Opini
Gaza dan Komitmen Perdamaian Kita
Gencatan senjata adalah peluang untuk memperkuat posisi diplomasi Indonesia.
Oleh ARIEF ROSYID HASAN; Ketua Umum PB-HMI 2013-2015, Founder Merial Institute
Pengumuman gencatan senjata yang dimulai sejak 19 Januari kemarin di Gaza memberikan jeda dari kekerasan yang terus melanda kawasan tersebut. Setelah bertahan dari serangan selama 470 hari, akhirnya masyarakat Palestina Kembali merasakan udara perdamaian. Namun, langkah ini tidak datang tanpa konsekuensi dan pertanyaan kritis. Dampak positifnya jelas terlihat, tetapi risiko dan tantangan jangka panjang tetap membayangi. Untuk memahami implikasi dari gencatan senjata ini, penting untuk menganalisis dinamika yang kompleks akibat konflik berkepanjangan.
Gencatan senjata menawarkan peluang bagi masyarakat Gaza untuk merasakan keamanan meskipun hanya sementara. Dengan dihentikannya serangan udara dan artileri, bantuan kemanusiaan dapat mengalir lebih lancar. Organisasi internasional seperti PBB, Palang Merah, dan LSM lokal kini memiliki ruang untuk menyediakan kebutuhan dasar, termasuk makanan, air bersih, dan perawatan medis. Kondisi ini memberikan sedikit kelegaan bagi populasi yang telah lama hidup di bawah bayang-bayang blokade dan perang.
Namun, manfaat ini sering kali bersifat sementara. Sejarah menunjukkan bahwa gencatan senjata di Gaza cenderung rapuh. Penyebab utamanya adalah ketidakadilan struktural yang mendalam dan tidak terselesaikannya isu inti seperti blokade ekonomi, pengusiran paksa, serta status hukum Palestina. Hal ini telah dibahas jauh hari pada Konferensi Perdamaian Palestina di Lebanon yang saya ikuti pada 2013. Tentu konflik tidak dapat diselesaikan hanya dengan menghentikan kekerasan fisik jika akar permasalahan tetap tidak diatasi.
Dari sisi politik, gencatan senjata ini memberikan keuntungan bagi berbagai pihak. Israel dapat menggunakan momen ini untuk meredakan tekanan internasional dan mengelola opini publik domestik. Di sisi lain, Hamas mungkin melihat penghentian serangan sebagai simbol kekuatan perlawanan mereka. Namun, tantangan bagi keduanya adalah membuktikan bahwa langkah ini bukan sekadar strategi taktis, melainkan awal dari proses menuju penyelesaian konflik yang berkelanjutan.
Ekonomi Gaza tetap menjadi salah satu isu yang paling mendesak. Blokade yang diberlakukan selama lebih dari satu dekade dan semakin parah akibat konflik setahun belakangan telah menghancurkan perekonomian lokal, menyebabkan pengangguran massal dan kelangkaan sumber daya penting. Gencatan senjata hanya akan bermakna jika diikuti dengan langkah konkret untuk mencabut blokade dan memberikan akses kepada masyarakat Gaza untuk membangun kembali kehidupan mereka. Tanpa hal ini, jeda kekerasan hanya akan menciptakan ilusi perdamaian yang tidak akan bertahan lama.
Di sisi sosial, dampak jangka panjang dari konflik terus dirasakan oleh generasi muda Gaza. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan perang menghadapi trauma psikologis yang mendalam. Sistem pendidikan yang terganggu, fasilitas kesehatan yang terbatas, dan peluang ekonomi yang hampir nihil membuat masa depan mereka semakin tidak pasti. Gencatan senjata harus disertai dengan investasi dalam program rehabilitasi dan pembangunan untuk menghindari terciptanya generasi yang kehilangan harapan.
Dunia internasional memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa gencatan senjata ini tidak hanya menjadi jeda sementara. Diplomasi harus diarahkan untuk membuka kembali jalur negosiasi damai yang telah lama terhenti. Bantuan internasional harus difokuskan pada rekonstruksi infrastruktur dasar di Gaza, termasuk perumahan, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Selain itu, tekanan harus diberikan kepada semua pihak yang terlibat untuk mematuhi hukum internasional dan menyelesaikan konflik secara damai.
Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa gencatan senjata ini tidak hanya menjadi sekadar sebuah episode dalam serial siklus kekerasan yang terus berulang. Tanpa komitmen jangka panjang untuk mengatasi akar permasalahan, seperti pengakuan hak-hak rakyat Palestina, konflik ini kemungkinan besar akan kembali meletus. Stabilitas hanya bisa dicapai melalui pendekatan holistik yang melibatkan resolusi politik, pembangunan ekonomi, dan rekonsiliasi sosial.
Saat ini, Gaza tengah mengalami ujian atas komitmen perdamaian yang sementara diinisiasi. Gencatan senjata memberikan kesempatan untuk memulai proses transformasi, tetapi jalannya masih panjang dan penuh rintangan. Kita tidak bisa lagi hanya menjadi saksi bisu dari konflik yang terus memakan korban jiwa dan meluluhlantakkan Gaza. Dunia internasional harus memanfaatkan momentum ini untuk mendukung langkah-langkah yang dapat membawa perubahan nyata. Jika tidak, jeda ini hanya akan menjadi pengulangan dari pola yang sama—perdamaian semu yang hancur oleh realitas konflik yang tak terselesaikan.
Gencatan senjata ini harus menjadi momentum untuk mendorong langkah nyata menuju perdamaian yang berkelanjutan. Pemerintah-pemerintah di dunia, khususnya negara-negara besar, perlu mempertegas posisinya dengan tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi juga mendukung upaya diplomasi yang lebih serius untuk menyelesaikan akar konflik. Tekanan kolektif terhadap semua pihak yang terlibat sangat penting agar gencatan senjata ini tidak menjadi sekadar jeda sementara.
Selain itu, peran masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah juga krusial dalam mengadvokasi hak-hak warga Gaza. Dukungan dalam bentuk kampanye global, penggalangan dana, dan penyebaran informasi yang akurat dapat membantu meningkatkan kesadaran publik serta menekan pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih proaktif. Komunitas internasional perlu mengingat bahwa statistik korban dan kerusakan itu bukan hanya sekadar angka-angka tanpa nama. Di balik angka-angka tersebut, ada manusia yang kehilangan segalanya. Solidaritas global harus menjadi bahan bakar bagi perjuangan mewujudkan kehidupan yang lebih adil di kawasan ini.
Khususnya bagi Indonesia, dengan peran historis sebagai pendukung kemerdekaan Palestina, momen ini adalah peluang untuk memperkuat posisi diplomasi. Indonesia dapat memimpin gerakan regional melalui ASEAN dan bekerja sama dengan negara-negara Islam untuk mendorong penyelesaian konflik yang berorientasi pada keadilan dan kemanusiaan. Upaya ini juga dapat memperlihatkan kepada dunia bahwa diplomasi multilateral mampu menghasilkan solusi nyata dalam konflik berkepanjangan seperti yang terjadi di Gaza.
Harapan terbesar ada pada kesadaran kolektif umat manusia. Jika konflik ini terus dibiarkan tanpa penyelesaian, generasi mendatang akan mewarisi dunia yang penuh dengan luka sejarah. Setiap individu dapat berkontribusi, sekecil apa pun, baik melalui donasi, partisipasi dalam aksi kemanusiaan, maupun dengan terus menyuarakan pentingnya perdamaian. Gaza tidak hanya membutuhkan simpati; Gaza membutuhkan keberanian kita untuk bertindak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.