Nasional
Melihat Peran Penting Hutan Mangrove di Bali Selatan
BLDF telah dua kali melakukan penanaman mangrove di kawasan Pemogan.
Oleh Bayu Adji P
BALI -- Pariwisata Bali dianggap selalu identik dengan pantai yang indah. Namun, Pulau Dewata tak hanya menyimpan keindahan pantai. Salah satu alternatif wisata yang patut dikunjungi adalah kawasan hutan mangrove yang berada di wilayah Pemogan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Republika berkesempatan menelusuri kawasan hutan mangrove Pemogan pada Kamis (19/9/2024) siang. Nuansa rimbun sangat terasa saat mulai memasuki hutan bakau itu.
Perjalanan menelusuri hutan bakau dilakukan dengan perahu motor. Sepanjang perjalanan, berbagai mangrove berukuran besar tumbuh di sepanjang aliran. Sesekali, terlihat kepiting berwarna merah putih bermain di sekitar mangrove yang tumbuh.
Kawasan hutan mangrove Pemogan merupakan bagian dari Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Namun, kawasan ekowisota itu dikelola oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) Simbar Segara.
Terdapat berbagai pilihan aktivitas yang dapat dilakukan di kawasan hutan mangroveitu. Tak hanya bisa menjelajah menggunakan perahu motor, pengunjung juga bisa menggunakan kano untuk menelusuri hutan mangrove Pemogan. Selain menelusuri hutan mangrove, pengunjung juga bisa menjelajah sampai ke Pulau Penyu menggunakan perahu motor.
Ketua KUB Simbar Segara Ketut Darsana mengatakan, kawasan itu sudah dikelola menjadi ekowisota sejak 2016. Namun, hutan mangrove Pemogan itu baru dikenal banyak orang sejak tiga tahun belakangan ketika mulai ramai di media sosial seperti Instagram dan TikTok.
"Kami punya 30 kano. Terus yang armada yang kita punya juga boat (perahu motor) sekitar 18 biji," kata dia, Rabu (18/9/2024) sore.
Ia menjelaskan, terdapat dua aktivitas wisata yang bisa dilakukan di hutan mangrovePemogan, yaitu susur mangrove dan tur mangrove. Susur mangrove adalah kegiatan menelusuri hutan mangrove sambil melihat keindahan alam di dalamnya. Selama perjalanan, pemandu juga akan menjelaskan berbagai jenis dan manfaat mangroveyang ada di kawasan hutan itu.
Selain dapat menggunakan perahu motor yang berkapasitas enam orang penumpang, pengunjung juga bisa menggunakan kano yang dapat dinaiki dua orang. Menelusuri hutan mangrove menggunakan kano menawarkan sensasi tersendiri karena pengunjung dapat sesuka hadi mendayung perahu ke tempat-tempat favorit.
Sementara itu, tur mangrove adalah kegiatan menelusuri hutan bakau hingga ke Pulau Penyu dan Teluk Benoa. Tur mangrove itu hanya bisa dilakukan dengan perahu motor.
Adapun biaya untuk bisa melakukan kegiatan ekowisota di hutan mangrove Pemogan cukup terjangkau. Untuk kegiatan susur hutan mangrove menggunakan perahu motor dikenakan biaya Rp 300 ribu per perahu dan Rp 30 ribu per satu unit kano. Sementara untuk kegiatan tur mangrove, pengunjung dikenakan biaya Rp 600 ribu untuk satu perahu motor.
"Kano (paling banyak peminatnya) karena murah meriah. Pengunjung dapat menikmati pemandangan mangrove, dia dapat melihat sunset kalau sore, kalau pagi dia dapat melihat sunrise," ujar Ketut.
Ia mengatakan, tak hanya kegiatan wisata yang dapat dilakukan di kawasan hutan mangrove Pemogan. Ia menyebutkan, di tempat itu juga dapat dilakukan kegiatan edukasi seperti penanaman bibit mangrove. Kegiatan penanaman mangrove itu biasanya dilakukan oleh instansi, perusahaan, dan pelajar atau mahasiswa.
Tak hanya akan diedukasi terkait penanaman bibit mangrove, KUB juga dapat mengedukasi pengunjung terkait berbagai manfaat dari mangrove. Pasalnya, banyak produk yang dapat dihasilkan dari tanaman itu. Seperi buah mangrove yang dapat diolah menjadi minuman atau makanan dan daun mangroveyang bisa dijadikan pewarna batik ecoprint.
"Jadi kami menerima juga murid-murid yang mau edukasi ke sini, mau belajar tentang bagaimana bikin dari bibit mangrove sampai dengan memilih buahnya itu, terus kami akan mengajari bagaimana caranya untuk menanam itu. Nanti sampai dengan bagaimana kita menanam," kata dia.
Menjaga Mangrove untuk Kehidupan
KUB Simbar Segara telah mengelola kawasan hutan mangrove Pemogan sejak 23 Agustus 2014. Keberadaan kelompok itu awalnya adalah untuk mewadahi para nelayan yang tinggal di sekitar kawasan hutan mangrove tersebut.
Ketut menjelaskan, ketika itu KUB mendapatkan izin untuk mengelola sekitar 32 hektare hutan mangrove yang ada di Pemogan untuk kegiatan ekowisota terbatas. Sebagai gantinya, kelompok itu harus tetap melestarikan hutan mangrove yang ada.
Bermula dari itu, KUB Simbar Segara mulai melakukan kegiatan konservasi di hutan mangrove Pemogan. Tujuan awalnya tak lain untuk meningkatkan perekonomian para nelayan di sekitar kawasan hutan mangrove.
"Kami juga punya pemikiran, karena kami hidupnya di sini, kalau sudah lestari mangrove-nya, otomatis ikan bisa berlimpah. Karena mangrove ini merupakan tempat untuk pemijahan ikan," kata Ketut.
Tak hanya itu, keberadaan mangrove juga dapat menjadi benteng bagi nelayan yang tinggal di pesisir. Pasalnya, mangrovemerupakan penyangga pertama ketika ombak besar menghantam daratan.
Ketut menambahkan, hutan mangrove yang subur juga membuat kualitas udara menjadi lebih bagus. Apalagi, kawasan hutan mangrove Pemogan sudah menjadi paru-paru bagi Kota Denpasar.
"Kami melestarikan utamanya, otomatis kami akan bisa manfaatnya, mungkin ikan lebih banyak jadinya, hutan kita lestari," kata dia.
Ketut mengatakan, saat ini ada sekitar 55 orang yang tergabung dalam KUB Simbar Segara. Fokus utama dari KUB Simbar Segara belakangan adalah memfasilitasi kegiatan ekowisota, mengingat Bali merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan para wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Meski demikian, KUB Simbar Segara tak hanya melakukan kegiatan ekowisota di kawasan hutan mangrove Pemogan. Kelompok yang beranggotakan para nelayan itu juga melakukan pembibitan dan penanaman mangrove, hingga mulai mencoba membuat berbagai produk dari mangrove. Ia menyebutkan, KUB Simbar Segara kini juga telah bisa menghidupi para anggotanya dengan berbagai kegiatan yang dilakukan. Setidaknya, satu orang yang fokus mengelola berbagai kegiatan di kelompok itu bisa mendapatkan upah sekitar Rp 4 juta per bulan, baik dari kegiatan wisata atau pembibitan.
"Kalau dia (anggota) rajin secara pribadi, karena kami kan ada yang kita tidak batasi juga, ada yang memang tidak punya pekerjaan otomatis dia bisa konsentrasinya lebih banyak di sini. Kami suruh dia buat bibit, nanti bibitnya kami yang beli. Otomatis dia kan punya pemasukan. Bisa Rp 4-6 juta," ujar Ketut.
Melibatkan Generasi Muda
Dalam kesempatan menyusuri hutan bakau Pemogan itu, Republika juga sekaligus menyaksikan sejumlah mahasiswa tengah melakukan aksi menanam mangrove. Aksi yang diinisiasi oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation atau BLDF itu melibatkan sebanyak 46 mahasiswa dari berbagai kampus di Bali untuk menanam 5.000 bibit mangrove.
Program Officer BLDF Ira Ratnati mengatakan, pihaknya sengaja melakukan penanaman mangrove karena tanaman itu sangat memiliki peran dalam kehidupan di pesisir, salah satunya untuk menahan abrasi. “Sebagai negara kepulauan, kampanye menanam mangrove mesti lebih ditingkatkan. Karena keberadaan mangrove tak hanya mampu menjadi penahan abrasi, tapi juga menjadi habitat ikan laut,” ujar Ira.
Ia menyebutkan, BLDF telah dua kali melakukan penanaman mangrove di kawasan Pemogan, Bali. Pertama, penanaman dilakukan pad 2022. Namun, hanya sekitar 30 persen mangrove yang berhasil tumbuh dari penanaman dua tahun lalu.
Untuk diketahui, upaya mengembangbiakkan mangrove tidak bisa sekadar ditanam. Bibit mangrove yang baru ditanam perlu dirawat dengan baik sampai tanaman itu benar-benar tumbuh. Karena itu, BLDF bekerja sama dengan KUB Simbar Segara agar dapat merawat mangrove yang telah ditanam dapat tetap hidup.
Dalam kegiatan itu, BLDF juga mengajak para mahasiswa yang terlibat untuk melakukan diskusi berama Ketut Darsana sebagai Ketua KUB Simbar Segara dan musisi sekaligus aktivis lingkungan Gede Robi dari kelompok musik Navicula. Diskusi itu dilakukan tak lain untuk mendekatkan isu lingkungan kepada setiap orang, khususnya anak muda. Pasalnya, selama ini lingkungan selalu dipandang sebagai urusan pihak lain, alih-alih pribadi masing-masing.
"Padahal lingkungan itu tanggung jawab kita semua. Apa yang terjadi sama alam juga, bahkan itu adalah sebagian dari kontribusi kita kan," kata dia.
Ira mengatakan, BLDF sengaja melibatkan mahasiswa dalam melakukan kegiatan tersebut. Pelibatan mahasiswa itu merupakan bagian dari gerakan Siap Darling yang digagas Djarum Foundation sejak lima tahun lalu.
Menurut dia, pihaknya ingin menciptakan agen perubahan atau agents of change dengan melibatkan generasi muda dalam setiap kegiatan lingkungan yang dilakukan. Ketika generasi muda itu dilibatkan secara langsung di lapangan, mereka diharapkan dapat menularkan ilmu yang didapat kepada lingkungan sekitarnya.
"Kita berharapnya mereka inilah yang akan bisa ngasih pengaruh juga ke yang lain. Jadi seperti snowball effect. Kita mengajak mereka, ini lo susahnya nanem kayak gini. Semoga dengan mereka beneran ketemu di lapangan, akhirnya bisa bawa pulang ke rumah, ngajak keluarganya, ngajak saudaranya, ngajak temannya," ujar dia.
Vitalnya Keberadaan Mangrove di Bali
Musisi sekaligus aktivis lingkungan Gede Robi juga menyoroti pentingnya keberadaan mangrove dalam kehidupan manusia. Menurut dia, mangrove tak hanya menjadi habitat dari berbagai satwa liar, melainkan juga menjaga kehidupan manusia dari bencana.
Vokalis dan gitaris kelompok musik Navicula itu menilai, keberadaan mangrove sangat bermanfaat untuk lingkungan. Pasalnya, mangrove dapat menjaga kualitas tanah, air, dan udara, tetap baik. Selain itu, mangrove yang juga disebut hutan bakau juga berguna untuk mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada, mengingat mangrove menejadi tempat ikan berkumpul.
"Jadi peran mangrove benar-benar vital. Karena itu akan berpengaruh pada populasi ikan di luar, di laut sana," kata dia di hutan konservasi mangrove Pemogan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali.
Robi menilai, banyak kerugian apabila mangrove tidak ada. Dampak dari hutan bakau yang rusak juga pasti akan dirasakan manusia, seperti kesulitan mencari ikan hingga terancam bencana abrasi hingga gelombang tinggi.
Karena itu, Robi mengapresiasi aksi menanam bibit mangrove yang dilakukan oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation atau BLDF. Apalagi, kegiatan yang dilaksanakan di hutan konservasi mangrove Pemogan itu juga melibatkan puluhan mahasiswa.
Robi menilai, generasi muda adalah kaum yang saat ini paling terdampak dari kerusakan lingkungan yang ada. Untuk itu, generasi muda harusnya menjadi yang pertama untuk melakukan pergerakan menjaga kelestarian lingkungan.
"Jadi mau tidak mau, aku pikir, seharusnya yang paling khawatir dan beraksi harus anak muda yang pertama," kata dia.
Menurut dia, generasi muda harus menjadi kaum yang pintar. Tak hanya pintar, generasi muda juga harus peduli dengan lingkungan.
Pintar dan peduli itu menjadi syarat utama agar bisa menjaga kehidupan tetap lestari. Pasalnya, saat ini banyak orang pintar juga tidak peduli. Sementara itu, banyak juga orang peduli, tapi kekurangan informasi.
"Jadi aku pikir jadi pintar dan jadi peduli. Nanti dari situ kalau udah jadi pintar jadi peduli pasti pilihan-pilihan hidup apapun yang mereka lakukan pasti yang akan ideal pada kondisi ini," kata dia.
Selain itu, generasi muda harus dapat memengaruhi pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah, untuk lebih peduli dengan lingkungan. Dengan suara generasi muda yang besar, bukan tidak mungkin mereka secara tidak langsung dapat memengaruhi pembuat kebijakan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.