Penampakan banjir di Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/3/2025). | Republika/Edwin Dwi Putranto

Nasional

Apa Sebab Banjir Jakarta-Bekasi

Kiriman air dari Bogor dinilai bukan satu-satunya penyebab banjir.

JAKARTA – Banjir besar di Jakarta dan Bekasi memaksa ribuan warga mengungsi serta melumpuhkan sejumlah fasilitas publik. Apa penyebab banjir yang disebut paling dahsyat dalam beberapa waktu belakangan ini.

Juru Kampanye Isu Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait mengatakan banjir di Jakarta dan sekitarnya tidak selalu disebabkan air kiriman dari daerah Puncak, Bogor. Menurutnya ada faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan.

"Perlu dilihat dulu, apakah benar banjir yang terjadi selalu karena banjir kiriman dari wilayah puncak. Pada kenyataannya, tidak selalu wilayah puncak hujan juga sehingga terjadi banjir kiriman," kata Jeanny Rabu (5/3/2025).

Ia mencatat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat 2009-2029, memberikan alokasi luas untuk pertanian dan fungsi resapan air. Tapi kini luas wilayah untuk dua hal tersebut semakin menurun.

photo
Seorang anak duduk kelelahan usai membersihkan lumpur sisa banjir di Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/3/2025). - (Republika/Prayogi)

Menurut Jeanny ada dua faktor utama yang menyebabkan alih fungsi lahan di kawasan Puncak. Yaitu kebutuhan sosial-ekonomi yang meningkat dan kemudahan izin pembangunan bagi pemilik bisnis. "Kebutuhan warga setempat yang semakin besar membuat mereka mudah menjual lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup," katanya.

Selain itu, izin pembangunan yang diberikan dengan mudah telah menyebabkan banyak proyek yang merusak struktur tanah dan fungsi lahan. Jeanny menegaskan pengembangan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan Puncak harus menjadi prioritas pemerintah daerah.

"Pengembangan pariwisata yang dikelola oleh masyarakat lokal dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat,” katanya. Ia menambahkan pariwisata dapat terintegrasi dengan pengelolaan lahan yang telah dilakukan oleh petani dan pekebun setempat, sehingga mengurangi risiko eksploitasi oleh pemilik bisnis besar.

Lebih lanjut, Jeanny mengingatkan tidak adil jika seluruh kesalahan disematkan pada wilayah Puncak. “Pengembangan daerah resapan juga harus dilakukan di hilir, seperti Bekasi, Depok, dan bahkan Jakarta,” ujarnya.

Ia menekankan banjir tidak selalu disebabkan oleh kiriman dari Bogor, meskipun hal ini sering dijadikan alasan. Sirait juga mengkritik penertiban yang hanya berfokus pada usaha kecil. "Kalau kita lihat sekarang, di sekitar Puncak sudah ada hotel mewah dan objek wisata besar yang dikelola swasta. Tidak mungkin hotel ini dibangun tanpa izin dari pemerintah," kata Jeanny.

Ia menilai pemerintah seharusnya lebih ketat dalam memberikan izin eksploitasi pembangunan, bukan hanya kepada pemilik usaha kecil. "Penertiban ini harus dilakukan di semua wilayah, baik hulu maupun hilir, karena banyak wilayah resapan yang hilang akibat eksploitasi pembangunan demi kepentingan bisnis,” tambahnya.

Jeanny menekankan tiga langkah penting yang harus segera diambil: mengembangkan sistem sosial-ekonomi masyarakat lokal, membatasi eksploitasi pembangunan, dan memfokuskan perhatian pada wilayah resapan. "Ini adalah langkah mendesak, terutama mengingat dampak krisis iklim yang semakin buruk. Potensi masalah banjir akan semakin besar di masa mendatang,” kata Jeanny.

Kunci utama untuk mengatasi masalah ini, menurut Sirait, ada di tangan pemerintah. “Upaya adaptasi terhadap krisis iklim harus segera kita lakukan," tutupnya. 

photo
Foto kolase pemukiman yang terendam banjir pada Selasa (4/3/2025) (kiri) dan foto saat banjir surut di Rawajati, Jakarta pada Rabu (5/3/2025). - (Republika/Thoudy Badai)

Sementara di Bekasi,  BPBD Bekasi mengungkapkan belum ada kajian terkait seberapa pengaruh penurunan air tanah yang menyebabkan penurunan muka tanah terhadap banjir yang terjadi di 20 titik. “Enggak, yang pasti memang curah hujan yang tinggi di hulu. Di Jibongas sama Cilengsi, Bogor,” kata kepala BPBD Bekasi, Prihadi Santoso saat ditemui di posko pengungsian Pondok Gede Permai, Rabu (5/3/2025). 

Pihaknya juga menjelaskan selain kiriman ada juga faktor cuaca yang mempengaruhi debit air tidak turun sehingga mengakibatkan banjir.  “Karena Senin kan udah tinggi juga, ya (curah hujannya) Terus air yang Senin belum habis semua, ditimpa lagi, hujan gede lagi dari atas,” katanya. 

Disinggung apakah penyebab lainnya banjir karena faktor berkurangnya resapan air, pihaknya tak bisa menjawab gamblang. Pasalnya, belum pernah ada kajian terkait penurunan muka tanah.  “Kalau itu harus Betul-betul ada kajian khusus, ya. Ada pengurangan tanah nggak, ya. Tapi kalau selama ini belum ada, belum pernah tersampaikan, ya,” katanya. 

Hal senada juga disampaikan oleh Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto. Ia mengatakan banjir kali ini memang berbeda dan lebih besar dibandingkan 2020 lalu.  “2020 itu kondisi kota Bekasi tidak hujan tapi murni betul-betul kiriman. Sehingga memang dampak fasilitasnya cukup tinggi. Nah kalau ini kan kita dimulai dengan ada satu proses nih, hujan dulu nih yang cukup panjang. Nah yang terjadi adalah lebih banyak terjebak. Karena tidak meyakini bahwa ini sebesar ini gitu loh,” katanya. 

photo
Penampakan banjir di Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/3/2025). - (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Selain itu, Pihaknya juga mengatakan penyebab terbesarnya banjir di Bekasi murni karena kiriman air dari hulu bukan karena tanggul jebol.  “Bukan, karena limpasan saja sehingga air turun ke Bekasi,” katanya. 

Pengamat tata kota dari Universitas Trisaksi Nirwono Joga mengatakan, perlu dilakukan pembenahan untuk mengatasi masalah banjir di Jabodetabek, yang hampir selalu terjadi setiap tahunnya. Menurut dia, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah pembenahan penataan tata ruang kota.

"Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, dan Tangsel perlu melakukan pembenahan permukiman yang berada di bantaran sungai dan sekitarnya," kata dia, Rabu (5/3/2025). Menurut dia, upaya penanganan banjir beripa pengerukan sungai tidaklah cukup. Ia menilai, upaya pengerukan itu harus dibarengi juga dengan pembenahan bantaran sungai. 

Ia menilai, pemerintah juga harus mulai memikirkan untuk merelokasi warga yang tinggal di bantaran kali. Sebab, bantaran kali itu sejatinya merupakan bagian dari daerah aliran sungai yang termasuk dalam kawasan hijau. 

"Lokasi permukiman di bantaran kali perlu didata berapa jumlah warga yang akan direlokasi ke rusunawa. Pemda dapat mencari lokasi potensial yang dapat dibangun rusunawa mixed use, seperti lokasi kantor kelurahan/kecamatan, puskesmas, sekolah negeri yang berada dekat lokasi bantaran sungai," ujar dia.

photo
Warga beraktivitas di pemukiman yang terdampak banjir di kawasan Petukangan, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (29/1/2025). - (Republika/Thoudy Badai)

Nirwono menambahkan, keberadaan sungai juga harus didukung dengan optimalisasi situ, danau, embung, dan waduk (SDEW). Hal itu diperlukan untuk membantu menampung luapan air sungai, sehingga bisa mengurangi debit air sungai secara signifikan dan tidak meluap membanjiri permukiman.

Tak hanya itu, ia menilai, kawasan permukiman juga mesti menyediakan sumur resapan di setiap halamannya. Di sisi lain, perlu juga disediakan saluran air besar untuk menampung air hujan dan dialirkan (SDEW).

"Seluruh kota harus merehabilitasi seluruh saluran air kota yang sudah tidak mampu menampung air hujan, saluran air harus diperbesar dimensi saluran sesuai kelas jalan, saluran air terhubung dengan SDEW terdekat untuk ditampung luapan air hujan," kata dia.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengungkapkan banjir Bekasi menjadi atensi khusus presiden Prabowo Subianto. Ia mengatakan Prabowo mengungkapkan hal tersebut saat rapat kabinet Selasa (4/3/2025) malam.  “Tadi malam ketika rapat Kabinet Merah Putih, Presiden mengawali itu dengan menggarisbawahi pentingnya koordinasi penanganan bencana. Mengawali itu, jadi atensi khusus dari Pak Presiden,” kata Bima Arya, Rabu (5/3/2025). 

Di sisi lain, Bima Arya juga menekankan pentingnya dewan aglomerasi. Khususnya untuk menangani dan mengantisipasi apabila terjadi bencana. “Jadi Dewan Aglomerasi ini kan tugasnya nanti untuk memastikan perencanaan, pembangunan daerah aglomerasi Jakarta dan sekitarnya berjalan dengan baik. Utamanya adalah mencegah bencana,” katanya. 

photo
Warga membersihkan lumpur sisa banjir di Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/3/2025). - (Republika/Prayogi)

Pihaknya mengatakan Kemendagri nanti yang akan mengkoordinasikan terkait dewan aglomerasi tersebut. Ia berharap dengan adanya dewan aglomerasi dapat merangkul dan membantu daerah sekitar Jabodetabek punjur ketika menghadapi bencana. 

“Dulu kami ada forum BKSP namanya. Nah ini yang akan direvitalisasi supaya lebih bergigi gitu loh. Karena kalau enggak, akan berulang terus, ketika bencana ngumpul. Ketika bencana ngumpul, ini harus dibenahi dari mulai perencanaan. Termasuk punya gigi untuk menindak ketika RDTR ini atau RTR ini dilanggar,” katanya. 

Pihaknya juga memastikan pembentukan dewan aglomerasi tidak akan memakan waktu terlalu lama. Pasalnya, hal tersebut harus diintegrasikan ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 

“Ya, harusnya tidak terlalu lama. Karena kita membutuhkan itu untuk sinkronisasi dengan RPJMD. Ini kan sedang disusun RPJMD ya. Nah, harusnya aglomerasinya juga masuk di momentum yang tepat gitu untuk sama-sama melakukan sinkronisasi RPJMD pemerintah daerah seputar Jakarta,” katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Banjir Besar Jabodetabek, Sejumlah Wilayah Lumpuh

Bekasi jadi yang paling terdampak banjir.

SELENGKAPNYA

Banjir Lumpuhkan Aktivitas Publik

Banjir di Jadetabek merupakan banjir kiriman dari Bogor.

SELENGKAPNYA