Kisah Dalam Negeri
Banyak Kendala, Belajar Daring Diakali
Dinas Pendidikan Kota Bandung mencatat 27 ribu siswa berbagai tingkat terkendala saat belajar jarak jauh.
OLEH ABDURRAHMAN RABBANI, MUHAMMAD FAUZI RIDWAN
Sistem pembelajaran jarak jauh yang diterapkan sejak terjadinya pandemi COVID-19 masih memiliki sejumlah kendala. Tak sedikit para siswa yang akhirnya tidak bisa mengikuti kegiatan belajar karena tak memiliki gawai sebagai alat penunjang.
Masalah itu bahkan juga terjadi di perkotaan. Salah satunya di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Untuk menyiasati masalah tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel meminta sekolah mengirimkan guru ke rumah siswa selama pembelajaran jarak jauh atau belajar daring.
Kepala Disdikbud Tangsel Taryono mengungkapkan, tidak semua siswa bisa mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh. Sebab, masih banyak siswa yang tak memiliki gawai yang mampu mendukung fitur video conference. Ia mengatakan, teknis home visit oleh guru diserahkan ke masing-masing sekolah.
“Intinya, guru dari masing-masing sekolah datang ke rumah siswa yang tidak memiliki gawai. Di sana mereka memberikan materi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan,” kata Taryono, Selasa (14/7).
Taryono mengatakan, Disdikbud Tangsel hingga saat ini masih terus mencari solusi lain, sehingga para siswa bisa mudah belajar dengan menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh. Sebab, di masa pandemi seperti ini, proses belajar tatap muka ditiadakan dan diganti belajar jarak jauh.
Mengawali tahun ajaran baru 2020/2021 yang dimulai pada Senin (13/7), Disdikbud Tangsel juga melaksanakan pengenalan lingkungan sekolah (PLS) secara daring. Pelaksanaan kegiatan PLS dilakukan selama tiga hari, yakni pada 13-15 Juli. Hanya para guru dan petugas upacara yang diperkenankan datang ke sekolah.
"Pada masa pandemi Covid-19, kesehatan dan keselamatan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan adalah yang paling utama," kata Taryono. Taryono melanjutkan, kegiatan orientasi siswa dilakukan seperti biasanya ketika siswa baru saat memasuki sekolah. Para siswa mengenakan baju seragam sekolah asal. Hanya saja kegiatan orientasi tersebut dilakukan di rumah masing-masing.
Permasalahan serupa terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Menurut data Dinas Pendidikan Kota Bandung, ada sebanyak 27 ribu orang siswa tingkat taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) yang terkendala saat melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh.
Untuk mengatasi kendala tersebut, para siswa akhirnya dipinjamkan alat penunjang belajar, seperti laptop dari sekolah masing-masing. "Ada sekitar 9,2 persen dari 300 ribu siswa yang terkendala alat-alat penunjang pembelajaran," ujar kata Bambang Ariyanto, Kasi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kota Bandung, Selasa (14/7).
Menurutnya, pihaknya sudah mengimbau sekolah-sekolah negeri yang memiliki alat pembelajaran seperti laptop atau tablet untuk dipinjamkan kepada siswa. Selain itu, sekolah bisa menganggarkan biaya kuota internet untuk siswa yang tidak mampu dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Contoh, di satu keluarga yang punya HP hanya bapaknya dan saat ayahnya bekerja, dia tidak bisa belajar atau gak punya alat daring," ungkapnya.
Pada tahap awal, Bambang mengatakan, para siswa yang tidak mampu dan tidak memiliki alat pendukung belajar daring diberi modul yang dikirimkan ke rumah masing-masing siswa. Seiring waktu, kata dia, siswa-siswa tersebut dipinjamkan alat pendukung tersebut. Terkait kuota internet untuk siswa dan guru, Bambang mempersilakan sekolah untuk menganggarkan hal tersebut sesuai kebutuhan masing-masing.
"Setiap sekolah negeri memiliki laptop hingga 200 unit. Sedangkan siswa RMP (Rawan Melanjutkan Pendidikan) ada sebanyak 5-8 persen di tiap sekolah, jadi cukup memadai," katanya.
Di Kabupaten Agam, Sumatra Barat, SMAN Agam Cendekia meminjamkan gawai berbasis android kepada empat siswa kurang mampu yang tidak memiliki perangkat dalam mendukung proses belajar mengajar daring. Kepala SMAN Agam Cendekia Muhammad Hernanda mengatakan, pihaknya juga membantu mengisikan paket data bagi siswa kurang mampu tersebut."Gawai android ini kita pinjamkan selama proses belajar mengajar secara daring dan untuk pulsa pertama kita isikan," katanya.
Gawai itu dibeli menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Selama proses belajar mengajar pada normal baru COVID-19, SMAN Agam Cendekia menggunakan aplikasi ruang guru secara berbayar, aplikasi rumah belajar, aplikasi google classroom, dan aplikasi cadiak pandai milik Pemprov Sumbar. "Aplikasi itu akan kita manfaatkan untuk belajar jarak jauh bagi 304 siswa dari 12 rombongan belajar," katanya.
Sekretaris Umuml Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyampaikan, hingga saat ini belum ada standar pendidikan jarak jauh. Padahal, keberadaan standar pendidikan jarak jauh tersebut sangat diperlukan.
Menurut dia, selama ini terdapat kerancuan dan kesalahpahaman di masyarakat tentang keberadaan pendidikan jarak jauh. Untuk itu, standar pendidikan jarak jauh pun perlu diatur agar tidak menimbulkan kerancuan di kalangan masyarakat. “Standar pendidikan jarak jauh ini sangat diperlukan keberadaannya,” kata Mu'ti.
Ia menambahkan, kerancuan selanjutnya yang terjadi di masyarakat adalah tentang pendidikan jarak jauh dan pembelajaran jarak jauh. Serta pembelajaran jarak jauh dengan pembelajaran daring. Belum lama ini, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam siaran persnya menyebut sedang mengembangkan standar pendidikan jarak jauh. Standar tersebut disusun berdasarkan jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah guna menjawab tren pendidikan di masa depan.
Pengembangan standar itu juga bagian dari amanat dalam Pasal 31 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Saat ini, proses pembangunan draf standar pendidikan jarak jauh sudah dalam tahapan uji publik. BSNP pun memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan yang membangun.
Tim Advokasi Peduli Pendidikan Indonesia (13/7) juga menerima aduan soal adanya kesulitan komunikasi pada hari pertama PJJ. Salah satu orang tua peserta didik di salah satu SD di Tangerang Selatan mengadu kepada Tim Advokasi bahwa Pihaknya kesulitan masuk ke aplikasi meet daring yang diadakan oleh pihak pendidik (sekolah).
"Ya, betul ada orang tua peserta didik yang mengungkapkan kerisauan bagaimana kedepannya jika hari pertama komunikasi lewat aplikasi daring tidak lancar." Ungkap Jarot Maryono, perwakilan Tim Advokasi
Menurutnya, seharusnya Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan memastikan terlebih dahulu atau minimal mengecek kesiapan semua sekolah dalam hal PJJ sudah bisa dilaksanakan atau belum. Perwakilan lainnya, Novli Harahap menyampaikan pihaknya meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga memperhatikan sisi telekomunikasi dari para pendidik dan peserta didik.
"Kemendikbud minimal harus menjamin kelancaran telekomunikasi disaat PJJ berlangsung dan harus segera direalisasikan dalam suatu kebijakan yang dapat mempermudah bagi semua pihak bagaimana pun caranya untuk Indonesia." ujar Novli.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.