Pondok Modern Darussalam Gontor | ANTARA FOTO

Opini

Ilmu Barokah Gontor

Pimpinan Pondok Gontor KH Hasan Abdullah Sahal sering berbicara tentang barokah yang disebutnya barokatologi atau ilmu barokah.

AKBAR ZAINUDIN

Alumnus Gontor 1991, Penulis Man Jadda Wajada

 

Istilah 'barokatologi' sering diungkapkan KH Hasan Abdullah Sahal, pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor. Ilmu barokah. Pesantren memang penuh dengan keberkahan. Karena itulah kita sering mendengar istilah "ngalap (mencari, mengambil) berkah dari pondok, ngalap berkah dari Kiai. 

Keberkahan itu dalam berbagai istilah sering disebut sebagai ziyadatul khair, pertambahan kebaikan. Satu kebaikan karena keberkahan yang ditimbulkan akhirnya menambah kebaikan-kebaikan lain, bahkan sering yang tidak terduga-duga. 

Keberkahan hidup memang istilah yang tidak mudah dipahami, karena sering di luar batas nalar manusia. Logika yang digunakan bukan lagi logika manusia, tetapi ada kepercayaan penuh bahwa Allah akan selalu ikut bersama setiap apapun yang kita lakukan. 

Banyak contoh keberkahan hidup. Ada santri yang tugasnya setiap hari menjadi sekretaris Kiai. Tugasnya menyeluruh; membuat jadwal, mengatur perjalanan, menyiapkan berbagai keperluan Kiai, bahkan seringkali menyupiri Kiai pada saat bepergian. Melayani keperluan Kiai mungkin bisa dilihat sebagai hal sepele. Ternyata, berkahnya luar biasa. Keluar pondok, berhasil mengembangkan ilmu dan kemampuannya sehingga berhasil di masyarakat. Berkah kiai. Berkah Pondok.

Guru di Pondok Modern Gontor itu multifungsi, selain mengajar, tugasnya adalah kuliah dan membantu pimpinan pondok. Berbeda dengan mahasiswa di luar yang murni belajar, para guru ini mengerjakan banyak sekali tugas di luar belajar. Tetapi mengapa mereka mampu untuk terus belajar, bahkan berprestasi dalam berbagai bidang? Jawabannya adalah karena berkah pondok. 

Ada orang yang pada saat nyantri, biasa-biasa saja. Tidak masuk dalam kepengurusan organisasi santri. Namun ia ikhlas belajar dengan tekun sampai lulus. Potensinya berkembang pesat setelah keluar dari pesantren. Mengapa bisa begitu? Keberkahan pondok. 

Ada wali santri yang kehidupannya berubah menjadi baik setelah anaknya masuk pondok. Padahal sebenarnya apa yang dilakukannya tidak berbeda dengan sebelumnya. Apa yang terjadi? Keberkahan pondok. 

Ada pengusaha kuliner yang setiap hari Jum'at menggratiskan makanannya bagi kalangan tidak mampu. Apakah usahanya rugi? Ternyata tidak. Itu karena keberkahan. 

Ada pengusaha yang memberikan 10% keuntungannya untuk orang yang tidak mampu. Sulit menghitung bagaimana dengan memberi itu ternyata menambah keuntungannya berkali-kali lipat dibandingkan sebelumnya. Semua terjadi karena apa? Keberkahan hidup. 

Bagaimana agar barokah selalu ada?

 

 

 

Keberkahan itu ternyata banyak ragam dan bentuknya. Banyak pula cara untuk meraihnya.

 

 
 

Nah, sekarang ini kita hidup di luar pesantren. Bagaimana agar keberkahan itu bisa selalu kita dapatkan dalam kehidupan kita sehari-hari? 

Setidaknya, beberapa hal saya pelajari dalam ilmu "barokatologi" ala Gontor ini. Prinsip-prinsip keberkahan hidup itu di antaranya adalah: 

PERTAMA, keberkahan itu ada pada saat kita bergerak, berbuat. Pondok Modern Gontor mengajarkan bahwa kita harus selalu bergerak, karena dalam pergerakan itulah terdapat keberkahan. Maka setiap hari di Gontor ada kegiatan. Tidak ada ceritanya ada hari kosong di Pondok. Istilah pondoknya adalah, "al-ma'had laa yanaamu abadan" (pondok tidak pernah tidur). 

Pondok tidak pernah mengajarkan kata "lelah, capai, lemes, dan sebagainya". Kita bekerja, berbuat sesuatu, all out. Sering sekali kegiatan di Gontor berlangsung sangat cepat dalam waktu yang berkejaran antara satu kegiatan dengan kegiatan lain. Auditorium (Balai Pertemuan Pondok Modern, BPPM) tidak pernah kosong. Jadwal kegiatan datang silih berganti. 

Bahkan pernah seorang tamu terheran-heran. Ada sebuah acara bersama tamu tersebut. Acaranya berlangsung hingga menjelang dzuhur. Menggunakan tenda kursi di depan aula. Tamu ini kemudian dijamu di ruang pimpinan pondok dan melakukan shalat berjamaah di masjid. Selesai shalat, tamu ini terheran-heran, bukannya tadi ada tenda besar selesai acara dan kursi-kursi yang luar biasa banyak. Mengapa sekarang sudah bersih dan rapi?

Ternyata, selesai acara, semua santri bergerak membereskan tenda kursi yang digunakan. Tidak sampai setengah jam, semua tenda kursi yang ada di sekitar aula sudah bersih dan dirapikan. Inilah Gontor. Selalu bergerak. 

Karena itu, keberkahan hidup ada pada saat kita bergerak. Tantangan dan kesulitan akan datang silih berganti. Selama kita terus bergerak dan berusaha, akan selalu datang keberkahan dalam hidup kita. 

Sekarang ini misalnya, pandemi Covid-19 membuat banyak rencana yang kita bangun sebelumnya harus terhenti. Daripada kita terus mengeluhkan kondisi yang sulit ini, ditambah berharap kondisi ini berakhir, yang ternyata kita tidak pernah tahu kapan akan berakhir, lebih baik kita mulai berbuat sesuatu. Sudah 4 bulan kita bekerja dari rumah, apa yang sudah kita perbuat dan lakukan?

Sudah saatnya berhenti menghitung-hitung berapa jumlah yang positif covid hari ini, berapa yang meninggal, berapa yang selamat. Apalagi terus memperdebatkan apakah virus ini memang ada atau tidak, konspirasi siapa, dan sebagainya. Sekarang ini saatnya berbuat sesuatu. 

Pikirkan apa yang bisa kita perbuat sekarang. Selalu bergerak, berbuat sesuatu yang bisa kita lakukan. Mulailah untuk bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan dan kenyataan baru. Inilah yang disebut sebagai “new normal” (normal baru). 

Adaptasi, terus berbuat dan bergerak, akan menjadi kunci. Jangan biarkan tantangan dan rintangan menghentikan kita. Memang tidak mudah, tetapi selalu akan bisa kita atasi. Selama kita bergerak, percayalah, keberkahan itu akan selalu ada. 

KEDUA, keberkahan hidup itu menular. Katakana da 1000 orang santri. Lima ratus orang shalat dengan khusyu, lima ratus orang lagi shalat tidak khusyu. Lima ratus orang berdoa dengan khusyu, lima ratus sisanya asal berdoa. Ternyata, keberkahan itu ada pada saat kita berkumpul bersama. 

Bisa jadi, orang tidak khusyu berdoa, tetapi karena berdoa bersama-sama dengan orang yang khusyu, maka doanya dikabulkan. Kebersamaan dalam kebaikan itulah yang menimbulkan keberkahan. 

Entah kebetulan atau tidak, situasi di Gontor itu membentuk miliu kebersamaan. Ada kebersamaan di asrama, pramuka, kelas, angkatan, konsulat, kursus, klub olah raga, klub kesenian, klub menulis, dan puluhan organisasi serta kegiatan yang membangun ikatan kebersamaan. Ikatan kebersamaan ini sangat kuat, bahkan melintasi batas periode (marhalah) jika sudah keluar pondok. 

Maka alumni Gontor di mana-mana selalu berkumpul (tajammu) di berbagai daerah. Tajammu konsulat (daerah), tajammu periode, tajammu keluarga, dan sebagainya. Bermacam-macam tajammu dilakukan oleh alumni Gontor. Tajammu, reuni, entah apalagi namanya ternyata memang bukan sekadar tajammu’. Di situlah ada keberkahan hidup. 

Karena itu, kalau hidup kita ingin berkah, selalu bangun jaringan, silaturahim, dan kebersamaan dengan berbagai kalangan. Semakin banyak kita bersilaturahim, berkumpul, semakin besar potensi keberkahan hidup yang akan kita dapatkan. Tentu, silaturahim dalam kebaikan. 

Satu energi positif, jika bergabung dengan energi positif lain akan membangun energi positif yang begitu besar. Inilah yang akan membawa keberkahan. 

KETIGA, keberkahan hidup akan terjadi pada saat kita mengabdi dan memberi. Di Gontor, hidup itu adalah untuk mengabdi dan memberi. Mengabdi dan memberi itu bukan hanya dibicarakan dengan kata-kata, tetapi diteladankan langsung oleh pimpinan pondok, guru-guru senior, dan semua yang terlibat di Pondok. 

Filsafat hidup yang sangat terkenal dan selalu didengungkan pondok adalah: “Bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan” (berkorbanlah dengan harta, tenaga, dan pikiranmu, kalau perlu nyawa sekalian). 

Kalau mau mengabdi, jangan pernah setengah-setengah. Totalitas. Mengabdi secara maksimal. Ini yang saya kira menarik. Mengabdi secara penuh untuk pondok, di jalan Allah. Di situlah keberkahan hidup akan kita dapatkan. Mengabdi untuk pondok tidak akan pernah membuat kita miskin. Keberkahan hidup yang membuat semuanya menjadi cukup. 

Lalu, bagaimana kita bisa mengabdi dalam posisi di luar pondok? Pondok itu sebenarnya miniatur bermasyarakat. Pengabdian sesungguhnya adalah pengabdian kepada masyarakat. Bagaimana kita bisa memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, itulah sebenar-benarnya pengabdian. 

Tinggal mengubah niatnya. Kalau selama ini kita bekerja, melakukan sesuatu hanya untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga, untuk kepentingan material dan kepentingan duniawi, sekarang ini muaranya kepada Allah, hanya untuk Allah. Selain itu, ada tanggung jawab moral bahwa apa yang kita kerjakan adalah bagaimana membuat kita bermanfaat, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, meninggikan nilai-nilai Islam di masyarakat. 

Mungkin seringkali akan ada kontradiksi antara kita membantu dan memberi untuk kepentingan umum dengan kepentingan pribadi dan keluarga. Mana yang harus didahulukan?

 Misalnya, kita masih terus menghitung-hitung kalau kita bersedekah, apakah nanti uang kita akan cukup buat keluarga? Kalau kita ikut kegiatan sosial, apakah tidak menyita waktu kita bekerja? Kalau kita lebih banyak memberi dan membantu masyarakat, apakah kita tidak akan kehabisan waktu untuk memikirkan diri sendiri dan keluarga? Dan sebagainya. 

Gontor mengajarkan totalitas untuk mengabdi. Ilmu Barokatologi adalah ilmu tentang percaya penuh kepada Allah, bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki, Maha Besar, Maha Penolong. Percaya penuh bahwa “kalau kita menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita” (QS. Muhammad: 7). Ajaran inilah yang selalu didengung-dengungkan pondok. Jangan takut miskin, takut kelaparan, takut terlantar karena kita berjuang di jalan Allah. Lalu siapa yang akan menolong kita? Allah. 

Bukankah Allah Yang Maha pemberi rezeki, pemberi jalan keluar, pemberi kehidupan. Kalau kita terus berjuang dan membantu di jalan Allah, Allah yang akan menolong kita. Menolong kita untuk hidup lebih baik, menolong kita untuk hidup lebih sejahtera. 

Kuncinya? Berbuat dan percaya sepenuhnya. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan keberkahan hidup untuk kita semua. 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat