Fikih Muslimah
Istri Menafkahi Suami, Bagaimana Hukumnya?
Di dalam Islam, hak dan tanggung jawab suami dan istri diatur sedemikian rupa.
Dalam Islam, aspek rumah tangga dan segala perinciannya telah diatur, termasuk dalam hal nafkah-menafkahi. Dalam kondisi merebaknya virus korona jenis baru (Covid-19) ini, tak sedikit suami yang menganggur dan tak memiliki pekerjaan. Sebagai gantinya, istri turun tangan untuk menafkahi suami dan keluarga. Lantas, bagaimana hukumnya di dalam Islam?
Di dalam Islam pun, hak dan tanggung jawab antara suami dan istri diatur sedemikian rupa. Suami dalam pernikahan diwajibkan memberikan nafkah yang bersifat lahir maupun batin. Kewajiban seorang suami menafkahi rumah tangga --istri dan anak-- juga secara langsung ditegaskan Allah. Dalam Alquran surah an-Nisa ayat 34, yang artinya: "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain. Dan, karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."
Selain itu, Allah SWT menegaskan kewajiban nafkah yang harus dipenuhi suami. Alquran surah al-Baqarah ayat 233 yang artinya: "Kaum ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan, kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada kaum ibu (istrinya) dengan cara yang baik dan benar. (Allah) tidak akan memberikan kadar beban kepada hamba-Nya kecuali dengan kadar kesanggupan (hamba tersebut)."
Artinya, secara hukum yang bersumber dari Allah langsung, nafkah memang merupakan kewajiban seorang suami. Namun, apa jadinya jika dalam kondisi tertentu yang menjadikan kaum suami kehilangan pekerjaan, menganggur atas suatu uzur, atau dalam kondisi fisik yang sakit, kemudian istri yang mencari nafkah?
Dalam kitab Thabaqah karya Ibnu Sa'ad dijelaskan mengenai kisah serta penegasan Rasulullah SAW atas kondisi yang dialami seorang Muslimah bernama Rithah. Rithah yang merupakan istri dari sahabat Nabi, yakni Abdullah bin Mas'ud, ini pernah mendatangi Rasulullah dan berkonsultasi secara langsung.
Rithah sebagai seorang Muslimah yang juga seorang istri, ia juga merupakan seorang pekerja. Dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup anak serta suaminya. Sebab, berdasarkan pengakuannya, ia dan keluarga tak sama sekali memiliki harta apa pun.
Rasulullah kemudian menjawab pertanyaan Rithah dan membolehkan apa yang dilakukannya. Rasulullah berkata: "Kamu mendapatkan pahala dari apa yang kamu nafkahkan kepada mereka (suami dan anak)." Artinya, secara jelas Rasulullah membolehkan seorang istri menafkahi suami serta anaknya dengan catatan-catatan tertentu.
Kisah lainnya pada zaman Rasulullah SAW mengenai seorang Muslimah yang menafkahi suami juga pernah terjadi. Adalah Asma binti Abu Bakar yang mempunyai spirit bekerja keras serta saleha dalam menjalankan syariat agama. Dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Sepanjang Sejarah Islam karya Syekh Muhammad Sa'id Mursi dijelaskan, sosok Asma binti Abu Bakar memang sangat memukau. Dialah perempuan serbabisa yang dikenal dermawan.
Istri dari Zubair bin Awwam ini kerap membantu pekerjaan suami. Ia ikut mencari nafkah dengan menumbuk biji-bijian untuk dimasak, mengurus kuda, hingga memanggul biji-bijian dari Madinah ke kebun yang berjauhan dari sana. Meski mencari nafkah bagi seorang istri diperbolehkan, Syekh al-Qardhawi menyebut bahwa terdapat catatan bagi istri apabila hendak mencari nafkah.
Persyaratannya, antara lain, pekerjaan yang dilakukan harus bersifat halal, tidak mengundang khalawat, tidak menyakiti hati keluarga dan suami, serta tidak membuat anak-anaknya telantar.
Lantas, bagaimana dengan pekerjaan rumah yang terkadang kerap disematkan kepada kaum perempuan? Sesungguhnya, dalam rumah tangga dikenal prinsip gotong royong. Sebuah organisasi yang satu sama lain saling melengkapi. Jika istri terpaksa harus bekerja di luar rumah yang disebabkan satu dan sekian alasan, suami juga perlu mencontoh apa yang dilakukan Rasulullah SAW bila sedang berada di rumah.
Dalam hadis riwayat Imam Ahmad berbunyi: "Dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya ia berkata: seorang laki-laki bertanya kepada Aisyah: '(Wahai Aisyah), apakah Rasulullah SAW juga melakukan pekerjaan di rumahnya?' Aisyah pun menjawab: 'Ya, Rasulullah SAW sering mengesol sandalnya, menjahit pakaiannya, serta melakukan sesuatu di rumahnya sebagaimana salah seorang dari kalian lakukan di rumah'."
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.