Internasional
AS Tetap Ingin ISF Lucuti Hamas
Negara-negara Muslim menolak bergabung dengan ISF bila untuk lucuti Hamas.
TEL AVIV – Amerika Serikat (AS) bersikeras bahwa Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) untuk Gaza harus bertugas melucuti senjata kelompok Hamas dengan cara apapun. Sejauh ini, peran tersebut jadi hambatan bagi negara-negara yang berencana bergabung dengan ISF termasuk Indonesia.
"Pasukan stabilisasi dalam resolusi Dewan Keamanan berwenang untuk [melucuti senjata Hamas]. Kami secara khusus menyatakan, 'dengan segala cara yang diperlukan’,” ujar Duta Besar AS untuk PBB Mike Waltz dilansir Kamis.
Waltz menyatakan, peran ISF Itu akan menjadi pembicaraan dengan masing-masing negara. “Pembicaraan mengenai] aturan keterlibatan untuk ISF sedang berlangsung... Presiden Trump telah berulang kali mengatakan, Hamas akan melucuti senjatanya dengan satu atau lain cara - dengan cara yang mudah atau cara yang sulit," kata Waltz dalam sebuah wawancara dengan Channel 12 di akhir perjalanannya ke Israel minggu ini.
Sejak resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberikan mandat internasional untuk ISF diadopsi bulan lalu, AS belum mengumumkan negara mana pun yang bergabung dengan pasukan asing. Hampir semua calon penyumbang pasukan enggan terlibat dalam bentrokan dengan Hamas untuk melucuti senjata kelompok tersebut atau membuat tentara mereka terjebak dalam baku tembak Israel-Hamas di Gaza.
Meskipun Waltz secara terbuka menyebut Azerbaijan sebagai salah satu negara yang mungkin menjadi kontributor, seorang pejabat Azerbaijan mengatakan kepada The Times of Israel pada akhir pekan bahwa Baku masih jauh dari mengambil keputusan seperti itu. Salah satu masalah yang menghambat negara-negara tersebut adalah veto Israel terhadap keterlibatan Turki dalam ISF.
Para negara calon penyumbang pasukan merasa bahwa Ankara diperlukan sebagai penjamin di lapangan. Ini mengingat hubungannya dengan Hamas dan perannya sebagai mediator dan penjamin gencatan senjata.
Waltz mengindikasikan bahwa AS masih berupaya mengubah sikap Israel mengenai masalah ini. Ia mengatakan kepada Channel 12 bahwa pembicaraan mengenai masalah ini “sedang berlangsung.”
Ketika ditanya apakah AS akan mengizinkan transisi ke tahap kedua dari rencana Trump di Gaza – di mana ISF dan mekanisme transisi untuk mengelola Gaza dibentuk – sebelum jenazah sandera terakhir yang masih ditahan di Jalur Gaza ditemukan, Waltz menghindari menjawab secara langsung tetapi mengatakan bahwa Washington berkomitmen untuk memulangkan semua sandera.
Waltz juga mendapat tekanan saat melaporkan bahwa dalam panggilan telepon pekan lalu, Presiden AS Donald Trump meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menjadi mitra yang lebih baik dalam implementasi rencana perdamaian Gaza.
Utusan AS itu meremehkan gagasan keretakan, dan bersikeras bahwa hubungan AS-Israel tetap kuat di bawah pemerintahan Trump, bahkan ketika ada perbedaan pendapat dan “percakapan alot” antar “keluarga” – sebuah pembelaan yang sering digunakan pada masa pemerintahan Partai Demokrat untuk meremehkan gagasan ketegangan antar negara.
Waltz juga mengatakan bahwa Trump “ingin melihat pengampunan ini” untuk Netanyahu, dan mencatat bahwa Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee telah terlibat dalam masalah ini. Trump menulis permintaan resmi kepada Presiden Isaac Herzog bulan lalu, dan Netanyahu melakukan hal yang sama.
Herzog sekarang sedang menjalani proses untuk mengambil keputusan, kata Waltz.
Mengenai meningkatnya suara anti-Israel di partai Republiknya, Waltz mengatakan cara untuk memerangi fenomena ini adalah “dengan terus-menerus mengingatkan semua orang… akan… nilai-nilai Yahudi-Kristen dan nilai-nilai bersama kita” serta kerjasama keamanan antara AS dan Israel.
“Israel adalah sekutu yang sangat diperlukan di Timur Tengah… Banyak dari hal ini hanya… kembali ke dasar-dasar tersebut dan mengkomunikasikannya kepada generasi berikutnya di Amerika dari sayap kanan,” kata Waltz.
Sejauh ini, negara-negara yang mulanya bakal menyumbang pasukan seperti Azerbaijan dan Pakistan telah menyatakan tak akan ikut serta bila tujuan ISF adalah melucuti Hamas. Meski belum memberikan pernyataan resmi, Indonesia agaknya berada pada posisi yang sama.
“Kita juga tidak mau jika harus berperang melawan Hamas,” kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI kepada Republika pekan lalu. Saat ini, diplomat-diplomat negara-negara Muslim tengah terus menggodok bentuk akhir dari pasukan yang keberadaannya sudah diloloskan Dewan Keamanan PBB tersebut.
Sementara Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan menyatakan ISF di Gaza harus memprioritaskan pemisahan pasukan Israel dan warga Palestina ketimbang pelucutan senjata kelompok perlawanan Palestina.
Dia juga mendaku bahwa Indonesia dan Azerbaijan, dua negara yang telah menawarkan untuk menyumbangkan pasukan, akan lebih memilih Turki untuk menjadi anggota ISF. Hal itu sejauh ini ditolak Israel.
Sejauh ini, menurutnya, pembicaraan mengenai komposisi pasukan, bersama dengan keanggotaan dewan perdamaian yang direncanakan dan komite teknokratis Palestina yang beranggotakan 15 orang untuk menjalankan layanan di Gaza, mandek karena pembicaraan rinci mengenai mandat ISF terjadi di balik layar.
“Pelucutan senjata tidak bisa menjadi tahap pertama dalam proses ini,” kata Fidan, berbicara di Doha akhir pekan lalu dilansir the Guardian. “Kami perlu melanjutkan dalam urutan yang benar dan tetap realistis.” Dia menambahkan bahwa tujuan pertama ISF “seharusnya memisahkan warga Palestina dari Israel”.
Pemimpin politik Hamas di luar Gaza, Khaled Meshaal, telah menawarkan jaminan bahwa kelompok tersebut akan mengambil langkah-langkah untuk menghentikan serangan terhadap Israel di masa depan dari daerah kantong Palestina yang terkepung. Namun ia menambahkan bahwa menyerahkan senjata bagi Hamas seperti “menghilangkan jiwa” dari kelompok tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan Aljazirah Arab, pemimpin politik Hamas memaparkan posisi kelompok tersebut mengenai isu-isu utama di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa momentum perundingan gencatan senjata mungkin memudar ketika fase pertama berakhir.
Hamas mengatakan pada Selasa bahwa gencatan senjata tidak dapat dilanjutkan jika Israel terus melakukan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut. Pihak berwenang di Palestina mengatakan gencatan senjata telah dilanggar setidaknya 738 kali sejak berlaku pada 10 Oktober.
Meshaal juga mengatakan kepada Aljazirah bahwa Hamas tidak akan menerima pemerintahan non-Palestina di Gaza, di tengah spekulasi mengenai pembentukan “dewan perdamaian.” Dewan itu dibentuk oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang diusulkan sebagai kemungkinan alternatif bagi pemerintahan Hamas sejak tahun 2006.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
