Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2020). | ANTARA FOTO

Nasional

Telegram Kapolri Dinilai Berbahaya

MK telah membatalkan semua ketentuan pidana terkait penghinaan presiden.

 

JAKARTA -- Telegram Kepala Polri Jenderal Idham Azis tentang pedoman pelaksanaan tugas reskrim dinilai berbahaya dan berpotensi menyalahgunakan wewenang. Poin yang dinilai bermasalah dalam telegram tertanggal 4 April 2020 adalah tentang penindakan tegas bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah. Setidaknya satu orang telah ditangkap dengan tuduhan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo setelah telegram tersebut muncul.

 

"Aturan ini berbahaya sekali. Ini berpotensi abuse of power. Nanti ada yang kritisi sedikit, langsung ditindak polisi,\" kata Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, Selasa (7/4).

 

Anggota Fraksi Partai Nasional Demokrat tersebut mengingatkan, Indonesia adalah negara demokrasi sehingga masyarakat berhak melakukan kritik terhadap presiden dan pemerintahannya. Dalam situasi yang memprihatinkan terkait wabah virus korona saat ini, kata dia, polisi harusnya berfokus memberikan layanan dan perlindungan terhadap masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. "Polisi harus ingat bahwa mereka digaji rakyat, bekerja untuk rakyat," kata dia.

 

photo
Personel Sabhara melakukan simulasi penanganan gangguan keamanan di Polres Lhokseumawe, Aceh, Senin (6/4/2020). - (RAHMAD/ANTARA FOTO)

 

Surat telegram kapolri tersebut mengatur pelaksanaan tugas reskim Polri selama masa wabah Covid-19. Dalam surat itu, Polri memetakan jenis pelanggaran atau kejahatan yang mungkin terjadi selama masa darurat, yaitu ketahanan akses data internet, penyebaran //hoaks// terkait Covid-19 dan kebijakan pemerintah, penghinaan kepada presiden dan pejabat pemerintah, penipuan penjualan produk kesehatan, dan orang yang tidak mematuhi protokol karantina kesehatan.

 

"(Surat telegram diterbitkan) dalam rangka penanganan perkara dan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19 dalam pelaksanaan tugas dan fungsi reskrim terkait PSBB," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo saat dikonfirmasi pada Sabtu (4/4).

 

Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, M Nasir Djamil, meminta polisi tetap mengedepankan langkah persuasif dan bijak. Menurut dia, tidak bisa dimungkiri kabar bohong soal Covid-19 merugikan masyarakat dan harus ditindak. "Sedangkan, warga negara yang kritis mengkritik kebijakan negara dalam mengatasi pandemi ini harus dlindungi. Polri harus bersama rakyat," kata Nasir, Senin (6/4).

 

Ia juga meminta polisi hati-hati. Sebab, selain mengandung multitafsir dan seperti 'pasal karet', aturan penghinaan presiden itu sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). "Indonesia ini negara hukum yang demokratis. Karena itu, pro dan kontra terhadap kebijakan negara dalam mengatasi wabah Covid-19 adalah hal yang lumrah," kata dia.

 

Anggota Komisi III lainnya, Didik Mukrianto, meminta Polri tidak menimbulkan keresahan dan berpotensi intimidatif. \"Tidak perlu dibumbui dengan hal-hal lain yang tidak relevan, apalagi menimbulkan keresahan atau berpotensi intimidatif,\" kata wakil ketua Fraksi Partai Demokrat itu, Senin.

 

Sementara, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, tindakan Polri tersebut jelas melawan putusan MK. Sebab, MK melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah membatalkan pasal-pasal KUHP yang dapat menyasar kasus-kasus penghinaan presiden.

 

MK dalam putusannya menegaskan, perbuatan kriminalisasi penghinaan presiden tidak lagi relevan diterapkan dalam masyarakat demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. MK juga menekankan tidak boleh lagi ada pengaturan sejenis dengan delik penghinaan presiden yang sudah diputus MK. "Dengan demikian, ketentuan pidana apa pun mengenai penghinaan terhadap penguasa yang dilihat secara kelembagaan tidak dapat digunakan untuk melindungi kedudukan presiden sebagai pejabat dan pemerintah," ujarnya.

 

Penangkapan

Pada Sabtu (4/4) malam, Satuan Reskrim Polres Tanjungpinang, Kepulauan Riau, menangkap seorang pria berinisial WP (29 tahun), dengan tuduhan menghina Presiden Joko Widodo melalui jejaring sosial. "Pelaku diamankan di kediamannya, Sabtu malam," kata Kepala Satreskrim Polres Tanjungpinang, AKP Rio Reza Panindra, Senin (6/4).

WP, kata dia, mengunggah gambar Jokowi di laman Facebook-nya. Namun, konten yang dimuat dinilai mengandung unsur penghinaan. WP dijerat dengan Pasal 45 Ayat 3 UU ITE dengan ancaman empat tahun penjara. \"Pelaku tidak ditahan, hanya wajib lapor. Namun, proses hukum tetap berjalan," kata Rio.

 

Rio meminta masyarakat bijak menggunakan media sosial, dengan tidak memuat gambar atau tulisan yang berpotensi melanggar hukum. "Saat ini kami gencar patroli siber, salah satunya untuk menangkal hoaks di tengah pandemi Covid-19," kata dia.

Di kantor Polres Tanjungpinang, WP dibuatkan video permintaan maafnya kepada Presiden Joko Widodo. Video singkat tersebut kemudian diunggah ke media sosial. "Saya mohon maaf. Saya tidak bermaksud menghina Pak Presiden, awalnya hanya untuk lelucon semata," kata dia.

 

Kepolisian juga menangkap pengguna akun media sosial yang mengunggah konten penghinaan terhadap Presiden Jokowi dan mengandung unsur SARA dengan tersangka berinisial AL.

 

"Tersangka AL telah dilaporkan atau dimonitoring sejak 2018. AL ini dipersangkakan telah melakukan tindakan kejahatan berupa penghinaan kepada Presiden dan juga SARA. Dalam melakukan kejahatan ini tersangka tidak sendiri, dibantu oleh tiga orang rekannya. Sementara yang tiga masih berstatus saksi dan sedang dilakukan pemeriksaan intensif oleh pihak penyidik Direktorat Bareskrim," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Asep saat virtual konferensi pers melalui akun Instagram, Senin (6/4).

 

Kemudian, ia menjelaskan tersangka telah diawasi sejak 2018. Lalu, polisi terus melakukan monitoring sampai dengan 2019 yang masih juga melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dan 2019 itu dilakukan pembuatan laporan polisi oleh penyidik. Ternyata Februari 2020 terdapat laporan dari seseorang ke Polda Jawa Barat tentang kegiatan yang dilakukan oleh tersangka. Dan 2020 pada bulan April dilaporkan ke Bareskrim Polri berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan oleh tersangka. 

 

Modus operandinya adalah yang bersangkutan melakukan kegiatan pemostingan, yang sebelumnya dilakukan pembuatan video, merekam video tersebut kemudian diposting yang berkaitan dengan unsur SARA, diskriminasi etnis dan ras.  "Kemudian berita bohong, penghinaan terhadap penguasa yang juga memposting dan diviralkan melalui akun media sosial maupun WhatsApp grup yang ada," kata dia. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat