Sebagian eks-Digulis di Australia. | Dok Penulis

Nostalgia

Sibar, Ide Licik Van der Plas, dan Kembalinya Belanda ke Indonesia

Serbuan Jepang yang terus merangsek masuk ke Papua membuat Belanda ketar-ketir.

Oleh FIKRUL HANIF SUFYAN, periset dan pengajar sejarah, pernah menjadi dosen tamu di University of Melbourne

 

Ketika fasisme Dai Nippon  membombardir wilayah Hindia Timur, tentara Belanda sudah keteteran. Van der Plas masa itu tidak punya pilihan lain, selain memindahkan interniran Digoel itu ke Australia. Dan,  Djamaluddin Tamim punya catatan penting mengenai proses pemindahan dan organ Sibar.

Tepat pada tanggal 9 Maret 1943, Van Der Plas bertolak dari Australia mendarat  dengan (pesawat) Dakota di pelabuhan Tanah Merah. Tujuan kedatangannya adalah memberitahukan kepada penduduk pembuangan (interniran Digoel), supaya bersiap-siap untuk dipindahkan ke Australia (Tamim, 1964).

Serbuan Jepang yang terus merangsek masuk ke Papua, telah membuat Belanda ketar-ketir. Pada 9 Maret 1943 itu Djamaluddin Tamim, bersama Muhammad Ali dari Banten mendapat panggilan yang pertama untuk berhadapan langsung dengan Van der Plas. yang diikuti oleh wedana Moh. Soenger. Soenger merupakan wedana Tanah Merah yang berasal dari Sumedang Jawa Barat.

Menananggapi permintaan Van der Plas, Djamaluddin Tamim dan Muhammad Ali menolak keras. Djamaluddin tetap bersikukuh, sesuai dengan permintaan 35 orang anggota PARI yang pernah dilayangkan ke Soenger, bahwa mereka tidak bersedia dipindahkan ke Australia, tetapi ke Merauke.

Setelah Djamaluddin dan Ali, berturut-turut dipanggil Soedjono (pimpinan PKI 1924 sampai 1926), Haji Jalaluddin Thaib (pengurus PERMI), Burhanuddin (Pendidikan Nasional Indonesia) - tangan kanannya Hatta, Sjahrir, dan dr Woworuntu, yang baru saja kembali dari Moskow pada Maret 1928.

Masing-masing empat tokoh pergerakan itu, seperti ada gelagat aneh – tegas Djamaluddin. Mereka tampak berbisik-bisik agak lama, dan beberapa kali melakukan perundingan istimewa di kediaman controleur. Mereka berunding dengan wedana Soenger, controleur,  dan Van der Plass

Realisasi pembicaraan empat orang tadi dengan petinggi Belanda, tersiar ketika membentuk organ baru. Pertama, Pemerintah Hindia Belanda pelarian di Australia, yang dikepalai oleh Van Mook dan Van Der Plas bersama kompatriot Soedjono, Djalaluddin Thaib, dan Burhanuddin membentuk Serikat Indonesia baru yang disingkat SIBAR (Poeze, 2014).

Keberadaan dari organ ini, menjadi tanda tanya besar bagi Djamaluddin – terutama pasca Indonesia merdeka. Mereka menolak atau tidak mengakui Republik Indonesia merdeka Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945.

Kedua, mereka menuduh Soekarno dan Hatta kolaborator atau penjahat perang, dan akan pulang ke Indonesia, kembali bersama-sama Van Mook dan Van der Plas untuk mendirikan Negara Indonesia baru.Tidak seperti Hindia Belanda dulu lagi, tetapi Indonesia Belanda kerjasama yang lebih erat lagi dan sebagainya (Tamim, 1964).

 

Dipindahkannya Interniran Digoel ke Cowra

Pindahnya tahanan politik dari Digoel menuju Australia, rupanya terpisah dari keluarga mereka. Belanda mengambil kebijakan untuk mengutamakan penyelamatan keluarga eks Digoelis tanggal 6 Juni 1943. Rombongan besar yang berangkat dengan kapal laut S.S Both sampai di Australia bagian Selatan tanggal 22 Juni 1943.

Pihak Belanda dan Australia bertemu pada 22 November 1943, dan menyepakati pembebasan semua tawanan selambat-lambatnya 13 Desember 1943. Pada tanggal 7 Desember 1943, 150 orang dipindahkan ke Perusahaan Australia di Wallangara, Toowoomba, dan  Helidon, di mana mereka bekerja di peternakan dan depot amunisi yang besar. Untuk Cowra tercatat 332 pria, perempuan, dan anak-anak, sedangkan sebagian interniran Tanah Tinggi masih berada di Liverpool (Sufyan, 2017).

Terungkapnya misi penyelamatan ini berasal dari Report on Prisoner of War yang dikeluarkan tanggal 13 Juli 1943. Dalam arsip ini tercatat riwayat hidup keluarga interniran, mulai dari: nama, tanggal lahir, status perkawinan, serta tinggi dan berat badan. Dalam arsip ini, turut terungkap kondisi fisik dan catatan-catatan penting lainnya mengenai empat pentolan dari Sarekat Rakyat Padang Panjang, yakni Haji Datuk Batuah, Djamaluddin Tamim, Arif Fadillah,  dan Datuk Mangkudum Sati.

Selama perjalanan menuju Australia, orang buangan termasuk propagandis komunis Sumatera Barat meninggalkan catatan dan surat tentang riwayat hidup dan penderitaan mereka pada penjaga kamp Australia. Beberapa dari mereka berhubungan melalui penjaga, di antaranya berasal dari Partai Komunis Australia (CPA), yang tentu saja, tertarik datang untuk menyelamatkan eksterniran tersebut.

 

Perlawanan Terhadap SIBAR

Kamp tahanan eksterniran asal Boven Digoel hanya berjarak dua ratus kilometer timur Sidney, yakni di New South Wales. Mereka tiba  di Australia pada bulan Juni 1943. Dua puluh dua eks Tanah Tinggi yang dianggap radikal dijebloskan dalam penjara Liverpool, dekat Sidney.

Dalam hitungan hari, beberapa keahlian yang dibutuhkan masa itu di Australia - terutama dari tahanan Digoel adalah adalah layanan penerjemahan. Selanjutnya lima orang yang berasal dari Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yakni Boerhanoedin, Moerwoto, Soeka Soemitro, Maskoen Soemadiredja, dan TA Moerad. Van der Plas mengomentari selama enam bulan sejumlah besar eks Digoelis berperilaku baik dan bisa diandalkan untuk pelayanan resmi.

Adapun propagandis Sarekat Rakyat asal Sumatera Westkust dipindahkan dari Kamp Tahanan Perang di Cowra, New South Wales ke 36th Australian Employment Company (AEC). Di daerah 36 AEC itu ditempati oleh beragam eksterniran Indonesia. Komposisi pendatang itu berasal dari sebagian kecil eks Digoelis, awak kapal Belanda yang tidak bisa pulang akibat Perang Dunia II.

Sebelum akhir Perang Dunia II, 36 th  AEC dibubarkan dan anggotanya tidak ada tugaskan lagi.  Akibatnya eks Digoelis, seperti Haji Datuk Batuah, Arif Fadhillah, Djamaluddin Tamim, dan Datuk Mangkudum Sati dipindahkan ke Camp Casino di Kota kecil Casino, dekat perbatasan negara bagian New South Wales dan Queensland di sebelah utara Sydney.

Namun, tidak seluruhnya eksterniran Cowra kooperatif terhadap rencana busuk Van der Plas. Untuk melawan SIBAR, Djamaluddin Tamim membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM). Wacana yang diapungkan adalah menolak keberdaan dari Sibar. Djamaluddin tidak bergeming sedikit pun, meskipun PKI Muda yang dibentuk Muso dan Alimin telah berkolaborasi dengan Sibar. Djamaluddin tetap berada di KIM.

 

Terbukanya Kedok Van der Plas

Kelompok radikal yang melawan SIBAR dan menentang niat busuk Van de Plas memang berjumlah kecil. Namun, gebrakan mereka mebuka kedok palsu SIBAR dan Van der Plas memang mencengangkan. Kelompok ini menandatangani petisi yang dilayangkan pada Justice a’Beckett Terrell tanggal 20 Agustus 1943 (Sufyan, 2017).

Kelompok itu dipenjarakan di kamp tentara di sebelah selatan Sydney (di Liverpool - sekarang bernama Holdsworthy Barracks). Petisi yang diajukan oleh kelompok non kooperatif ini bertujuan untuk membuka kedok van der Plas dan pemerintah pelarian Belanda, bahwa mereka adalah tahanan politik, bukan tahanan kriminal. Datuk Mangkum Sati yang ikut menandatangani petisi tanggal 20 Agustsu 1943 itu menulis:

"[Kalau] Kalau perasingan kami externeering sifatnja, maka kami sesampainja di Australia dengan sendirinja mendjadi orang merdeka. Oempama kami dianggap dan dipandang sebagai orang perasingan keloear negeri, dengan kekoeatan poetoesan siapakah dan alasan apakah kami diperlakoekan seperti itoe. Kami merasa dan mema’loemi benar, bahasa fitnahan semata-mata dan sewenang-wenang djoea jang ditimpakan kepada kami. Kepada Pemerintah Australia kami mempertimbangkan dengan alasan-alasan apakah kami diterima oleh Pemerintah Australia sebagai tawanan peperangan atau tawanan politiek."( Petisi pada Mr. Justice a’Beckett Terrell tanggal 20 Agustus 1943.”, Arsip Headquarter N.S.W. L & C area Victoria Barrackes  Sydney)

Sampai pemerintah Australia memulangkan kembali eksterniran Cowra dan Sidney. Rombongan terakhir kapal Manoura yang bertolak dari Australia menuju Tanjung Priok, membawa rombongan terakhir umlah 2000 orang itu adalah interniran Digoel, yang tidak berafiliasi pada SIBAR bentukan Van Mook dan Van der Plas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Dituduh Spreekdelict, Empat Perempuan PERMI Dibui

SELENGKAPNYA