Opini
Inovasi Scaffold Tulang, Peluang dan Tantangan Masa Depan
Ekonomi biru merupakan pendekatan penting untuk mendukung Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat.
Oleh PROF AMINATUN, Guru Besar Universitas Airlangga
Indonesia dikenal sebagai negara maritim, di mana luas perairan Indonesia mencakup 75 persen wilayah. Selain itu, Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang melimpah, termasuk sumber daya ikan, terumbu karang dan biota laut lainnya. Kekayaan laut Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, menyimpan potensi luar biasa untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.
Dengan potensi kekayaan laut yang luar biasa ini, maka pemerintah sejak 2018 mulai memberikan perhatian yang sangat serius. Hal tersebut dibuktikan dengan lahirnya konsep pembangunan ekonomi yang berkelanjutan berbasis pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir secara optimal, tanpa merusak lingkungan yang disebut ekonomi biru. Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kesehatan ekosistem laut sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada sektor kelautan dan perikanan.
Ekonomi biru merupakan pendekatan penting untuk mendukung Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat. Konsep ini menekankan pada konservasi, inovasi, dan efisiensi dalam memanfaatkan sumber daya laut untuk mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan motivasi ingin turut memanfaatkan kekayaan laut yang luar biasa ini maka terciptalah ide pembuatan scaffold tulang dari tulang sotong. Scaffold tulang merupakan salah satu komponen rekayasa jaringan tulang yang berfungsi sebagai template atau tempat interaksi sel dan pembentukan matriks ekstraseluler tulang yang memberikan dukungan struktural dalam pembentukan jaringan tulang baru. Rekayasa jaringan tulang merupakan salah satu pendekatan baru yang menjanjikan untuk mempercepat pertumbuhan dan penyembuhan fraktur tulang pada pasien.
Ikan sotong adalah salah satu komoditas utama hasil laut Indonesia. Data produksi sotong di Indonesia mencatat angka lebih dari 50 ribu ton per tahun (termasuk cumi-cumi dan gurita). Dari produksi ini, diperkirakan 20-30 persen berat sotong merupakan limbah tulang, sehingga jumlah limbah tulang sotong bisa mencapai 10 ribu–15 ribu ton per tahun. Produksi sotong banyak ditemukan di kawasan pesisir seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Limbah tulang sotong ini kaya akan kalsium karbonat yang kandungannya mencapai 80-90 persen dari tulang sotong. Kalsium karbonat sangat berguna dalam berbagai aplikasi industri salah satunya dapat digunakan sebagai bahan dasar material pengisi fraktur tulang atau bahan gigi tiruan.
Fraktur tulang merupakan salah satu kasus trauma tulang yang sering terjadi di Indonesia, baik akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau osteoporosis. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar yang dilaksanakan Badan Litbangkes Kemenkes RI pada tahun 2018, kasus fraktur atau patah tulang di Indonesia mencapai prevalensi sebesar 5,5 persen. Fraktur tulang bisa menimpa orang dewasa maupun anak-anak. Angka kejadian fraktur di Indonesia cenderung meningkat seiring dengan pertambahan populasi usia lanjut dan juga tingkat kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi. Menurut beberapa studi epidemiologi, prevalensi fraktur tulang di Indonesia berkisar antara 2 hingga 5 persen dari seluruh populasi. Studi menunjukkan bahwa sekitar satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria di atas usia 50 tahun dapat mengalami fraktur terkait osteoporosis.
Apabila tulang mengalami fraktur maka untuk mendukung proses remineralisasi tulang, perlu diberi mineral kalsium fosfat berupa hidroksiapatit yang bersifat bioaktif dan osteokonduktif sehingga dapat merangsang tumbuhnya sel tulang. Proses remineralisasi tulang diawali dengan adanya deposisi kalsium dan fosfat dari material hidroksiapatit dalam matriks tulang organik yang terjadi apabila konsentrasi lokal ion kalsium dan ion fosfat di atas nilai ambang.
Potensi serbuk hidroksiapatit dari tulang sotong telah diuji kinerjanya secara invivo menggunakan hewan coba tikus putih. Pertumbuhan sel, jaringan dan penyembuhan fraktur tulang tikus putih yang ditambah hidroksiapatit dari tulang sotong memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan fraktur yang tidak mendapatkan penambahan hidrosiapatit. Mengingat proses ekstraksi hidroksiapatit dari tulang sotong relatif mudah, ramah lingkungan, ekonomis serta sumber dayanya yang melimpah di lautan Indonesia, material ini berpeluang dapat menjadi solusi inovatif untuk mendukung kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan biomaterial medis.
Inovasi scaffold tulang dibuat dalam bentuk tiga dimensi-berpori dan nanofiber untuk meningkatkan efektivitas kinerjanya. Untuk scaffold 3 dimensi berpori, diperlukan tambahan biopolimer yaitu kitosan, kondroitin sulfat dan carboxylmethyl cellulose (CMC). Kitosan bersifat hidrofilik dan pembentuk pori saat proses freeze drying. Porositas yang tinggi dan adanya interkoneksi antarpori dapat mendukung proses regenerasi sel dan integrasi jaringan. CMC memiliki muatan yang berlawanan dengan kitosan, menjadikan keduanya berikatan kuat membentuk ikat silang secara ionik. Kondroitin sulfat merupakan komponen struktural penting dari tulang rawan yang dapat meningkatkan proses remodeling tulang dan pembentukan tulang baru. Scaffold tulang hidrosiapatit/kitosan/kondroitin sulfat telah diuji secara invivo pada hewan coba kelinci, dan hasilnya menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam proses penyembuhan fraktur tulang.
Inovasi scaffold tulang dalam bentuk nanofiber memiliki keunggulan karena menyerupakan matriks ekstraseluler (ECM) di mana pada skala nano, memiliki struktur berserat yang timbul dari interaksi antara komponen organik terutama kolagen tipe-1 dan anorganik yaitu mineral apatit. Scaffold nanofiber dibuat dari bahan hidroksiapatit, polikaprolakton, kolagen dan gelatin. Kolagen adalah protein yang paling banyak dijumpai dalam tubuh manusia, berperan sebagai penyokong struktural untuk mengatur sel dalam jaringan ikat. Gelatin bersifat biodegradabel, biokompatibel dan memiliki antigenitas yang rendah. Scaffold hidroksiapatit/polikaprolakton/kolagen dan hidroksiapatit/polikaprolakton/gelatin, keduanya menunjukkan kinerja yang baik dalam interaksinya secara invitro dengan sel osteoblas yang ditunjukkan dengan adanya perlekatan sel pada scaffold sehingga proliferasi sel semakin meningkat.
Ada peluang besar untuk merealisasikan inovasi scaffold tulang hidroksiapatit dengan penambahan biopolimer ini sebagai solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan produk impor di bidang kesehatan. Hal ini tidak hanya mendukung sektor kesehatan tetapi juga memberdayakan sektor perikanan dan kelautan. Pemanfaatan limbah tulang sotong dan pengembangan industri biopolimer dari cangkang udang, tulang sapi, tulang ikan, sisi dan kulit ikan akan membuka lapangan pekerjaan baru, memperkuat sektor riset dan inovasi serta meningkatkan daya saing bangsa.
Namun di balik peluang besar tersebut, masih terdapat tantangan yang kita hadapi yakni keseriusan pemerintah dalam mengadopsi karya inovasi intelektual. Pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan rakyatnya khususnya terkait kebutuhan di bidang kesehatan. Dibutuhkan regulasi yang mampu menciptakan ekosistem riset yang baik dan pemanfaatan hasil riset sehingga dapat segera digunakan oleh masyarakat luas.
Hilirisasi karya riset intelektual adalah suatu keniscayaan. Untuk karya riset yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti bidang kesehatan ini selayaknya proses hilirisasi langsung ditangani oleh industri pemerintah sehingga nuansa profit oriented layaknya industri swasta tidak akan terjadi. Dengan demikian ada jaminan bahwa masyarakat luas akan merasakan hasil inovasi intelektual ini dengan mudah dan murah bahkan bisa gratis.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.