Kabar Utama
Melawan Covid-19 di Balik Jeruji
Meski harus mendekam di balik jeruji, narapidana di sejumlah negara dimintai perannya dalam menangkal merebaknya Covid-19 di wilayah masing-masing. Sejumlah negara mengerahkan para narapidana untuk memproduksi masker yang ketersediaannya kian menipis.
Di Turki, Kementerian Kehakiman Turki mengumumkan pembuatan masker sekali pakai oleh narapidana dari enam penjara berbeda. Total masker yang disalurkan ke rumah sakit rujukan virus korona mencapai 1,5 juta unit dari upaya itu.
"Bengkel narapidana yang baru-baru ini diluncurkan di beberapa penjara di Turki berkontribusi pada 80 tipe kebutuhan rumah sakit saat pandemi korona ini, seperti masker dan pakaian bedah," tulis keterangan resmi Kementerian Kehakiman Turki dilansir dari Daily Times pada Ahad, (5/4).
Pada Sabtu (4/4), Direktorat Keamanan Dalam Negeri juga mengunggah video di Twitter menunjukkan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pusat Roumieh sudah memulai membuat masker untuk dipakai aparat keamanan dan pesakitan yang membutuhkan.
Sepanjang pandemi korona, masker produksi para narapidana mengalami lonjakan. Pemerintah Turki memang mengambil langkah tegas dalam hal penyediaan peralatan medis, seperti masker. Pemerintah Turki bahkan mengancam perusahaan pembuat masker yang menurunkan produksi.
Baru-baru ini saja, kepolisian Turki menggerebek pabrik-pabrik masker untuk memastikan produksi masker sesuai kebutuhan di lapangan. Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca menyebut sudah menandatangani kontrak dengan 20 perusahaan untuk membuat masker. Langkah tegas bakal diambil terhadap perusahaan yang menolak permintaan pemerintah.
Tercatat hingga Ahad, Pemerintah Turki mengonfirmasi ada 9.217 kasus positif korona dengan 131 meninggal dan 105 sembuh. Adapun pengidap korona di dunia mencapai 764.866, dengan 36.864 meninggal dan 160.148 berhasil pulih.
Kementerian Hukum Italia juga melansir, para narapidana di tiga lapas di Italia dikerahkan untuk membuat masker. Mereka dibekali delapan mesin yang akan mulai ditempatkan di lembaga pemasyarakatan di Milan, Roma, dan Salermo pada April ini. Mesin-mesin itu memiliki kapasitas membuat 400 ribu masker per bulan.
Masker-masker itu akan diutamakan untuk diedarkan kepada penghuni lapas dan sipir-sipir. Meski demikian, diharapkan ada kelebihan produksi yang juga bisa dibagikan ke petugas kesehatan di rumah sakit-rumah sakit.
Di India, Pemerintah Daerah Coimbatore di Tamil Nadu juga melakukan hal serupa. Para narapidana di wilayah itu dikerahkan untuk membuat 3.000 sampai 5.000 masker per hari. Dilansir India Today, sebanyak 20 napi lelaki dan lima napi perempuan dilibatkan dalam produksi tersebut.
Untuk memproduksi masker-masker tersebut, diperlukan biaya satuan 10 rupee atau sekitar Rp 2.200. Masker-masker itu nantinya akan dibagikan ke petugas kepolisian dan pekerja kebersihan. Di Tamil Nadu tercatat ada 75 kasus positif Covid-19.
Sementara, di Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM telah mengeluarkan kebijakan pembebasan narapidana guna menangkal penyebaran Covid-19 di lapas. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham menyatakan, sejak Rabu (1/4) hingga Ahad (5/4), lebih dari 30 ribu orang telah dibebaskan. Angka tersebut melampui target yang pernah disampaikan sebelumnya.
"Update data tanggal 5 April 2020 jam 07.00 WIB, maka total Narapidana dan Anak yang telah menjalani Assimilasi di Rumah dan Intergrasi, PB, CB, CMB adalah sebesar 31.786 orang," ungkap Nugroho, pelaksana tugas direktur jenderal pemasyarakatan, Ahad (5/4).
Angka itu, lanjut Nugroho, akan terus bergerak karena Direktorat Jenderal Pemasyarakatan akan terus mendata narapidana dan anak yang memenuhi persyaratan Permenkumham Nomor 10 Tahun/2020 tentang Asimilasi di Rumah dan Integrasi dengan Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Nugroho memastikan para narapidana dan anak yang mendapatkan asimilasi dan integrasi tidak termasuk narapidana kasus tindak pidana korupsi.
Sementara itu, penolakan terhadap rencana Yasonna menerbitkan regulasi yang memungkinkan para koruptor berusia lanjut dibebaskan terus mendapatkan penolakan. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah tak menjadikan wabah Covid-19 sebagai jalan untuk membebaskan narapidana korupsi.
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menilai pemerintah sejak awal sudah abai serta gagal merespons dan mengantisipasi penyebaran Covid-19. Pemerintah justru hampir saja menggunakan alasan pandemi untuk mengusulkan pembebasan narapidana korupsi.
“Ada dua sikap ambigu pemerintah. Pada satu sisi menganggap remeh korona, di sisi lain mempercepat proses pengambilan keputusan yang pada akhirnya prosesnya menjadi tidak kredibel, akuntabel dan memang tidak partisipatif,” kata Adnan di Jakarta , Ahad (5/4).
Terlebih, sambung Adnan, para narapidana kasus korupsi memiliki keistimewaan, yakni satu ruang sel hanya diisi oleh satu narapidana kasus korupsi. Hal tersebut dinilai sudah merupakan bentuk social distancing yang dapat mencegah penularan. “Sehingga dapat disimpulkan sikap dari Menteri Hukum dan HAM selama ini tak pernah berpihak pada aspek pemberantasan korupsi,” ujar Adnan menegaskan.
Menkumham Yasonna Laoly menilai hanya orang yang tumpul rasa kemanusiaannya yang tak menerima pembebasan napi di lapas yang kelebihan kapasitas saat pandemi korona ini. “Hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas overkapasitas,” ujar Yasonna dalam pesannya, Ahad (5/4).
Yasonna kemudian memberikan sejumlah foto kondisi lapas yang sangat sesak dihuni oleh para narapidana. Hal itu, kata dia, tidak sesuai dengan peri kemanusiaan. “Sekadar untuk tahu kondisi lapas penghuni laki-laki dan penghuni perempuan, just to get a picture. It’s against humanity!” ia menambahkan.
Menurut dia, langkah ini telah sesuai dengan anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM dan Subkomite PBB Antipenyiksaan. Bahkan, lanjut Yasonna, negara-negara di dunia pun telah merespons imbauan dari PBB itu. Misalnya, Iran telah membebaskan 95 ribu orang, termasuk 10 ribu tahanan yang diampuni. Brasil juga telah membebaskan 34 ribu tahanan.
Ia mengaku sempat mempertimbangkan usulan untuk membebaskan narapidana kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. “Sebab daya imun tubuh lemah. Itu juga tidak mudah mendapatkan bebas. Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas,” ujar Yasonna.
Sebaliknya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menekankan pemerintah tidak merencanakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012. "Tidak ada rencana memberi remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi, juga tidak ada terhadap teroris, juga tidak ada terhadap bandar narkoba," ujar Mahfud melalui video singkat yang Republika terima Sabtu (4/4) malam.
Ia menjelaskan, keputusan mengenai pemberian remisi dan pembebasan bersyarat memang dilakukan pada pekan lalu. Pemberian remisi atau pembebasan bersyarat itu diberikan kepada narapidana dalam tindak pidana umum. "Bahwa itu tersebar di luar itu, mungkin ada aspirasi masyarakat kepada Kemenkumham, kemudian Kemenkumham menginformasikan bahwa ada permintaan masyarakat atau sebagian masyarakat untuk itu (pembebasan narapidana korupsi)," ujar dia. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.