Sebuah kapal melintas di dekat solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Ekonomi

Perkuat Transisi Energi demi Wujudkan Swasembada

Ketergantungan terhadap energi fosil berpotensi mengancam cita-cita swasembada.

JAKARTA -- Pemerintah menargetkan swasembada energi. Presiden Prabowo Subianto terus menyinggung hal itu, bahkan sebelum ia dilantik.

Ada berbagai cara menuju terealisasinya target pemerintah tersebut. Salah satunya, percepatan transisi ke energi terbarukan bisa menjadi kunci. Hanya saja, ketergantungan terhadap energi fosil berpotensi mengancam cita-cita tersebut. 

Karenanya, Presiden Prabowo perlu menetapkan kebijakan dan regulasi yang mendorong investasi energi terbarukan, bukan energi fosil. Managing Director Energy Shift Institute (ESI) Putra Adhiguna menegaskan, transisi energi menjadi krusial dengan target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Hal ini mengingat energi merupakan fondasi bagi pertumbuhan di sektor ekonomi mana pun. Di sisi lain, perusahaan global semakin menuntut tersedianya energi bersih di negara tujuan investasi mereka.

Transisi energi, jelas dia, menggambarkan daya saing Indonesia di level global. Perkara daya saing menarik investasi industri berkualitas. Pada saat yang sama dapat menciptakan lapangan kerja. 

"Karenanya, transisi energi lebih luas dari perihal PT PLN (Persero), pemerintah lah yang harus berhitung untung rugi ekonomi bila tidak memiliki suplai energi bersih," kata Putra dalam diskusi Diskusi Cerah Expert Panel dengan tema  "Meneropong Arah Transisi Energi Era Prabowo-Gibran" di Hotel Artotel Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2024).

Ia juga menggarisbawahi pentingnya perencanaan yang matang di sektor energi untuk mendorong pembangunan, sekaligus menghindari beban jangka panjang. Dalam hal ini, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo perlu mendorong Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang lebih presisi dan dapat dijadikan patokan oleh investor. Pemerintah juga perlu memberikan kejelasan regulasi, yakni undang-undang terkait energi terbarukan.

"Pengalaman selama ini menunjukkan kalau Permen (peraturan menteri) saja tidak cukup, Perpres (peraturan presiden) saja tidak bisa jalan, jadi perlu ada kejelasan terkait undang-undang energi terbarukan," ujar Putra.

Analis Kebijakan Energi International Institute for Sustainable Development (IISD) Anissa Suharsono, menyatakan sektor energi Indonesia berkaitan erat dengan politik dan kepentingan energi fosil. Karenanya, transisi ke sistem energi yang lebih bersih membutuhkan perubahan fundamental pada kebijakan energi Indonesia, yang hanya dapat dicapai dengan kemauan politik yang kuat. Presiden Prabowo memiliki pondasi kuat di awal kepemimpinannya untuk menjalankan aksi yang dibutuhkan. Salah satunya reformasi subsidi energi.

Anissa berpendapat transisi energi tidak akan dapat direalisasikan tanpa upaya pemerintah mengatasi berbagai hambatan terhadap perkembangan energi terbarukan.

"Iklim investasi yang stabil hanya dapat terbentuk jika pemerintah memiliki peta jalan yang jelas dan mengikat secara hukum, seperti yang telah diidentifikasi dalam dokumen CIPP JETP."

Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH Agung Budiono menambahkan, Indonesia tidak akan bisa swasembada energi selama masih sangat bergantung pada energi fosil. Pasalnya, saat ini pun, negara kita mengimpor seluruh jenis bahan bakar fosil, termasuk batu bara. Seiring berkurangnya cadangan dan produksi, dikhawatirkan impor energi fosil akan membesar, jika Indonesia tidak secara cepat bertransisi ke energi terbarukan.

Ia merasa transisi energi sangat mendesak untuk dipercepat. Ia mendorong pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan dan regulasi pendukungnya. Hingga kini Indonesia belum memiliki regulasi terkait transisi energi pada level undang-undang. 

"Padahal, payung hukum ini penting agar regulasi di bawahnya bisa selaras, yang pada akhirnya dapat menjadi daya tarik investasi energi terbarukan di Indonesia," tutur Agung.

Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 2023, Indonesia mengimpor minyak mentah hingga 132,39 juta barel. Indonesia juga mengimpor produksi jadi olahan minyak sampai 26,89 juta kiloliter (KL) dan LPG 6,95 juta ton. Di tahun yang sama, Indonesia mengimpor batu bara walau dalam volume kecil, yakni 14,46 juta ton.

Pengembangan EBT Indonesia masih lambat. Pada 2023, bauran energi terbarukan nasional baru mencapai 13,1 persen, jauh dari target 25 persen pada 2025. 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat