|

Sastra

Penyair-Penyair di Zaman Nabi

Puisi Imam Budiman

Oleh IMAM BUDIMAN

Ruh Kudus Mencintainya 

Pada Sebuah Riwayat Sahih

— Hassan bin Tsabit


propoganda.

anyir. hitam.

 

seakan badai gurun, yang memecah batu, 

yang mengusung debu, mematikan benih

kurma terakhir milik pengadang limbubu.

 

dua kabilah berseteru

tentang anak-cucu 

ilah yang satu.

 

jibril tidak sedang di langit

menyisir enam ratus sayap

meminyaki tiap helainya

dengan kesturi terbaik

 

bentangan.

permata. yakut.

 

jibril tidak sedang di pasar

mengasini kismis yahudi

beserta sekerat roti.

 

melainkan sembunyi 

pada satu judul puisi.

 

2023

***

 

Lima Puluh Hari

— Ka’ab bin Malik

 

tabuk tidak sepenggalah; daun kering tersapu badai gurun

bekal telah disarungkan ketika jejak rombongan kavaleri

     —bergerak semakin menjauh dari kota penuh cahaya itu

 

ia yang gelisah dan murung tercatat dalam pertanyaan

sebuah dusta yang urung tiada dapat menyelamatkan

     —kesalahannya sungguh tak terampunkan

 

adakah sebuah kejujuran menerbitkan kebahagiaan 

yang tak pernah dirasakan sejak pertama dilahirkan

     —setelah lima puluh hari terasing tanpa bicara 

 

2023

***

 

Selendang Pertama Nabi 

bagi 59 Bait Banat Suad

— Ka’ab bin Zuhair

 

sekandung darah berkirim surat, nyawa 

berada di tapal antara cemas dan syahwat.

 

tak ada nama suku yang dapat menyimpan

tubuhmu di tahun-tahun pasca perang batu.

 

waktu perburuan akan segera meringkusmu bunyi surat itu, menyusuplah selekas deru.

 

pendosa tak sepenuhnya dilenyapkan di bawah kiswah, pada 

daftar pencarian serta penebusan, sebelum cadar hitam yang 

samar dan asing itu disingkap dan suara di baliknya berkata: 

kekasih ilah, sungguh puisi menggerusku dari masa lalu.

 

dalam persaksi menderas puisi 

seperti cara mendaras kitab suci.

 

2023

***

 

Di Hadapan Kakbah

— Abdullah bin Rawahah

 

dataran tinggi di lembah suci

satu kekasih begitu sabar menanti

penuh cemas dan sedikit berhati-hati

para utusan yang tiba setengah sembunyi

 

seusai baiat rahasia itu, ia membaktikan dirinya pada kata

mengabdikan ternak puisinya di sekeliling dinding kakbah

membacakan puisi ketika tawaf, di kecamuk pertempuran

di saat napas tinggal sehela jelang kematian sebagi martir

 

barangkali dua ratus ribu musuh tak mengerdilkan nyali 

saat ia berorasi menentang kegelisahan sepenuh berani

 

sungguh ilah kami menguatkan puisimu ihwal firasat

terang jalan cahaya setiap gulita yang sesat

 

2023

***

 

Perempuan Empat Martir

— Al-khansa binti Amru

 

singsingkan lengan jubahmu, nak, berangkatlah

adalah kuda, sebilah pedang, busur anak panah

tiada tercoreng tanda di kening segala sumpah

 

maka perempuan itu menciptakan puisi dari air mata 

ketika empat anak lelakinya, yang berdebat dari bilik

yang gugur di bawah terik, tidak pulang ke dapurnya

     —telah sampai kuah sup serta tungku api di surga

 

perempuan paling pandai menulis puisi 

atas riwayat sahih kalam nabi

 

2023

***

 

Menjumpai Puisi dalam Din

— Labid bin Rabi’ah

 

barangkali kesedihan tidak lagi sama selepas tualang 

saat petir bertamu ke teras menjemput sedarah pulang

     —mungkin satu puisi dapat menyembuhkan

 

ia menghafal ayat; menjumpai senarai gerimis, bulan

setengah gigitan, ibu langit yang mengasuh bintang.

     —meninggalkan kata-kata sendirian

 

tak ada satu puisi dituliskan setelah ribuan metafor

tunduk dan takluk di hadapan baris akhir surah ini.

 

tuhan mengganti sebaik-baik puisi

semisal din bertepi ke sebuah pagi.

 

2023

***

 

Melarikan Diri

— Abdullah bin Al-za’bari

 

tak tanggal dari ingatan selain dendam amarah

di batas mata air, bukit batu serta parit besar itu

masih terkenang darah—luka menyebar di sana

 

lembah itu telah tunduk sebelum ia melarikan diri ke najran

kelam yang lain menariknya dalam keterasingan—rasa takut

sebuah puisi menyelamatkan—berhari-bulan dalam kelindan

meski usia kepalang uzur; kebun surga telah terbit dari timur

 

2023

***

 

Menakwil Mimpi

Thufail bin Amr

 

setelah ini tidak ada puisi, helai rambut tiada lagi 

seekor burung bersarang—terbang dari mulutku

seorang perempuan bukan ibuku memasukkan

daging dan tulangku ke dalam perutnya.

 

anakku benar anakku, meminta turut

tetapi sebuah dinding tiada mematut

     —bagi takwil dan rasa takut

 

tangan kanannya tertinggal di sana

     —apakah hidup masih ada

 

barangkali aku akan gugur

 pergi setelah baris puisi ini

 

2023

***

 


Satu Puisi Lagi

— Umayyah bin Abi As-shalt

 

ia menyimpan dan menyitir

meski hatinya nampak getir

 

telah terang penanda dari surat taurat dan injil 

ia yang melakukan perjalanan ke arah selatan 

demi seorang rahib yang mengabarkan berita

     —sungguh telah tercatat namanya

 

ia menduga karibnya menjadi utusan akhir

     —tetapi itu menentang takdir

 

dalam sebuah perjalanan tanpa bunyi

 

darinya, beri aku satu puisi

lagi dan lagi, pinta sang nabi.

 

2023

***

Imam Budiman, kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur. Biografi singkat tentang dirinya termaktub dalam buku: Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017); Ensiklopedia Penulis Sastra Indonesia di Provinsi Banten (Kantor Bahasa Banten, 2020); dan Leksikon Penyair Kalimantan Selatan 1930–2020 (Tahura Media, 2020).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat