerjaan sehari-harinya sebagai peneliti klinis yang berspesialisasi dalam penelitian jantung dan paru-paru, Profesor John Fraser telah bekerja dengan beberapa pihak untuk menciptakan konsorsium global yang dimulai di Asia Pasifik dan terus bergerak ke 51 negara.
Ia fokus pada penanganan Covid-19 dengan menyatukan bagian yang berbeda dari teka-teki data (data jigsaw). Fraser mengatakan, data dan teknologi akan membantu mencegah infeksi dan membantu merawat pasien yang terinfeksi.
“Jika digunakan dengan benar, data dan teknologi akan membantu mencegah infeksi, membantu merawat pasien yang terinfeksi, serta membantu melepaskan kami dari karantina wilayah. Sehingga kita dapat kembali bekerja, bermain, bepergian dan pendidikan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai direktur di Critical Care Research Group, University of Queensland di acara virtual IBM Cloud Forum 2020, beberapa waktu lalu.
Kemudian konsorsium bertanya, apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu teman-teman merawat seseorang yang memiliki keadaan paling kritis. Konsorsium juga menanyakan bagaimana mereka bisa menyatukan data untuk membantu memberikan informasi yang memandu dokter di seluruh dunia membuat dukungan keputusan mereka sendiri.
Menurut Fraser, kuncinya adalah mengelola volume data dan memastikan itu dapat digunakan dengan cara yang benar. Di sinilah kecerdasan buatan (AI) dan machine learning menjadi krusial dan mengarahkan konsorsium ke IBM.
Dalam kemitraan dengan IBM, dashboard untuk dokter dapat dikembangkan untuk menciptakan perubahan dan hasil dari samping tempat tidur pasien.
Fraser pun berbicara tentang bagaimana kolaborasi dengan raksasa teknologi mungkin dapat mengubah cara manusia melakukan penelitian klinis selama-lamanya. “Hanya karena kita tidak bisa terbang bukan berarti data kita tidak bisa terbang. Saat ini, data kita mulai terbang dan sudah memberikan kita kegunaan yang sangat bagus,” katanya.
Bertumpu pada AI
Sebelumnya, seperti yang dilansir dari laman The University of Queensland, peneliti Queensland memimpin penelitian klinis di seluruh dunia menggunakan AI untuk memeriksa data pasien Covid-19 dari 300 unit perawatan intensif (ICU). Penelitian dilakukan untuk memberikan wawasan bagi para profesional kesehatan untuk menentukan perawatan yang terbaik untuk penyakit ini.
Fraser mengatakan, the Covid-19 Critical Care Consortium Study adalah studi yang pertama dari jenisnya di dunia. “Rumah sakit dan pusat penelitian dari 47 negara sudah berpartisipasi dalam kolaborasi, yang akan menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan pemodelan data untuk menganalisis informasi dan perawatan medis, serta membimbing pekerja medis dalam pengambilan keputusan mereka,” kata Fraser.
Hasilnya, ia melanjutkan, Pptugas medis di garis depan saat ini menghadapi penyakit yang sama sekali tidak diketahui beberapa bulan yang lalu. Dokter dan perawat pun memerlukan bukti untuk membimbing mereka.
Terutama ketika dihadapkan dengan pasien Covid-19 yang sudah memiliki penyakit kronis seperti diabetes. Namun saat ini, Fraser menuturkan, dokter tidak memiliki apa-apa. “Tujuan kami adalah membekali mereka dengan informasi berbasis fakta tentang perawatan yang tepat untuk beragam kebutuhan pasien dalam menyelamatkan nyawa,” katanya.
Tujuan kami adalah membekali mereka dengan informasi berbasis fakta tentang perawatan yang tepat untuk beragam kebutuhan pasien.PROFESOR JOHN FRASER, Direktur di Critical Care Research Group
Studi ini didukung juga oleh Dr Sally Shrapnel dari tim the School of Mathematics and Physics. Tim tersebut telah mengembangkan dashboard analitik interaktif untuk dokter yang berada di garda depan.
Kini, dokter perawatan intensif dapat mengakses data secara real-time pada pasien ICU. “Dengan memanfaatkan data ini, kita dapat meningkatkan perawatan pasien ICU, meningkatkan pemahaman Covid-19 pada dokter dan perawat, serta memandu perawatan penyakit di masa depan,” ujar Fraser.
Pada akhirnya penelitian ini akan memberi dokter mekanisme pendukung keputusan yang mereka butuhkan, untuk secara instan menentukan pengobatan Covid-19 yang paling tepat dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien di ICU.
“Kita semua perlu mencoba dan menguji informasi untuk membimbing kita tentang apa yang harus dilakukan, bukan pendapat, sehingga kita dapat mengendalikan keadaan darurat kesehatan ini lebih cepat,” katanya.
Studi ini akan didukung alat machine learning inovatif, yang dikembangkan bersama oleh tim Dr Sharpnel di University of Queensland dan IBM untuk menganalisis data. Dokter akan menggunakan alat baru untuk dengan cepat merekam dan berbagi fitur klinis utama, termasuk berbagai tindakan paru, jantung, neurologis dan ginjal, serta penggunaan ventilasi mekanis dan ECMO (mesin jantung/paru buatan), durasi tinggal di ICU, juga tingkat kelangsungan hidup.
Fraser mengatakan alat kecerdasan buatan akan memungkinkan analis data membuat model prediksi dan dengan mudah mengakses informasi untuk memandu pekerja medis dalam perawatan ICU untuk pasien yang paling rentan. Semua data akan diidentifikasi sebelum dibagikan untuk pemodelan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.