
Internasional
Israel Bakal Caplok Kota Gaza, Kekacauan Menjelang
Kabinet Perang Israel setujui pencaplokan Kota Gaza.
TEL AVIV – Kabinet Perang Israel menyepakati rencana untuk menduduki Kota Gaza. Perlawanan kemungkinan akan dilakukan oleh warga dan tentara cadangan Israel.
"Kita akan melihat dalam beberapa hari ke depan, ratusan ribu warga Israel di jalan-jalan berdemonstrasi menentangnya. Kita akan melihat semakin banyak tentara, pasukan cadangan, yang menolak wajib militer, sementara kita juga menyaksikan komunitas Ortodoks memblokir jalan," kata analis politik Israel Akiva Eldar mengatakan rencana Netanyahu kepada Aljazirah.
Menurutnya, yang akan terjadi di Israel adalah kekacauan total, baik secara ekonomi, militer dan sosial. Ia menambahkan bahwa ada rasa frustasi yang semakin besar juga di kalangan militer karena tidak ada strategi keluar yang jelas dari Gaza.
“Tidak ada peluang untuk mengembalikan para tawanan hidup-hidup ke keluarga mereka, akan semakin banyak warga Israel yang terbunuh dan banyak warga Israel yang menyerukan untuk menghentikan perang [karena] hal itu tidak bermoral,” kata Eldar.
“Ini sangat tak bermoral. Kelaparan ini tak bermoral. Tak bermoral jika melakukan lebih banyak kejahatan perang setelah sekian lama dan setelah begitu banyak kejahatan perang yang dilakukan Israel di Gaza.”
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer juga mengatakan keputusan Israel untuk menguasai Kota Gaza adalah hal yang salah. Ia mendesak pemerintah Israel mempertimbangkan kembali.

“Keputusan Pemerintah Israel untuk lebih meningkatkan serangannya di Gaza adalah salah, dan kami mendesak mereka untuk segera mempertimbangkannya kembali,” katanya dalam sebuah pernyataan. "Tindakan ini tidak akan mengakhiri konflik ini atau membantu pembebasan para sandera. Ini hanya akan menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah."
Starmer mengatakan Israel harus melakukan deeskalasi daripada melancarkan operasi. “Keputusan pemerintah Israel untuk lebih meningkatkan serangannya di Gaza adalah salah, dan kami mendesak mereka untuk segera mempertimbangkannya kembali,” katanya.
Menurutnya, tindakan Israel ini tidak akan mengakhiri konflik ini atau membantu pembebasan para sandera. Ini hanya akan menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah. “Setiap hari krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk dan sandera yang diambil oleh Hamas ditahan dalam kondisi yang mengerikan dan tidak manusiawi.
“Apa yang kita butuhkan adalah gencatan senjata, peningkatan bantuan kemanusiaan, pembebasan semua sandera oleh Hamas dan solusi yang dinegosiasikan. Hamas tidak dapat berperan dalam masa depan Gaza dan harus pergi serta melucuti senjatanya.
”Sementara koresponden Aljazirah menyatakan pendudukan ini akan sepenuhnya mengubah kehidupan sehari-hari di sini dari kehancuran dan kesulitan menjadi dominasi penuh. Masyarakat khawatir akan melihat pos pemeriksaan militer, tank-tank Israel di jantung kota, dan warga harus meminta izin militer Israel untuk mengambil makanan dan air.

Potensi pendudukan ini memicu ketakutan dan kepanikan yang sangat besar di kalangan masyarakat di sini karena mereka tahu seperti apa kehidupan di bawah pendudukan.
“Saya ingat situasi sebelum tahun 2005, sebelum penarikan sepihak Israel dari wilayah tersebut. Penggerebekan dan penangkapan rumah terus terjadi, serupa dengan apa yang terjadi di Tepi Barat yang diduduki,” ujar koresponden Aljazirah.
Menurut media Israel, rencana menduduki Kota Gaza ditentang oleh Kepala Staf Angkatan Darat Eyal Zamir. Otoritas Penyiaran Israel mengatakan komandan tertinggi Israel menentang tindakan tersebut karena akan membahayakan nyawa 20 tawanan yang diyakini masih hidup, akan melelahkan tentara Israel dan merusak legitimasi internasional Israel.
Zamir malah mengusulkan pengepungan tambahan di Jalur Gaza tanpa mobilisasi pasukan cadangan yang ekstensif, kata laporan itu.
Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid juga menyebut keputusan kabinet keamanan Israel yang mendukung rencana Perdana Menteri Netanyahu untuk menduduki Kota Gaza sebagai “bencana yang akan menyebabkan lebih banyak bencana”.
Lapid mengatakan Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich telah “menyeret Netanyahu ke dalam tindakan yang akan memakan waktu berbulan-bulan, menyebabkan kematian sandera dan tentara, merugikan pembayar pajak Israel sebesar puluhan miliar, dan mengakibatkan keruntuhan diplomatik”.
“Inilah yang diinginkan Hamas: agar Israel terjebak di wilayah tersebut tanpa tujuan, tanpa memberikan gambaran apa yang akan terjadi pada hari berikutnya, dalam pendudukan sia-sia yang tidak ada yang mengerti kemana arahnya,” katanya.
Kabinet keamanan Israel semalam menyetujui usulan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mencaplok Kota Gaza di tengah Jalur Gaza. Mereka mengesampingkan peringatan dari pasukan penjajahan Israel bahwa operasi tersebut berisiko terhadap nyawa para sandera yang tersisa selain berpotensi memicu bencana kemanusiaan.
Pembatasan pengambilalihan kota padat penduduk tampaknya tidak sejauh apa yang sebelumnya digambarkan sebagai rencana untuk menduduki seluruh Jalur Gaza. Netanyahu mengatakan kepada Fox News beberapa jam sebelum kabinet keamanan bersidang bahwa pengambilalihan penuh adalah niatnya.
Namun, pernyataan dari kantor Netanyahu menggambarkan proposal yang diadopsi tersebut bertujuan untuk “mengalahkan Hamas,” yang berarti bahwa mungkin ada operasi berikutnya di luar Gaza yang disetujui dan tidak diumumkan.

Keputusan tersebut tidak menggunakan kata “menduduki,” dan malah merujuk pada “pengambilalihan,” karena alasan hukum berkaitan dengan tanggung jawab Israel atas masalah sipil di Gaza, menurut situs berita Ynet. Namun, outlet tersebut menambahkan, dengan mengutip seorang pejabat senior Israel yang tidak disebutkan namanya, bahwa perbedaan ini hanya di permukaan, dan keputusan tersebut sebenarnya berkaitan dengan kekuasaan militer penuh. Penaklukan akan berhenti jika kesepakatan penyanderaan tercapai, menurut laporan itu.
Para menteri juga mendukung lima prinsip yang harus dipenuhi agar perang berakhir. Diantaranya pelucutan senjata Hamas, pengembalian semua sandera, demiliterisasi Gaza, kontrol keamanan Israel yang berkelanjutan di Gaza, dan pemerintahan sipil pascaperang yang mengecualikan Hamas dan Otoritas Palestina.
Israel mengatakan saat ini mereka menguasai 75 persen wilayah Jalur Gaza, sementara IDF menghindari memasuki wilayah 25 persen sisanya – yang sebagian besar terdiri dari Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di Gaza tengah. Mereka meyakini bahwa sebagian besar sandera ditahan di sana. Hampir seluruh dari dua juta warga Gaza saat ini berada di wilayah Jalur Gaza yang tidak dikontrol oleh IDF.
Hamas mengancam akan mengeksekusi sandera jika agennya mendeteksi pasukan Israel mendekat. Enam sandera Israel di Rafah, di Gaza selatan,tewas Agustus lalu ketika pasukan IDF secara tidak sengaja mendekati terowongan tempat mereka ditahan.
Beberapa pihak berspekulasi setelah keputusan kabinet diumumkan apakah pembicaraan sebelumnya mengenai operasi skala besar merupakan taktik tekanan yang bertujuan membujuk Hamas agar kembali ke meja perundingan sesuai persyaratan Israel.
Sekitar 800.000 warga Palestina – banyak di antaranya telah menjadi pengungsi beberapa kali selama perang 22 bulan – saat ini tinggal di Kota Gaza, di Gaza utara. Seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada The Times of Israel bahwa rencana yang disetujui oleh kabinet akan membuat warga sipil dievakuasi ke arah selatan.
Keputusan kabinet menyatakan bahwa warga Palestina memiliki waktu hingga 7 Oktober 2025 untuk mengevakuasi Kota Gaza – periode dua bulan yang juga bertepatan dengan ulang tahun kedua serangan Hamas terhadap Israel, kata pejabat Israel.
IDF kemudian akan melancarkan serangan darat ke Kota Gaza, mengepung daerah tersebut untuk membunuh anggota Hamas yang tersisa. Setelah pengambilalihan selesai, pejabat tersebut mengindikasikan bahwa IDF akan melanjutkan ke sisa wilayah Gaza yang belum ditaklukkan.
Pernyataan dari kantor Netanyahu menyebutkan bahwa Israel akan memberikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil di luar zona pertempuran.
Pada Rabu, Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee mengatakan bahwa Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS dan Israel akan memperluas operasinya dari tiga menjadi 16 lokasi distribusi yang akan beroperasi setiap hari. Pernyataan ini seolah-olah untuk memperhitungkan evakuasi baru.
Pernyataan dari kantor Netanyahu mencatat bahwa mayoritas anggota kabinet mendukung daftar lima prinsip yang harus dipenuhi oleh Israel sebelum setuju untuk mengakhiri perang dengan Hamas. Yang pertama adalah soal perlucutan senjata pejuang Palestina. Kemudian kembalinya 50 sandera yang tersisa, 20 diantaranya diyakini masih hidup. Yang ketiga demiliterisasi Jalur Gaza. Keempat, kontrol keamanan Israel atas Jalur Gaza; dan yang terakhir adanya pemerintahan sipil alternatif selain Hamas atau Otoritas Palestina.
Netanyahu telah lama menolak peran Otoritas Palestina, namun penerapan formal garis merah tersebut berisiko meninggalkan Israel sendirian untuk memerintah Gaza setelah perang. Hal ini karena semua negara Arab yang telah menyatakan kesediaannya untuk membantu upaya rehabilitasi telah mengkondisikan partisipasi mereka pada keterlibatan Ramallah.
Meskipun demikian, Netanyahu mengklaim dalam wawancara dengan Fox News bahwa setelah mereka menyelesaikan pengambilalihan Jalur Gaza, Israel akan menyerahkan kendali kepada “pasukan Arab.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.