Nasional
Tahun Ajaran Baru Bisa Mundur
Selama ini pemerintah masih mengasumsikan tahun ajaran baru berjalan dengan normal, yakni dimulai pada Juli.
JAKARTA -- Belum adanya tanda-tanda penurunan jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia membuka peluang perubahan sistem pendidikan nasional. Salah satu yang mengemuka, yakni tentang dimungkinkannya mengundur tahun ajaran baru dari Juli menjadi Januari jika situasi terus memburuk.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memperkirakan sejumlah skenario yang mungkin terjadi pada tahun ajaran baru pada masa pandemi. Menurut dia, setidaknya ada tiga skenario yang mesti dipersiapkan oleh pemerintah. Ketiga skenario tersebut berbasiskan perkembangan situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Skenario pertama adalah kondisi berjalan normal. Selama ini pemerintah masih mengasumsikan tahun ajaran baru berjalan dengan normal, yakni dimulai pada Juli. Apabila ini yang diinginkan, pada Mei atau paling lambat Juni, kondisi di Indonesia harus sudah dalam keadaan baik. “Harapannya begitu. Jika begitu, tentu tidak masalah,” kata Satriwan dalam sebuah diskusi daring, Ahad (26/4).
Skenario kedua, yaitu apabila belum ada tanda-tanda perbaikan. Meskipun belum ada tanda-tanda perbaikan dari segi kesehatan, tahun ajaran baru tetap diberlakukan Juli 2020. Apabila demikian, pembelajaran semester depannya menjadi daring atau online.
Menurut dia, hal yang wajib dipersiapkan di antaranya kuota internet untuk siswa dan guru ataupun peraturan-peraturan agar pembelajaran daring tidak mengalami kendala. “Ini yang wajib menjadi perhatian,” kata dia.
Sementara, skenario ketiga adalah yang berubah paling besar, yaitu menggeser tahun ajaran baru dari Juli ke Januari 2021. Negara lain memiliki tahun ajaran baru yang berbeda-beda. Jepang dimulai pada April dan Korea Selatan pada Maret. Artinya, lanjut dia, menggeser tahun ajaran baru bisa menjadi alternatif kebijakan.
Sebab, kondisi pandemi Covid-19 masih belum jelas kapan akan berakhir. Tidak sedikit pula ahli yang memperkirakan pandemi akan terus berlangsung hingga akhir tahun.
Apabila skenario kedua yang diambil pemerintah, Satriwan menilai, harus dibuat kurikulum darurat khusus. Hal ini penting agar dalam bencana nasional guru dan siswa tidak kesulitan menjalankan pembelajaran.
Sebab, kata dia, meskipun pemerintah sudah menegaskan tidak mewajibkan guru memenuhi capaian kurikulum secara utuh, masih ada guru yang tetap mendorong capaian utuh karena merasa tidak yakin. Hal ini tentunya akan menyusahkan siswa.
“Karena standar penilaiannya berubah atau setidaknya ada pergesaran. Tidak lagi tatap muka. Jadi, kami berpikir harus ada kurikulum darurat Covid-19,” kata Satriwan.
Dalam diskusi yang sama, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, selama ini pihaknya telah mendorong perangkat negara untuk memaksimalkan semua sumber daya untuk menghadapi Covid-19. Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi akan berakhir.
“Tinggal pertanyaannya, ini semua diskemakan selesai bulan April-Mei. Sekarang pertanyaannya, ini waktunya masih panjang prediksinya bisa sampai akhir tahun walaupun ini masih debatable,” kata Syaiful.
Menurut dia, memang perlu ada penyesuaian kebijakan yang harus dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebab, kebijakan yang diambil sejauh ini mengikuti skema awal, yakni Mei diasumsikan Covid-19 akan terkendali.
Namun, ia setuju apabila pemerintah harus siap menerima kemungkinan terburuknya. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian dan evaluasi lebih jauh terhadap kebijakan yang diambil sejak masa awal pandemi hingga saat ini. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.