Narasi
Terpaksa Kerja Keluar Rumah Meski di Tengah Pandemi Korona
Masyarakat tak ada pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup meski korona masih mewabah.
Penerapan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai upaya pencegahan penularan virus korona masih berlaku di DKI Jakarta. Kebijakan itu diketahui baru akan berakhir pada 4 Juni 2020.
Meski penerapan PSBB masih berjalan, keramaian aktivitas masyarakat di luar rumah sudah terlihat. Salah satunya terjadi di pasar ikan yang terletak di Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (2/6).
Selama penerapan PSBB, sejumlah aturan protokol kesehatan tetap wajib dilakukan. Di antaranya menjaga jarak (physical distancing) dan mengenakan masker. Namun, saat tiba di pasar hewan Jatinegara, para pedagang maupun pengunjung seolah menghiraukan aturan untuk menjaga jarak.
Berdasarkan pantauan Republika, Selasa (2/5), tampak para pedagang berbagai jenis ikan hias berjejer menjajakan dagangannya. Pengunjung dan pedagang terlihat berdiri maupun berkumpul tanpa memerhatikan jarak satu dengan yang lain.
Tidak hanya itu, bahkan beberapa pedagang dan pengunjung dengan santai bercengkerama tanpa mengenakan masker. Padahal pemerintah menganjurkan masyarakat untuk mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah.
Setelah berjalan memasuki area pasar, kondisi lebih padat dijumpai. Di sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi oleh lapak-lapak pedagang yang menjual berbagai jenis hewan lainnya, seperti kucing, burung, hamster, dan kelinci.
Para pejalan kaki yang melintas di dalam pasar itu juga harus berbagi ruas jalan dengan pengendara kendaraan motor yang turut lalu-lalang. Padahal, ukuran jalan itu tidak lebih dari satu meter.
Salah seorang pedagang, Rohadi yang menjual makanan dan keperluan hewan di dalam area pasar, mengatakan, selama masa PSBB, dia tetap membuka lapak dagangannya. Dia mengaku tidak berjualan hanya beberapa hari saat awal penerapan PSBB dan hari raya Idul Fitri 1441 H lalu.
"Sekitar sepekan awal-awal PSBB, saya sempat tutup toko. Tapi setelah itu buka lagi," kata Rohadi kepada Republika.
Laki-laki berusia 45 tahun itu menuturkan, dirinya tidak punya pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, selain tetap berjualan di sana. Rohadi mengakui, tak jarang petugas Satpol PP pun melakukan razia di lokasi tersebut. Jika terjaring razia itu, maka Rohadi terpaksa menutup tokonya.
"Sering banget dirazia, kalau pas razia disuruh tutup, ya saya tutup. Tapi besoknya paling sudah buka lagi," ujar dia.
Rohadi berkelit, dia dan para pedagang lainnya di pasar tersebut bukan mengabaikan imbauan dari pemerintah. Namun, itu merupakan satu-satunya sumber mata pencahariannya. Sehingga ia memilih tetap berjualan untuk menghidupi keluarganya.
Dia menegaskan, selama berjualan pun dirinya tetap memerhatikan protokol kesehatan. Seperti mengenakan masker dan mencuci tangan seusai memegang sesuatu.
"Takut juga sih terpapar (Covid-19). Tapi, menurut saya lebih baik mati karena itu (Covid-19) daripada kita (anak dan istri) mati kelaparan," ujar laki-laki asal Jawa Tengah itu sambil terkekeh.
Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai, keramaian DKI Jakarta yang terjadi akibat masyarakat yang sudah mulai jenuh terus-menerus berada di dalam rumah. Sehingga mereka nekat untuk beraktivitas di luar rumah.
"Belum tentu harus ada keperluan atau punya tujuan, tetapi lebih sekadar melepas kepenatan atau stres saja," kata Nirwono.
Ia menambahkan, masyarakat sudah jenuh di rumah terus, karena tidak semua warga juga dapat bekerja dari rumah. Selain keterbatasan ekonomi, dan tidak semua jenis pekerjaan dapat dilakukan dari rumah.
Selain itu, menurut Nirwono, menjelang berakhirnya PSBB di Jakarta serta beberapa daerah lainnya yang sudah mulai melonggarkan kebijakan itu, turut menjadi alasan. Dia menyebut, hal tersebut memberi pengaruh bagi masyarakat di Jakarta untuk mulai bersiap-siap beraktivitas kembali.
Meski nantinya masa PSBB tidak diperpanjang, lanjut Nirwono, pemberian sanksi bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan tetap diperlukan. Jenis sanksi yang dapat diberikan, seperti sanksi teguran, push up ringan, hingga membayar denda dengan nominal tertentu.
"Pemberian sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan dapat diterapkan secara berjenjang bergantung tingkat pelanggarannya," kata dia menegaskan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.