Ekonomi
Permainan Kotor Distributor Gula
Beberapa distributor memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19 dengan menahan stok dan memperpanjang rantai pasok, sehingga harga gula tak terkendali.
JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) membongkar permainan kotor distributor gula yang menyebabkan tingginya harga gula pasir di pasaran. Hingga kini, harga gula masih sulit turun ke Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebesar Rp 12.500 per kilogram (kg).
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kemendag menemukan ada distributor yang sengaja menjual harga gula di atas HET kepada para distributor lainnya. Rantai distribusi gula sengaja dibuat panjang hingga lima jalur distribusi. Akibatnya, beberapa waktu lalu harga gula di tingkat konsumen menembus Rp 18 ribu per kg.
Di Manokwari, Papua Barat, harga gula bahkan sempat pula mencapai Rp 22 ribu per kg. Lalu di Malang, Jawa Timur, mencapai Rp 16 ribu per kg.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Dirjen PKTN Veri Anggrijono pada Rabu (20/5) mendatangi lokasi penggerebekan gula milik distributor PT PAP yang berada di gudang produsen PT Kebon Agung di Jalan Kebon Agung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Dalam penggerebekan tersebut, sebanyak 300 ton gula konsumsi milik distributor pertama ini diamankan. Jumlah itu hanya sebagian kecil yang bisa diselamatkan. Diduga, distributor gula ini telah menjual ribuan ton gula ke distributor lainnya hingga beberapa lapis distributor dengan harga Rp 13 ribu per kg, jauh di atas harga acuan konsumen. Bahkan, ada yang dijual lintas provinsi di wilayah Indonesia, seperti ke Maluku dan Kalimantan.
“Penjualan itu masih harus melewati mata rantai agen dan pengecer sebelum sampai kepada konsumen akhir. Dengan begitu, Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 12.500 per kg di tingkat konsumen sulit tercapai," kata Agus melalui keterangan resmi yang diterima Republika.id, Kamis, (20/5).
Kemendag, tegas dia, akan menyelidiki lebih lanjut temuan ini. Setelah itu, menjatuhkan sanksi pencabutan izin usaha dan dibawa ke ranah hukum.
Modus kejahatan para pelaku menyebabkan rantai distribusi terlalu panjang sebelum gula sampai ke pengecer. Gara-gara itu, berbagai upaya pemerintah menambah pasokan gula guna menekan harga menjadi kurang efektif.
Selama ini, lanjut Agus, Kemendag telah melakukan berbagai upaya dan terobosan kebijakan guna mengatasi tingginya harga dan kelangkaan stok gula di pasaran, terutama dalam menghadapi kebutuhan puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri. Tujuannya, menjaga ketersediaan gula dan stabilitas harga di seluruh penjuru Tanah Air.
Untuk menekan harga gula, Kemendag menerbitkan izin impor gula mentah untuk diolah menjadi gula konsumsi pada periode Oktober 2019 sampai Mei 2020. Penugasan pengolahan gula pun sudah dilakukan, salah satunya oleh PT Kebon Agung. "Hal itu demi menjamin pasokan dan stabilisasi harga gula nasional,” ujar dia.
Hasil olahan PT Kebon Agung dijual ke distributor seharga Rp 11.200 per kilogram (kg). Hanya saja, oleh distributor, gula itu diperjualbelikan ke distributor lainnya secara berantai dengan harga jauh di atas harga acuan konsumen. Hal itu membuat para distributor menjual harga gula lebih tinggi lagi.
Kemendag mengungkapkan, beberapa distributor juga memanfaatkan kondisi pandemi ini dengan menahan stok dan memperpanjang rantai pasok, sehingga harga gula makin tidak terkendali. “Adanya temuan-temuan (distributor nakal) seperti ini tidak hanya terjadi di Malang, Jawa Timur, terjadi juga di berbagai tempat lain."
KPPU turun tangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan, penyelidikan soal kisruh mahalnya harga gula yang berlarut-larut telah ditingkatkan ke ranah hukum. KPPU menemukan adanya indikasi pelanggaran aturan persaingan usaha antara pengusaha.
"Kami sampaikan bahwa saat ini persoalan gula masuk ke proses hukum, tidak lagi tahap kajian ekonomi," kata Komisioner KPPU, Guntur Saragih dalam konferensi pers, Rabu (20/5).
Ia menjelaskan, dari hasil kajian KPPU, surat persetujuan impor gula dan realisasinya sudah terjadi. Pada periode Januari - Mei 2020, ada sebanyak gula impor yang masuk sebanyak 450 ribu ton. Namun, harga tetap tinggi, bahkan jauh dari patokan HET.
Menurut Guntur, HET sejatinya sudah memberikan ruang yang besar untuk margin pelaku usaha dalam negeri, apalagi bagi para importir. Di sisi lain, pemerintah juga sudah memberikan relaksasi bagi gula rafinasi milik industri untuk bisa dikonversi menjadi gula konsumsi sebanyak 250 ribu ton.
"Tapi faktanya harga masih tinggi. Ini bisa berpotensi menjadi alat bukti untuk berikan sanksi ke pelaku usaha terkait jika nanti kami temukan adanya pelanggaran persaingan usaha," kata Guntur.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.