Puisi Pentalogi Doa-Doa di Persimpangan | Daan Yahya/Republika

Sastra

Pentalogi Doa-doa di Persimpangan

Puisi Fileski Walidha Tanjung

Oleh FILESKI WALIDHA TANJUNG

Pentalogi Doa-doa di Persimpangan 


Yang Menyala dalam Senyap

Di sebuah rak yang penuh debu

kitab itu tetap berdiri tegak,

ayat-ayatnya bergetar,

ingin melompat keluar dari sampulnya,

sementara orang-orang kota

lebih percaya algoritma

dan mesin pencari di dunia maya

 

Kitab suci hanya menjadi hiasan,

sesekali jadi pelengkap mas kawin pernikahan,

atau tanda formalitas ruangan saja;

padahal di dalam kitab itu ada sungai abadi

yang sanggup meredakan kemarau

di tengah dahaga zaman

 

***

 

Alif  Menyapa Salib

 

Alif itu menunduk, dan salib itu tersenyum

dua jalan yang seolah berlawanan

sesungguhnya sama-sama menengadah

pada satu cahaya.

 

Kitab-kitab itu bercengkrama

“Hai, ingatkah engkau, bahwa kita lahir

dari rahim kata-kata yang sama:

yaitu firman-Nya?”

Di antara bedug dan lonceng gereja

ada gema yang tak pernah bertikai,

hanya manusia saja yang membuatnya

seperti berkelai. 

 

Andaikan kitab suci dipeluk dengan adab,

bukan dengan ego

tentu tidak akan ada setetespun darah

yang tertumpah atas nama perbedaan.

 

***

 

Bulan Kitab-kitab Suci

 

Bulan kitab-kitab suci

seperti panggung agung,

tempat semua kitab

dipanggil untuk duduk di kursi kehormatan.

 

Kitab-kitab berbaris seperti orkestra

memainkan suara persaudaraan.

 

Namun ada saja penonton yang masih berdebat,

tentang kitab siapa yang paling nyaring suaranya,

tentang kitab siapa yang paling jelas tulisannya.

 

Padahal bulan ini hanya ingin kita

menyanyikan lagu yang sama:

lagu tentang kerukunan,

lagu tentang perdamaian,

lagu yang mengajarkan kita

bahwa cahaya Tuhan bukanlah cahaya

yang hanya memancarkan satu spektrum saja. 

 

Tersesat di Layar Digital

 

Mesin algoritma menjadi nabi-nabi palsu,

AI berdiri di mimbar maya,

memberi tafsir dengan kata-kata

tanpa nyawa 

 

Manusia lupa,

kitab suci bukan sekadar tulisan,

ia adalah pelukan sang waktu,

ia adalah nafas para nabi,

ia adalah jejak kaki yang harus ditelusuri

dengan hati nurani yang suci.  

 

Orang-orang hari ini tersesat

karena berusaha mencari jalan singkat

padahal kebenaran

tidak bisa diunduh dalam sekali klik,

kebenaran adalah tangga menuju langit

dan untuk menuju kesana

hanya bisa dengan menginjak-injak

kepala kita sendiri. 

 

***

 

Doa di Persimpangan

 

Aku sampai di satu persimpangan:

melihat jalan yang dihiasi kaligrafi,

juga melihat jalan yang dipenuhi salib-salib emas.

 

Aku mendengar lantunan ayat,

aku mendengar kidung yang menyayat;

keduanya menengadahkan doa-doa

pada langit yang sama.

 

Tuhan pun tersenyum pada manusia

sementara masih saja ada manusia

yang saling menghunus lidahnya

antara satu dan yang lainnya.

 

Oh, bila saja kita mau belajar kembali

membuka kitab suci dengan hati yang jernih 

bukan hanya meletakkannya di dalam lemari,

tapi menaruhnya dalam dada.

 

Maka perbedaan bukanlah luka,

perbedaan adalah harmoni,

seperti nada dan irama

yang menjadikan megahnya

sebuah alunan simfoni semesta.

 

September 2025 

Fileski Walidha Tanjung adalah penulis dan penyair kelahiran Madiun 1988. Aktif menulis puisi di berbagai media nasional. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat