Kendaraan tentara Israel mengangkut sekelompok tentara di Jalur Gaza selatan, Rabu, 3 Juli 2024. | AP Photo/Ohad Zwigenberg

Internasional

Setahun Genosida, Israel Tak Mampu Lumpuhkan Perlawanan

Israel justru kian terjebak dalam konflik dengan kekuatan pendukung Palestina.

GAZA – Menjelang setahun genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, mereka tak kunjung mencapai tujuan memusnahkan perlawanan Hamas dan para pejuang Palestina. Israel justru makin terjebak dengan perang melawan kekuatan-kekuatan pendukung Palestina seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan Iran.

Departemen Rehabilitasi Kementerian Pertahanan Israel menerima rata-rata lebih dari seribu tentara baru yang terluka setiap bulannya. Sementara lebih dari 3.700 tentara yang terluka menderita cedera anggota badan, menurut statistik tentara Israel pada Agustus lalu. Sejauh ini,  jumlah tentara penjajah yang tewas mencapai 690 tentara dan perwira sejak awal perang, termasuk 330 orang dalam pertempuran darat di Jalur Gaza.

Menurut statistik dari Brigade Izzuddin  al-Qassam, sayap militer Hamas, pada bulan Februari, lebih dari 1.108 kendaraan Israel telah dihancurkan sejak awal perang di Jalur Gaza.

Aljazirah Arabia menganalisis, sebelum operasi peledakan peralatan komunikasi di Lebanon, tekanan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, baik secara militer maupun politik, semakin meningkat. Demonstrasi menentang dia dan pemerintahannya, menuntut gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, terus menyala di Tel Aviv dan kota-kota di Israel.

photo
Warga Israel memprotes pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menyerukan pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza di Tel Aviv, Israel, Sabtu, 7 September 2024. - (AP Photo/Ariel Schalit)

Perang Gaza juga unik karena untuk pertama kalinya dilakukan secara bersatu oleh faksi-faksi bersenjata di Palestina. Perlawanan itu  disertai dengan konsep kesatuan arena yang diadopsi oleh kekuatan perlawanan di Gaza, sesuatu yang belum pernah dihadapi oleh Israel dan negara-negara Barat sebelumnya. 

Kesadaran kolektif dan penyatuan faksi-faksi mampu menimbulkan kerugian besar, bahkan mengalahkan Israel dan aliansi Barat yang berdiri di belakangnya. Bahkan sebelum Topan al-Aqsa, faksi-faksi perlawanan sudah kerap melakukan latihan bersama. Yang terjun di Jalur Gaza juga bukan dari satu ideologi semata. Selain Hamas dan Jihad Islam Palestina yang berideologi Islam, turut berjuang juga dari Fatah dan Komite Perlawanan Palestina yang nasionalis, bahkan Front Populer Pembebasan Palestina (PFLP) dan Front Demokratik Pembebasan Palestina (DFLP).

Tidak seperti putaran pertempuran sebelumnya di mana Palestina menghadapi Israel sendirian, kali ini pejuang Palestina juga mendapat dukungan dari “poros perlawanan.”

Konflik multifront ini memaksa Israel untuk mendistribusikan pasukannya antara selatan dan utara, yang menyebabkan evakuasi permukiman di Galilea Atas, selain tekanan yang menargetkan pelabuhan Eilat, serta serangan rudal dan drone dari Lebanon, Yaman, dan Irak.

Lansiran soal operasi Brigade al-Qassam di wilayah Tal al-Hawa pada Sabtu (17/8/2024). - (Dok Hamas)  ​

Dalam keadaan seperti ini, dan untuk mengalihkan perhatian dari Gaza dan menghindari tekanan yang diberikan oleh Hamas, Netanyahu terpaksa pergi ke utara dan membuka front baru melawan Hizbullah, yang mengadopsi strategi dengan memberikan dukungan kepada perlawanan di Gaza. 

Situasinya mendesak bagi Netanyahu untuk mengebom Lebanon dengan tujuan mengembalikan para pemukim ke utara, mengurangi kemampuan Hizbullah, dan mencari gambaran kemenangan yang mungkin mengembalikan citra Israel. 

Ketergesaan untuk mencapai citra kemenangan mendorong Netanyahu dan pasukannya untuk segera mengungkapkan rencana mereka, sehingga pengeboman pager dan walkie-talkie menjadi kejutan bagi Hizbullah dan Israel dibuat mabuk oleh apa yang telah dicapainya. 

Di antara berita yang bocor adalah bahwa pemboman ini adalah bagian dari rencana jangka panjang dan bahwa Israel bermaksud untuk mengaktifkannya pada saat pertempuran dengan Hizbullah untuk memberikan pukulan kepada partai tersebut selama pertempuran tersebut.

photo
Petugas pertolongan pertama Pertahanan Sipil membawa seorang pria yang terluka setelah pager genggamnya meledak, di kota pelabuhan selatan Sidon, Lebanon, Selasa, 17 September 2024. - (Ap Photo)

Hanya beberapa hari telah berlalu sejak pemboman tersebut ketika Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, dibunuh, yang merupakan kejutan bagi partai dan pendukungnya serta berdampak pada partai dan kepemimpinannya.

Perkembangan ini mendorong Netanyahu untuk mengatakan bahwa "tidak ada tempat di Timur Tengah yang tidak dapat dijangkau oleh Israel, tidak ada tempat yang tidak akan kami datangi untuk melindungi rakyat kami dan melindungi negara kami."

Namun, belakangan Hizbullah menunjukkan mampu beradaptasi terhadap kondisi itu, terutama setelah pidato wakil sekretaris jenderal partai, Naim Qassem. Ia mengatakan bahwa “partai adalah melanjutkan kepemimpinan dan kendali sesuai dengan strukturnya” dan bahwa ada alternatif bagi setiap “pemimpin ketika dia terluka.”

Untuk menunjukkan kekuatan dan kohesi partai, Qassem mengatakan bahwa setelah pembunuhan Nasrallah, operasi perlawanan berlanjut dengan tingkat yang sama dan lebih banyak lagi, "dan kami menyerang Ma'ale Adumim dan Haifa, dan kami melanjutkan perlawanan."

photo
Citra satelit dari Planet Labs PBC ini menunjukkan lokasi serangan udara Israel yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut, Lebanon, Minggu, 29 September 2024. - (Planet Labs PBC via AP)

Setelah pendudukan mengklaim telah memulai operasi darat di Lebanon, Hizbullah merespons dengan mengebom Tel Aviv dengan rentetan rudal, yang gagal dicegat oleh Iron Dome.

Tampaknya partai tersebut menginginkan perang yang panjang dengan eskalasi yang lambat dan bertahap demi mendapatkan kesempatan untuk mempererat barisan, mengkompensasi kerugiannya, dan menguras tenaga Israel.

Sebelum Netanyahu dan tentara Israel sempat pulih dari euforia kemenangan, kejutan datang melalui pemboman Iran dengan sekitar 200 rudal yang membuat penduduk Israel mengungsi.

Hal ini membuat banyak orang Israel menyatakan di media sosial bahwa “Oktober adalah bulan bencana bagi kami. Kami tidak melupakan tanggal 7 Oktober, dan hari ini Hamas dan Iran mengingatkan kami akan hal itu,” mengacu pada penembakan di Jaffa dan pemboman Iran.

Warga Gaza bersuka cita saat rudal Iran menghujani Israel pada Selasa (1/10/2024). - (Associated Press)  ​

Banyak pengamat percaya bahwa respons Israel terhadap pemboman Iran akan dibalas dengan gelombang rudal dan drone dari Irak, Lebanon, Yaman, dan Iran. Saeed Ziad, seorang analis urusan strategis, bertanya, “Apa yang akan menjadi posisi Israel jika negara ini menjadi sasaran serangan gabungan oleh Iran dan Hizbullah?”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Sejarah Lengkap Penjajahan Israel atas Palestina

Sejak awal, Zionis sudah merencanakan pembersihan etnis Arab di Palestina.

SELENGKAPNYA

Israel Dilaporkan Dipukul Mundur dari Selatan Lebanon

Hizbullah menyangkal pasukan Israel berhasil menembus Lebanon.

SELENGKAPNYA

Houthi Serang Tel Aviv, Warga Israel Berhamburan

SELENGKAPNYA