Sastra
Persinggahan
Puisi-puisi Rudiana Ade Ginanjar
Oleh RUDIANA ADE GINANJAR
Persinggahan
Di dalam diri hanya sebuah tangga nada
—jiwa; kanal-kanal riuh dan
perahu sampai.
Dengan separuh kayuhan,
pulau-pulau kesayangan.
Di dalam diri hanya sebuah jalan berliku
—hati; lembut kisah pengendara
dan tujuan kepulangan.
2023
***
S.O.S.
Di pintu telah jauh suara salam.
Angin tidur, malam tinggi.
Buah-buah ranum hari beranjak ke
pembaringan. Sunyi adalah
nama paling indah,
dari masa kecil mereka.
Masih aku ingat kunang-kunang
menyerupai nasib hidup.
Dengan sehelai benang,
sebuah masa memutih.
Suara-suara kedap sudah.
Kalender telah lama meminta
upacara.
Jatuh, jauh….
Hanya bocah,
dengan kibaran morse.
Ujung jalan pedusunan,
gelap ujung perjumpaan,
kata—luruh, bagai masak
jiwa petualang.
Dan peristiwa berhenti,
mencari repetisi.
Waktu tidur menjelma selicin talas.
Orang-orang dengan raut wajah Sisifos*.
Ombak hari-hari,
mata awam.
Bagaimana sunyi akan kutafsir?
Telah tiba masa,
juru mudi menantikan arah.
Dan segenap penjuru angin,
hanya angin.
Namanya menantikan warna fajar
sebuah peluit di titik pusat permainan
tapi tak seorang bepergian kini.
Rumah-rumah adalah benteng-benteng terakhir
kota dalam sapuan dinding kelabu,
dan pedusunan sunyi.
2023
***
Kedua
Februari, sebuah laju kedua.
Kenangan, kata-kata pucat
disulap oleh awan.
Dan bahu musim penuh rona
basah, kanak-kanak, dan lagu
burung sawah.
Februari, persimpangan masa depan.
Ketukan malam, arloji tak dikenal.
Fajar lepas sudah.
Dan pagi dari musim itu
terjaga dan terantuk
dari tahun yang terus berjarak.
2023
***
26 Mei
Hanya kedatangannya dinantikan,
laju lembut waktu
kisah yang enggan berhenti.
Kata-kata menjadi beku
raut wajahnya bertempur
bersama segenap usia.
Misalkan kisah melegenda
hanya waktu lekang
mengingat.
Di kejauhan akan kutengok sekali lagi
sumber yang menyinari.
Arak-arakan kegelisahan
lama menetap
dan menjadikan rumah dengan
pintu-pintu dari tanda seru.
Di malam hari kudengar ratap
perlahan menjadi harap.
2023
***
Sebuah Jalan
Ini adalah jalan.
Lembut, jauh.
Sehampar ladang penuh angin,
sebuah rumah
dinding-dinding dari hati.
Kanak-kanak memecah bagai buih
ke mimpi hari ini.
Segala meminta.
Seakan kemarau panjang,
ruang-ruang terus berkejaran
menuju matahari,
meninjau rembulan,
meningkahi dalam kicauan
ayat semesta.
2023
***
April Arkian
Jauh dalam upacara-upacara
sepanjang April,
akan kita dengar hujan merintih.
Bukit telah menerima matahari
lebih bulat nan semburat,
angin pagi dalam masanya riang,
mengembara ke padang terang.
Cahaya tidur dengan senja lembayung
mengusung jalan ke peraduan malam.
Kau akan melihat seorang berangkat,
bersama helaan napas kemarau
ke kota. Sihir lembap air berakhir,
sungai melihat jeram diam,
masa depan akan digali
seperti matahari mendengar penantian
dedaunan; kalam menuntun
kaki menghimpun
dan jalanan dusun menjadi silau
di bawah mata tunggalnya.
Seorang saja aku mendaki,
laut atau bukit
air menerjunkan diri ke muara tanpa dasar:
hidup;
bersama senandung si gembala
hanya bebunyian satu-satu,
langit membentang hingga timur terjauh.
April, di depanku kaumenanti.
Bagai pertemuan kaku,
di antara kami melupa
nama dan muasal,
agar genangan mata tertuang
pada lembar-lembar hari.
Bertanya adalah meneguk
segelas lagi lagu masa depan.
Televisi lebih hening
dari berita pagi,
seonggok debu mulai memupuk diri.
Jam tangan kita mencengkeram kuat
tangan kerja,
dan terompet mulai merindukan prosesi
hari besar, penemuan, dan sekaratnya.
Di musim tumbuh, cahaya-cahaya sibuk
membuahi, kumbang dan kupu-kupu hibuk
mencucuk terang kembang April,
menyanyikan lenting oktaf pastoral.
2022
***
Arak-Arakan
Sambil memastikan jalannya lembut,
langkah seorang pengelana
mencintai adalah menemukan:
bagaimana mengenal
setiap hari warna rambut pohonan,
meriap ke bumi.
Masygul menjelma amsal desah angin.
Hanya tangan bermain,
menggurat lagu jatuh cinta.
Seutas ayunan telah menghentikan
rona kanak di wajah,
semisal putri ketujuh yang terakhir
mengucap sabda.
Ingatan adalah bayangan,
bayangan memikul setiap gelombang.
Selalu banjir menyurut ingin
dari ladang ternak petani,
selalu jawaban bersembunyi
menjadi kabut rembang pagi.
Dan cuaca yang meriang,
mengingatkanmu kotak musik rusak
serta suara parau remaja.
Jalannya lembut, langkah seorang pengelana
mencintai adalah menemukan.
2022
***
*Tokoh dalam mitologi Yunani. Tersebab mengelabui dewa, Sisifos mendapat hukuman batu bergulir.
Rudiana Ade Ginanjar, penyair, lahir di Cilacap, 21 Maret 1985. Sejumlah karyanya tersebar di surat kabar, buku antologi bersama, dan media daring. Selain puisi, juga menulis esai dan terjemahan. Buku puisi terbarunya, Wanita dari Tarifa: Vol. I (2024). Tinggal di Cilacap, Jawa Tengah. Bergabung dengan Komunitas Sastra “Kutub”, Yogyakarta. Bisa dihubungi di ginanjarpustaka@gmail.com.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.