X-Kisah
Kisah Pertobatan Saudagar dan Mantan Budaknya
Mengambil hikmah dari kisah saudagar yang bertobat dan mantan budaknya.
OLEH HASANUL RIZQA
Islam mengajarkan kepada umat manusia agar memanfaatkan dengan sungguh-sungguh kehidupan di dunia. Sebab, tiap amalan akan mendapatkan balasan kelak di akhirat.
Sungguh beruntung orang yang memahami dan menyadari kefanaan dunia. Ia akan berhati-hati dalam setiap langkah kehidupan agar tidak merugikan diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Kisah berikut merupakan satu contoh di antaranya.
Dahulu kala, ada seorang saudagar bernama Ibrahim bin Adham. Ia kaya raya dan sukses. Hartanya melimpah. Ia memiliki budak tak kurang dari 72 orang. Mereka semua bekerja kepadanya dengan rasa patuh dan takut.
Suatu hari, Ibrahim berpapasan dengan suatu majelis ilmu yang ramai dikerumuni jamaah. Mereka bahkan meluber hingga ke pinggiran jalan. Tampaknya, kediaman ulama yang menggelar pengajian itu sudah penuh sesak oleh orang-orang. Karena penasaran, Ibrahim pun mendekat.
Cukup lama saudagar itu berdiri di sana. Kini, ia begitu hanyut menyimak penyampaian sang mubaligh. Nasihat ulama itu ternyata menyentuh hati nuraninya. Ia menyadari, hidupnya selama ini disibukkan perkara-perkara duniawi. Betapa lalai dirinya dalam menyiapkan bekal untuk akhirat!
Sesampainya di rumah, ia bertobat nasuha. Keluarganya pun menuruti. Alhasil, Ibrahim bin Adham menjadi lebih gemar bersedekah. Ia pun mulai lagi sering ke masjid, baik untuk beribadah maupun menyapa orang-orang. Masyarakat sekitar bersukacita dengan perubahan perilaku pedagang sukses itu. Demikian pula dengan puluhan budaknya. Sebab, Ibrahim membebaskan mereka seluruhnya.
Kini, 72 orang itu telah menjadi manusia merdeka. Di antara mereka, ada yang kembali ke kampung halaman. Ada pula yang merantau ke kota atau daerah lain. Pertobatan Ibrahim membuka jalan kehidupan baru bagi mereka!
Tahun demi tahun silih berganti. Suatu ketika, Ibrahim sedang bepergian ke luar kota. Saat sedang berjalan-jalan, ia menjumpai seorang lelaki dalam keadaan mabuk minuman keras (khamr). Dari seberang jalan, ia memastikan, pria itu adalah salah satu mantan budaknya.
Sementara itu, orang yang mabuk tersebut melihat sosok Ibrahim samar-samar. Melihat orang datang mendekatinya, si mantan budak itu berseru, "Woi fulan! Bantulah aku pulang ke rumahku!"
"Baik," jawab Ibrahim.
Ibrahim pun memapah lelaki itu.
Cukup lama keduanya berjalan. Akan tetapi, Ibrahim ternyata tidak menuntun pemabuk itu pulang ke rumah. Ia justru membawanya ke kompleks kuburan terdekat. Demi melihat dirinya sedang di gerbang permakaman, lelaki itu pun membentak Ibrahim.
"Celakalah kamu! Bukankah aku memintamu untuk mengantarkanku ke rumahku! Mengapa kamu malah membawaku ke kuburan!?" kata dia.
Ibrahim menjawab, "Wahai orang yang sedang kehilangan akal. Inilah rumah yang sesungguhnya! Adapun rumah-rumah selain ini hanyalah kiasan belaka."
Jawaban itu tidak masuk ke relung hati si pemabuk. Seketika, ia menghantam kepala dan tubuh Ibrahim bin Adham dengan pukulan bertubi-tubi. Bahkan, ia pun melempari mantan majikannya itu dengan batu.
Bagaimanapun, Ibrahim tak memberikan perlawanan. Setiap pukulan yang diterimanya, ia hadapi dengan kesabaran. Berkali-kali lisannya mengucapkan, "Semoga Allah mengampunimu."
Tiba-tiba, datanglah seseorang dari arah seberang jalan. Ia berlari-lari untuk melerai si pemabuk agar tidak terus menyakiti Ibrahim. Ya, ia mengenal orang yang sedang dipukul itu adalah Ibrahim bin Adham, seorang pedagang kaya raya lagi saleh.
"Berhenti!" katanya, "Wahai fulan, mengapa engkau menyiksa mantan majikanmu yang dahulu memerdekakanmu?"
"Memangnya siapa orang ini!?" kata lelaki yang sedang hilang akal itu.
"Dia yang dahulu menjadi majikanmu! Tuan Ibrahim bin Adham! Dialah yang telah membebaskanmu dari status budak," ujarnya lagi.
Tersadarlah ia, orang yang baru saja dipukulinya itu adalah sosok yang telah memerdekakannya. Si pemabuk itu langsung tersungkur ke tanah. Ia bersimpuh, memohon maaf berulang-ulang kepada Ibrahim bin Adham.
"Maafkanlah aku! Sungguh, aku khilaf telah memukulmu!"
"Aku menerima permohonan maafmu karena Allah," ujar Ibrahim.
Setelah berdiri, dengan masih menciumi tangan Ibrahim, lelaki itu pun bertanya, "Wahai Tuan, mengapa engkau tadi malah terus mendoakanku saat aku sedang memukulimu? Mengapa engkau justru berkata, 'Semoga Allah mengampunimu'?"
"Bagaimana aku tidak mendoakan kebaikan bagimu? Perbuatanmu yang memukuliku, itulah yang menjadi penyebabku masuk surga!" jawabnya.
Perkataan Ibrahim bukan tanpa dasar. Ia memahami suatu hadis Nabi Muhammad SAW. Seperti diriwayatkan Ikrimah Maula bin Abbas, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Pada Hari Kiamat nanti, Allah akan menutupi seorang hamba dari pandangan orang-orang. Kemudian, disodorkan kepadanya catatan amal kebajikannya. Allah berkata kepadanya, 'Apa pendapatmu tentang catatan amalmu tadi?'
'Aku melihat banyak kebaikan yang telah kuperbuat,' jawabnya.
'Adakah kebaikanmu berkurang?' kata Allah lagi.
'Tidak,' jawab pria itu.
Kemudian, Allah SWT menyodorkan catatan amal keburukan lelaki itu.
'Apa pendapatmu tentang catatan tadi?'
'Aku melihat banyak keburukan yang telah kuperbuat,' jawab hamba Allah itu.
'Apakah engkau mengakuinya?'
'Ya, aku mengakuinya.'
'Apakah ada yang ditambah-tambahkan pada catatan keburukanmu itu?' kata Allah.
'Tidak ada,' jawabnya.
Allah lalu memperlihatkan kepadanya selembar kertas dan Dia menyuruhnya untuk membacanya. Hamba Allah itu melihat banyak catatan kebaikan untuk dirinya di kertas itu.
'Semua kebaikan yang tercatat pada lembaran itu berasal dari perbuatan orang-orang yang telah menzalimi, menyakiti, dan mengambil hartamu tanpa hak selama di dunia!'" kata Allah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.