Jawa Timur
Dokter Miftah Seharusnya Selesai Studi Spesialis Tahun Ini
Dokter Miftah menjadi dokter ketiga di Surabaya yang gugur akibat Covid-19.
OLEH DADANG KURNIA
Miftah Fawzy Sarengat seharusnya sebentar lagi menyelesaikan studinya dalam Program Pendidikan Dokter Spasialis (PPDS) penyakit dalam di RSUD dr Soetomo. Namun, peristiwa membahagiakan itu kandas.
Ia justru menjadi dokter ketiga di Surabaya yang gugur akibat Covid-19. Miftah gugur pada Rabu (10/6) setelah sempat menjalani parawatan di dua rumah sakit, RS Husada Utama dan RSUD dr Soetomo.
Humas RSUD dr Soetomo dr Pesta Parulian menuturkan, belum bisa memastikan Miftah tertular Covid-19 dari mana. Pesta mengaku, setiap hari pihaknya melakukan pemeriksaan pasien dengan alat pelindung diri (APD) yang sangat lengkap dan bisa memproteksi diri. Namun, kata dia, faktor lain, seperti faktor kelelahan juga stres bisa membuat tenaga kesehatan mudah tertular Covid-19.
"Apalagi, dengan pasien yang akhir-akhir ini memang sangat membeludak di IGD kami. Dan kami harus menanganinya satu-satu. Karena kalau kami salah-salah mengatakan itu Covid, nanti di-bully lagi. Padahal, perlu waktu melakukan suatu diagnosis, mulai dari anamnese sampai ke pemeriksaan penunjang," ujar Pesta.
Ia menceritakan, pekan lalu, dr Miftah memang terjangkit demam. Karena istrinya bekerja di RS Husada Utama, yang bersangkutan sempat menjalani perawatan di rumah sakit tersebut.
Jawa Timur kembali kehilangan salah satu pahlawan medis yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. dr. Miftah Fawzy Sarengat yang setiap harinya bertugas di RSUD Dr. Soetomo sebagai Chief of Residen Ilmu Penyakit Dalam FK Unair. pic.twitter.com/bJjIpQmnjo — Khofifah Indar Parawansa (@KhofifahIP) June 10, 2020
"Akhirnya, lima hari lalu, RSUD dr Soetomo mengambil alih perawatannya karena yang bersangkutan merupakan peserta didik di Soetomo. Kedua, supaya lebih gampang komunikasi mengambil tindakan-tindakan tertentu," ujar Pesta.
Pesta memperkirakan, meninggalnya dr Miftah bisa jadi karena yang bersangkutan memiliki penyakit penyerta atau komorbid. Miftah memiliki berat badan berlebih atau obesitas yang kurang lebih mencapai 115 kilogram. "Ini yang mungkin menjadi faktor yang memperberat infeksinya. Dalam perkembangannya, ternyata daya tahan tubuhnya tidak begitu baik. Sampai gagal napas. Akhirnya kami harus rela melepaskannya," kata dia.
Pesta mengatakan, pihaknya telah melakukan pemulasaraan jenazah sebagaimana diharuskan pada jenazah Covid-19. Karena, kata dia, hasil tes swab PCR-nya positif Covid-19. Begitu pun CT scan thorax-nya juga positif, dan semua parameter yang diuji hampir sangat pasti yang bersangkutan terpapar Covid-19. "Seharusnya, kalau tidak ada pandemi, dalam tahun ini yang bersangkutan bisa menyelesaikan pendidikannya," ujar Pesta.
Selain almarhum, kata Pesta, istri Miftah juga saat ini tengah menjalani perawatan di RSUD dr Soetomo. Istri almarhum pada awalnya memang tak bergejala. Namun, akhir-akhir ini mulai batuk dan daya tahan tubuhnya menurun. "Awalnya tanpa gejala, mungkin dengan daya tubuhnya turun, batuk-batuknya mulai aktif. Jadi, kami perlu memperhatikan jangan sampai kami juga kehilangan," tegas Pesta.
Selain almarhum, istri Miftah juga saat ini tengah menjalani perawatan di RSUD dr Soetomo.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya dr Brahmana Askandar mengatakan, dr Miftah merupakan dokter kesekian di Surabaya yang gugur sebagai pejuang melawan Covid-19. "Dr Miftah merupakan dokter yang ketiga yang gugur di Surabaya. Kami harap, mudah-mudahan ini menjadi yang terakhir. Perjuangan beliau harus kami lanjutkan karena perjuangan belum selesai. Mudah-mudahan, Covid-19 segera berakhir," ujar dr Brahmana saat upacara penghormatan dan prosesi pelepasan jenazah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Rabu (10/6).
Bhramana tidak menjelaskan secara rinci kronologi Miftah terpapar Covid-19. Karena, kata dia, sampai sekarang penyebab pastinya belum diketahui dan masih dilakukan pelacakan. Meski demikian, IDI Surabaya terus melakukan imbauan dan mengevaluasi ulang bagaimana pencegahan penularan di kalangan dokter dan tenaga medis.
"Kami terus melakukan evaluasi dan memperbarui alat pelindung diri (APD), prosedur-prosedur kami perbaiki dan diperketat agar kejadian serupa tidak terulang lagi," ujarnya.
Dekan FK Unair Prof Soetojo mengakui, Miftah merupakan dokter pembelajar dan pekerja keras. Pihak Universitas Airlangga merasa kehilangan atas meninggalnya yang bersangkutan. Apalagi, Miftah menurutnya merupakan dokter yang rajin, pekerja keras. Bahkan, dia sebut sebagai calon dokter terbaik.
Soetojo menambahkan, dr Miftah merupakan sosok yang pantang menyerah, terutama dalam mengobati pasien Covid-19. "Memang beliaunya tidak menyerah dalam mengobati pasien Covid-19, tapi Tuhan berkehendak lain. Jadi, semoga almarhum diterima di sisi-Nya dan diampuni semua dosanya," kata dia.
Memang beliaunya tidak menyerah dalam mengobati pasien Covid-19, tapi Tuhan berkehendak lain.PROF SOETOJO, Dekan FK Universitas Airlangga
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.