
Internasional
Pencaplokan Israel di Gaza Hampir Pungkas
Israel bakal mengebut pencalokan Tepi Barat.
GAZA -- Pembersihan etnis yang dilakukan pemerintah Israel di Jalur Gaza dilaporkan sudah mulai pungkas. Sementara pencaplokan Tepi Barat juga bakal dikebut.
Kantor Media Pemerintah Palestina memperingatkan pada Ahad (25/5) bahwa pasukan Israel sekarang melakukan kontrol efektif atas 77 persen Jalur Gaza. Israel mengontrol Gaza menggunakan cara pembersihan etnis sistematis, pemindahan paksa, dan genosida.
Dalam sebuah pernyataan, Kantor Media Pemerintah Palestina mengutip laporan lapangan dan analisis para ahli yang menunjukkan bahwa militer Israel telah secara langsung menduduki atau memberlakukan kontrol tembakan yang mematikan di sebagian besar wilayah Gaza.
Penempatan pasukan di dalam wilayah pemukiman, pengeboman tanpa henti, dan perintah evakuasi yang berulang-ulang telah membuat puluhan ribu warga Palestina meninggalkan rumah mereka di bawah ancaman kematian.

“Dominasi paksa ini menggunakan kekuatan brutal untuk mengosongkan tanah dari penduduk aslinya, ini merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional, terutama empat Konvensi Jenewa, dan prinsip-prinsip inti keadilan internasional,” kata pernyataan Kantor Media Pemerintah Palestina, dikutip dari laman Days of Palestine, Senin (26/5/2025).
Kantor Media Pemerintah Palestina mengutuk kebijakan pemindahan massal yang sedang berlangsung, dan menyebutnya sebagai kampanye genosida dan kolonialisme pemukim yang terencana.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa Israel dan semua negara yang terlibat dalam blokade dan pengeboman bertanggung jawab penuh atas kejahatan ini dan mendesak PBB, Dewan Keamanan, Mahkamah Pidana Internasional, dan pelapor khusus PBB untuk segera melakukan investigasi independen.
“Kontrol paksa atas sebagian besar wilayah Gaza ini merupakan upaya untuk menggambar ulang peta berdasarkan keputusan kolonial,” kata pernyataan itu memperingatkan. “Hal ini menuntut tanggapan bersejarah dan berani dari dunia bebas sebelum identitas Gaza dihapus sepenuhnya,” kata Kantor Media Pemerintah Palestina.
Kantor Media Pemerintah Palestina menyerukan kepada kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional dan semua pembela kebebasan untuk berdiri bersama rakyat Palestina dan menolak setiap upaya untuk menghilangkan hak mereka untuk hidup di tanah mereka sendiri.
Kebohongan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait agresi militer di Gaza terungkap. Di balik layar, ia mengakui bahwa pemboman brutal di Gaza memang untuk mengusir warga Gaza, bukan untuk melawan Hamas atau membebaskan sandera seperti yang ia klaim selama ini.
The Times of Israel melansir, Netanyahu mengungkapkan hal ini kepada anggota parlemen (Knesset) selama kesaksian tertutup di depan Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset pada Ahad lalu. “Israel menghancurkan semakin banyak rumah di Gaza supaya warga Palestina tidak punya tempat untuk kembali,” ujarnya menurut sebagian transkrip yang bocor ke media. “Satu-satunya akibat yang jelas adalah warga Gaza memilih untuk pindah ke luar Jalur Gaza,” lanjut Netanyahu.
Pencaplokan Tepi Barat
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar mengancam akan memaksakan kedaulatan atas permukiman di Tepi Barat dan Lembah Yordan sebagai tanggapan atas pengakuan Negara Palestina oleh negara-negara besar, termasuk Inggris dan Perancis.

Israel Hayom mengutip Sa'ar yang mengatakan bahwa setiap langkah sepihak terhadap Israel akan ditanggapi dengan langkah sepihak dari Israel, yang menunjukkan bahwa Tel Aviv bermaksud merespons dengan mencaplok tanah Palestina jika komunitas internasional mengakui negara Palestina.
Surat kabar tersebut mencatat bahwa Sa'ar mengancam negara-negara yang berniat mengakui negara Palestina, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut akan ditanggapi dengan aneksasi sepihak Israel atas pemukiman Tepi Barat dan Lembah Jordan.
Israel Hayom melaporkan bahwa peringatan ini muncul di tengah upaya yang dipimpin oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengadakan konferensi internasional di New York pada pertengahan Juni, dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan internasional atas negara Palestina, dengan dukungan Saudi.
Sumber diplomatik mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa Macron berupaya menetapkan 18 Juni sebagai tanggal pengumuman resmi beberapa negara yang mengakui negara Palestina. Hal ini membuat marah pemerintah Israel, yang menuduh presiden Prancis melakukan "penipuan", dan mengklaim bahwa dia sebelumnya telah memberi tahu Tel Aviv untuk tidak mengambil langkah ini.

Surat kabar tersebut mencatat bahwa Amerika Serikat memberi tahu Israel bahwa mereka tidak akan berpartisipasi dalam konferensi tersebut, namun tidak akan secara terbuka menekan negara-negara lain untuk menghalangi mereka berpartisipasi. 149 dari 193 negara anggota PBB mengakui Palestina, dan Palestina berharap mendapatkan pengakuan lebih lanjut selama konferensi di New York.
Pada tanggal 20 Juli 2024, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kehadiran Israel yang terus berlanjut di wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal, menekankan bahwa warga Palestina memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan bahwa permukiman Israel di wilayah pendudukan harus dievakuasi.
Menurut laporan Palestina, jumlah pemukim di Tepi Barat mencapai sekitar 770.000 pada akhir tahun 2024, tersebar di 180 permukiman dan 256 pos terdepan, 138 di antaranya diklasifikasikan sebagai peternakan dan pertanian. Sebagian ilegal tersebut didirikan dengan persetujuan pemerintah Israel, sedangkan pos-pos terdepan didirikan oleh pemukim tanpa persetujuan pemerintah.
PBB menganggap permukiman di wilayah Palestina yang diduduki ilegal, memperingatkan bahwa permukiman tersebut melemahkan peluang penyelesaian konflik berdasarkan prinsip solusi dua negara (Palestina dan Israel), dan telah menyerukan penghentian permukiman tersebut selama bertahun-tahun, namun tidak membuahkan hasil.
Sejak dimulainya perang pemusnahan di Jalur Gaza, tentara dan pemukim Israel telah meningkatkan serangan mereka di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, yang mengakibatkan kematian lebih dari 960 warga Palestina, melukai hampir 7.000 orang, dan penangkapan 16.400 orang, menurut data resmi Palestina.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.