Pemudik antre untuk mencuci tangan di Posko Siaga COVID-19 di Jalan Raya Balearjosari, Malang, Jawa Timur, Sabtu (4/4/2020). | ANTARA FOTO

Khazanah

MUI: Fatwakan Mudik Haram Telat

 

AKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai permintaan untuk menerbitkan fatwa terkait mudik kala pandemi penyakit virus korona baru (Covid-19) cukup telat disampaikan. Sebab, menurut Ketua Bidang Komisi Fatwa MUI Prof Huzaemah Y Tanggo, banyak warga pendatang di berbagai kota besar telah pulang ke kampung halaman masing-masing.

“Begitu diumumkan dua pekan pertama bekerja di rumah, sudah banyak yang pulang. Kemudian, (kerja di rumah) diperpanjang, banyak lagi yang pulang. Jadi, minta mau larang ini, padahal orang sudah pada mudik, tinggal sisa-sisanya di sini,” kata Huzaemah kepada Republika, kemarin. 

Dia mengakui, permintaan untuk menerbitkan fatwa tersebut berasal dari pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya masih menunggu permintaan itu disampaikan secara resmi kepada MUI. Dia mengatakan, Komisi Fatwa MUI saat ini belum memutuskan akan membahas fatwa terkait hukum mudik di tengah pandemi Covid-19. 

“Fatwa (mudik) belum dibicarakan karena banyak sekali permintaan fatwa bermacam-macam. Saya belum lihat lagi pesan dari teman-teman, apa ada panggilan atau belum? Itu kan sebetulnya anjuran dari Kiai Ma'ruf, fatwa itu. (Permohonannya) saya belum tahu, apa sudah sampai di sekretariat (MUI) atau belum,” ujar Huzaemah menjelaskan.

photo
Sebuah tulisan himbauan wajib lapor untuk pendatang dari zona merah Covid-19 dipasang di gerbang masuk salah satu gang di daearah Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Ahad (5/4). - (Edi Yusuf/Republika)

Bagaimanapun, ia menegaskan, pada prinsipnya, seorang Muslim tidak boleh menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Demikian pula Muslim dilarang mencelakakan orang lain. Terkait situasi Covid-19, ia mengingatkan umat Islam tentang perintah Nabi Muhammad SAW, “Jika ada wabah di suatu kota, janganlah kalian masuk. Kalau kalian sedang ada di dalamnya, janganlah kalian lari keluar.”

“Orang mudik sama saja. Kalau di sana sakit tapi kita sehat, jangan pergi ke sana (karena) nanti menjerumuskan diri kita pada penyakit. Sebaliknya, kalau kita sedang sakit, di sana (masyarakat) sehat, kita jangan ke sana, nanti menjangkit orang di sana,” kata dia.

Yang jelas, seorang Muslim diharamkan sengaja menularkan penyakit ke orang lain. Persoalan terjadi ketika seseorang tak tahu apakah dirinya terjangkit wabah atau tidak. Menurut Huzaemah, di sinilah pentingnya aspek pengecekan secara menyeluruh.

“Haram karena menularkan ke orang di sana (daerah tujuan). Tapi , kalau kita sehat, di sana sehat, tidak masalah sebenarnya. Cuma, apa sudah terperiksa semua orang di sana itu sehat?” katanya. 

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin berharap MUI menerbitkan fatwa yang isinya mengharamkan masyarakat pulang ke kampung halaman atau mudik di tengah wabah Covid-19. “Kita juga sudah mendorong MUI untuk menyatakan bahwa pada saat sekarang mudik itu haram hukumnya,” ujar Kiai Ma’ruf melalui konferensi video, Jumat (3/4).

Dalam kesempatan itu, sosok yang juga menjabat ketua umum MUI nonaktif itu merespons kekhawatiran Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil atas gelombang arus mudik dari Jakarta ke daerah-daerah, termasuk Jabar.

photo
Warga antre untuk menukarkan tiket kereta api di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (4/4). - (Putra M. Akbar/Republika)

Imbauan Muhammadiyah

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengatakan, mudik dalam keadaan normal yang jadi tradisi bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang sangat positif. Tapi, tidak saat keadaan seperti belakangan.

Mudik menjalin silaturahim, merekat kekeluargaan dan kekerabatan, serta merawat hubungan sosial dengan lingkungan setempat. Tapi, ketika musibah besar seperti wabah Covid-19, mudik perlu dipertimbangkan tidak dilakukan. "Kegiatan-kegiatan keagamaan saja dibatasi sedemikian rupa sesuai dengan hukum syariat, maka mudik tentu saja sebagai kegiatan sosial dapat dihentikan atau tidak dilaksanakan," kata Haedar, Ahad (5/4).

Dalam suasana seperti ini, ia mengajak umat mengedepankan prinsip la dharara wa laa dhirara. Artinya, jangan lakukan sesuatu yang timbulkan kemudharatan atau kerugian bagi diri sendiri dan keluarga, atau bahkan bagi orang banyak.

"Saatnya kita sekarang ini mencoba mengerem semua kegiatan, termasuk mudik, mudik bisa diganti di waktu lain di saat kita sudah ke luar dari musibah ini, insya Allah akan ada manfaatnya," ujar Haedar.

Soal kebijakan transportasi, Haedar berharap pemerintah ada di satu langkah dan kebijakan yang sama. Yaitu, ketika organisasi-organisasi keagamaan, khususnya kalangan muslimin diminta fatwa mudik dan kegiatan keagamaan.

Bahkan, sebagian ada yang sudah mengharamkan mudik pada saat seperti ini. Karenanya, ia menilai, selayaknya pemerintah melakukan kebijakan sejalan, jangan sampai diusik hal-hal lain. "Jangan sampai pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan hal-hal lain, lalu transportasi dan kebijakan transportasi tidak sejakan dengan imbauan mudik pada tahun ini," kata Haedar.

Ia menekankan, semua pasti ingin ke luar dari musibah yang besar. Serta, sama-sama berharap dan bermunajat agar bangsa Indonesia dan warga dunia segera berakhir dari wabah Covid-19.

Haedar turut mengajak semua elemen masyarakat untuk senantiasa berikhtiar. Termasuk, ia menegaskan, dengan cara tidak perlu mudik untuk tahun ini dan menghindari kegiatan-kegiatan sosial lain yang dapat memperluas Covid-19. "Semoga Allah menghindarkan kita dari wabah ini," ujar Haedar.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat