Ibnu Athaillah as-Sakandari, penulis kitab Al-Hikam. | DOK Arabic calligraphy generator

Nasional

Mengenal Konsep Wali dari Ibnu Athaillah

Kedudukan wali di sisi Allah jika dibandingkan dengan awam sangat tinggi.

REPUBLIKA.ID, Satu lagi karya Ibnu Athaillah as-Sakandari. Selain magnum opusnya yang monumental, Al-Hikam, murid tokoh sufi kenamaan Syihabuddin Abu al-Abbas bin Umar al-Anshari al-Mursi itu menulis sederet kitab, antara lain At-Tanwir fi Isqath at-Tadbir, Taj al-Arus, Miftah al-Falah, dan Al-Qaul al-Mujarrad fi Ism al-Mufrad.

Salah satu kitab Ibnu Athaillah adalah Lathaif al-Mannan. Mencermati gaya penulisan dan kualitas hasil karya Ibnu Atha, termasuk kitab Lathaif, maka akan didapati sebuah kesimpulan bahwa cara penyajian, bahasa yang digunakan, dan kecermatan penulis menyampaikan materi layak mendapat apresiasi.

 Karya-karya Ibnu Atha mendapat tempat di hati para pegiat tasawuf dan cendekiawan Muslim. Sebut saja pendiri tarekat sufi As-Syadziliyah, Abu al-Hasan as-Syadzili. Ia mengatakan, apabila kitab Ihya Ulumuddin memberikan faedah dari sisi ilmu, kitab Quttu al-Qulub karya Abu Thalib al-Makki mencurahkan cahaya, maka kitab-kitab Ibnu Athaillah juga demikian. 

photo
Kitab Al-Hikam karya Ibnu Athaillah telah ditinjau banyak pensyarah. - (DOK NU)

Dalam kitab ini, Ibnu Athaillah mengungkapkan hal ihwal berkenaan dengan dunia tasawuf. Dalam pemikirannnya, kedudukan wali di sisi Allah jika dibandingkan dengan kalangan awam sangatlah tinggi. Posisi itu telah dipertegas oleh berbagai teks, baik yang termaktub dalam Aquran maupun hadis. Salah satu hadis yang menguatkan tempat mulia wali di hadapan Allah ialah riwayat yang dinukil oleh Abu Hurairah. Disebutkan di hadis itu bahwa barang siapa yang memusuhi wali Allah, ia telah menyulut perang.

Kedekatan wali dengan Allah pun dipersonifikasikan dengan pengibaratan bahwa segala pembicaraan, pendengaran, dan penglihatan wali bersumber dan selalu diawasi oleh Allah. Derajat yang diperoleh wali itu merupakan buah dari mujahadah yang mereka lakukan.

Para wali mampu menaklukkan jiwa dan nafsu mereka semata-mata untuk Allah. Atas keberhasilan itu, Allah menjadi penolong dan penjaga bagi mereka. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut: "Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya," (QS ath-Thalaq [65]: 3).

Al-Mursi mengatakan, keterkaitan wali dengan Allah seperti anak singa dan induknya. Singa betina akan melindungi anaknya dari berbagai hal yang membahayakan, seperti ancaman dari binatang buas lainnya. Namun, hukuman bagi mereka yang memusuhi para wali Allah tidak harus datang seketika itu juga. Bisa jadi sanksi tersebut muncul di kemudian hari tanpa ia sadari.

photo
ILUSTRASI Mihrab pada Masjid Raya Kairouan, Mesir. Pernah suatu kali, Mesir kedatangan Ibnu Taimiyah yang lalu berdiskusi dengan Ibnu Athaillah. - (DOK WIKIPEDIA)

Ibnu Athaillah membagi konsep kewalian ke dalam dua kategori utama. Golongan wali yang pertama ialah mereka yang memberi pertolongan kepada Allah dan rasul-Nya, waliyyun yatawallah. Kategori ini merujuk pada ayat ke-56 dari surah al-Maidah. "Dan barang siapa mengambil Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang."

Menurut Abu al-Hasan as-Syadzili, anugerah Allah yang paling berharga bagi hamba-Nya ialah ridha terhadap ketentuan, sabar di saat cobaan mendera, tawakal kepada Allah kala kesulitan, dan bertobat kembali kepada-Nya. Bila keempat hal ini bisa terintegrasi di dalam diri seseorang melalui jalur mujahadah dengan tetap mengikuti sunah dan para imam, maka kewaliannya bisa dibenarkan.

 
Sesungguhnya pelindungku ialah yang telah menurunkan al-Kitab (Alquran), dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.
NAMA TOKOH
 

Sedangkan, apabila jika anugerah itu muncul dari pemberian yang berasal dari kecintaan Allah terhadapnya, sempurnalah kewaliannya. Sebagaimana disebut dalam Alquran, "Sesungguhnya pelindungku ialah yang telah menurunkan al-Kitab (Alquran), dan Dia melindungi orang-orang yang saleh," (QS al-A'raf [7]: 196).

Kategori yang terakhir ini merupakan tingkatan kewalian yang kedua, waliyyun yatawallahullah. Menurut Ibnu Athaillah, kedua derajat kewalian itu tidak bisa disamakan. Konsepsi yang pertama lebih menekankan pada hasil mujahadah dan komitmen seseorang terhadap agama. Karena itu, kategori ini lebih tepat disebut dengan kewalian mikro, wilayat assughra.

Konsep yang kedua menitikberatkan pada rasa cinta dan perhatian yang diberikan oleh Allah untuk hamba-Nya yang terpilih. Kategori ini tidak dimiliki oleh sembarang orang, karena itu kerap diistilahkan dengan wilayat al-kubra.

Menurut dia, klasifikasi ini cukup berdasar mengingat kata shalihin yang dimaksud di ayat ke-196 surah al-A'raf bukan sekadar kesalehan yang dimiliki kebanyakan awam, akan tetapi makna yang dikehendaki lebih mendekati makna kefanaan dan kecintaan Allah dan hamba sebagaimana yang diteladankan oleh para rasul-Nya. Definisi ini sesuai dengan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Yusuf AS untuk dipertemukan dengan orang-orang saleh. Arti kata saleh dalam doanya itu ialah para rasul-rasul-Nya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jalan Hidup Zuhud

Anda tidak bisa bersaksi tentang zuhudnya seseorang sebab zuhud di dalam hati.

SELENGKAPNYA

Titik Terang Gencatan Senjata di Gaza

Hamas dan Israel disebut melunakkan sikap.

SELENGKAPNYA

Pejuang Palestina Kembali Hantam Penjajah di Gaza

Sekitar 13.500 tentara Israel dilaporkan terluka dalam agresi di Gaza setahun belakangan.

SELENGKAPNYA