Kabar Utama
Belajar Antirasialisme dari Islam
Islam merupakan agama yang mengakomodasi demokrasi sebagai sarana untuk menciptakan keadilan.
Tindakan rasialisme amat ditentang oleh ajaran Islam. Perbedaan warna kulit, suku, dan bangsa tidak pernah 'dihitung' dalam agama penutup ini. Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW hadir dengan semangat merangkul perbedaan dan pandangan-pandangan pembaruan yang asing pada masa itu. Hingga kini, nilai-nilai kesetaraan antarsesama manusia masih tetap menjadi pegangan.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) KH Muhammad Siddiq menjelaskan, dalam sejarahnya, Islam hadir dengan pandangan yang sangat moderat. Dia menceritakan bagaimana sahabat Rasulullah SAW, Bilal bin Rabah, dimuliakan.
Bilal merupakan sahabat Nabi yang berasal dari suku berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Etiopia). Karena tidak memiliki keluarga, lumrah pada masa itu seseorang kerap dijadikan budak. Hal serupa pun dialami Bilal. Namun, setelah majikannya mengetahui Bilal memeluk Islam, ia pun disiksa terus-menerus.
Keteguhan hati Bilal ini pada akhirnya mengetuk hati Sayyidina Abu Bakar Siddiq. Khalifah pertama dalam Islam ini pun akhirnya memerdekakan Bilal dari perbudakan. Berdasarkan kisah tersebut, kata KH Muhammad Siddiq, Islam telah membuktikan agama tidaklah memandang seseorang berdasarkan suku, bangsa, apalagi warna kulit seseorang.
“Apalagi (memandang) dari warna kulitnya, Islam tidak pernah menyuarakan hal seperti itu. Dalam Islam, semua manusia di mata Allah itu sama,” kata KH Muhammad Siddiq saat dihubungi Republika, Rabu (17/6).
Dia melanjutkan, sebagaimana termaktub dalam Alquran surah al-Isra ayat 70 yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang bak-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Menurut dia, sejatinya seluruh anak-anak keturunan Nabi Adam telah dimuliakan. Islam tidak membedakan apa pun yang berasal dari latar belakang seseorang. Meski dipandang setara, di mata Allah manusia dapat terlihat berbeda tergantung bagaimana taraf keimanannya kepada Tuhan.
Allah berfirman dalam Alquran surah al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha mengetahui”.
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengatakan, Islam merupakan agama yang mengakomodasi demokrasi sebagai sarana untuk menciptakan keadilan. Demokrasi dinilai merupakan upaya untuk mengakomodasi berbagai suara dari beragam kalangan.
“Sehingga, dalam Islam, segala perbedaan itu dapat diakomodasi bersama. Inilah ajaran Islam, mengemban perbedaan untuk persatuan dan kemanusiaan,” ujarnya.
Dalam Islam, segala perbedaan itu dapat diakomodasi bersama. Inilah ajaran Islam, mengemban perbedaan untuk persatuan dan kemanusiaan.YENNY WAHID, Direktur Wahid Foundation
Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Syamsul Hidayat mengatakan, cetak biru yang diciptakan Allah merupakan kodrat dari manusia. Artinya, perbedaan atas bentuk lahiriah dan perbedaan yang ada dari cetak biru tersebut merupakan hal yang harus diterima.
Adanya perbedaan, baik dari sisi budaya, bahasa, maupun warna kulit menurut beliau dimaksudkan untuk terciptanya integrasi atau saling mengenal. “Perbedaan dalam Islam itu menjadi sintesis kreatif bisa menjadi produktivitas hidup, jadi (perbedaan) bukan untuk mengarahkan manusia pada konflik,” ungkap dia.
Di sisi Allah, lanjut dia, semua manusia dianggap sama. Yang berbeda hanyalah sisi keimanan dan ketakwaan manusia itu sendiri terhadap Tuhannya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.