Bendera Palestina dan Indonesia dalam aksi solidaritas Palestina di Monumen Nasional, Jakarta. | Republika/Iman Firmansyah

Opini

Palestina-Israel dan Diplomasi Pincang Indonesia

Pemerintahan Prabowo kelak harus menguatkan pembelaan Palestina lewat diplomasi ekonomi

Oleh M ANSHORULLAH, Presidium Aqsa Working Group

Hari-hari ini bangsa Indonesia sedang merayakan penuh syukur 79 tahun kemerdekaannya, "Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa". Sementara dari satu-satunya negeri yang belum merdeka Palestina, beberapa hari yang lalu dunia kembali disuguhkan berita yang membuat rasa kemanusiaan remuk. Israel membom Sekolah at-Tabi'in di Gaza City dinihari waktu setempat. Hari ke-309 genosida di Gaza. Akibatnya lebih dari 100 orang menemui syahidnya. Umumnya korban itu sedang menunaikan ibadah shalat shubuh. Banyak diantara korban adalah anak-anak, bahkan bayi.

Bom Zionis subuh itu memiliki daya ledak yang dahsyat. Banyak sekali tubuh warga Gaza hancur. Tim penyelamat bahkan sampai harus mengumpulkan daging-daging korban yang menempel di serpihan beton, entah dari tubuh yang mana. Daging atau bagian tubuh itu dimasukan ke dalam kantung-kantung plastik, lalu ditimbang. Setiap kantung dengan bobot 70 kilogram dianggap sebagai satu korban, lalu dishalatkan dan dimakamkan. Itu daging manusia, bahkan bayi yang usianya belum genap 1 tahun. Bukan daging sapi yang setiap Idul Adha kita plastiki untuk dibagikan, dimasak lalu disantap. Tragis.

Kezaliman itu nyata, bahkan terdokumentasi dengan sangat baik. Tersebar di seluruh platform media. Bukan kejahatan yang dilakukan diam-diam seperti pembunuhan berantai Buffalo Bill dalam Silence of The Lambs. Tidak perlu ada Clarice Sterling yang harus susah payah ditugasi untuk mengungkap pembunuhan ratusan orang yang sedang sholat di shelter pengungsi Sekolah at-Tabi'in itu.

Zionis Israel bahkan sudah mengakui, bom pagi buta itu memang kiriman mereka dengan dalih ingin mengeliminasi 19 warga Palestina di sekolah itu yang mereka tuding sebagai pejuang. Padahal dari 19 nama dan foto yang dirilis IDF di hari yang sama pembantaian itu, banyak nama yang dibantah terlibat dalam gerakan politik apalagi sampai tergabung dalam salah satu faksi pejuang. Sedangkan beberapa nama lainnya tidak ada di Sekolah at-Tabi'in pagi itu karena sudah syahid dibunuh oleh Zionis di hari yang lain.

Kekejian Zionis di tengah upaya yang nyaris frustasi dari mediator gencatan senjata itu, benar-benar tidak bisa diterima nurani dan akal sehat. Pemerintah Indonesia melalui Kemlu mengutuk serangan di Sekolah at-Tabi'in itu. Pernyataan Kemlu itu mewakili perasaan bangsa Indonesia yang yang memiliki tradisi kuat untuk membela Palestina. Tradisi yang berlandaskan ideologi, konstitusi, agama, dan sejarah nasional.

 

Diplomasi kuat tapi pincang

Seluruh pemimpin nasional Republik Indonesia memiliki jejak kuat dalam pembelaan Palestina terutama di masa Presiden Sukarno. Tetapi saya ingin meng-highlight beberapa langkah pembelaan Palestina dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak periode pertama. Pada 2016, Pak Jokowi menyerukan boikot produk Israel. Seruan itu disampaikan secara resmi dalam pidato penutupan KTT Luar Biasa OKI di Jakarta. Pada tahun yang sama, Presiden Jokowi menunjuk Konsulat Kehormatan (Konhor) Indonesia untuk Palestina yang berkedudukan di Amman Yordania.

Pada 2017, Presiden Jokowi mengecam keras entitas Israel yang menodai Masjid al-Aqsa dan membatasi umat Islam Palestina yang ingin beribadah di masjid itu. Tahun berikutnya, Jokowi membacakan pernyataan resmi di Istana Bogor berisi kecaman keras pada Amerika dan Israel atas pengakuan sepihak bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Pak Jokowi menuntut Amerika supaya mempertimbangkan kembali keputusan itu karena melanggar berbagai resolusi DK dan Majelis Umum PBB.

Pada tahun 2018, Presiden Jokowi kembali mengecam dengan keras pemerintah Amerika yang berencana memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem. Pernyataan itu disampaikan di Istana Bogor saat membuka Konferensi Ulama Trilateral Pakistan-Indonesia-Afghanistan. Tahun yang sama, 2018 saat Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Palestina adalah issue prioritas Indonesia di forum tertinggi dunia itu. Dan jangan lupa, timnas sepakbola Zionis Israel ditolak masuk ke Indonesia juga terjadi di masa pemerintahan Jokowi. Meskipun atas desakan berbagai kalangan. Yang terbaru, Presiden bahkan juga mengecam pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniya.

Di lapangan, Menteri Luar Negeri benar-benar menjalankan tugas itu. Boleh dibilang, setiap pidatonya di forum Dewan Keamanan maupun Majelis Umum PBB, Ibu Retno Marsudi selalu menyerukan pembelaan pada Palestina. Termasuk pidato bersejarahnya di hadapan Majelis Hakim ICJ. Sedangkan di forum-forum lainnya, Ibu Retno sangat aktif menggalang dukungan internasional. Mendukung kemerdekaan Palestina sekaligus menuntut pertanggung jawaban Zionis Israel atas pelanggaran hukum mereka.

Sikap tegas diplomasi politik itu juga dibuktikan dalam berbagai bantuan kemanusiaan Indonesia kepada Palestina. Pemerintah melakukan berbagai upaya luar biasa supaya bantuan bisa masuk ke Gaza dan diterima korban genosida. Termasuk upaya mengirim kapal rumah sakit dan bantuan kemanusiaan melalui udara beberapa waktu lalu. Saat Zionis Israel dan Amerika berupaya mendelegitimasi UNRWA dan menghentikan bantuannya, Indonesia justru meningkatkan bantuannya melalui lembaga PBB itu.

Sejalan dengan pemerintah, kalangan sipil juga tidak ketinggalan. Ormas besar NU, Muhammadiyah,  MUI, dan lainnya bertahun-tahun konsisten menunaikan tanggung jawab kemanusiaan, membela rakyat Palestina. Terbaru, PBNU secara resmi telah melarang seluruh lembaga dibawahnya melakukan engagement dengan organisasi yang terafiliasi dengan Zionis Israel. Lembaga-lembaga kemanusiaan seperti MER-C, Aqsa Working Group, dan banyak lainnya juga secara konsisten terus melakukan aksi dukungan kepada Palestina.

Tak diragukan, dalam hal diplomasi politik dan kemanusiaan, Presiden Jokowi mewariskan legacy yang amat penting untuk komitmen Indonesia membela Palestina. Saya apresiasi bahkan kagum. Diplomasi itu akan menjadi benchmark bagi pemimpin nasional di masa depan.

Sayangnya, menurut hemat saya diplomasi politik dan kemanusiaan itu tidak sejalan dengan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap kepentingan Zionis Israel. Apalagi mereka begitu gigih melakukan penetrasi ke Indonesia, baik secara formal maupun informal. Secara langsung maupun proxy, melalui pihak ketiga. Dalam kesempatan lain saya menyebutnya diplomasi hipokrit, tapi kali ini saya menyebutnya diplomasi pincang.

Masyarakat Indonesia dan Kemlu  bersusah payah mempertebal perlawanan atas Israel yang melanggar hukum internasional, tetapi pada saat yang sama ekspor-impor terus jalan dengan entitas Zionis itu. Republika (27/6/2024) dan beberapa media lain melaporkan data BPS tentang hubungan ekspor-impor Indonesia dengan entitas Israel. Bahkan di tahun ini, saat genosida di Gaza sedang berlangsung, impor entitas apartheid itu ke Indonesia malah meningkat 340 persen, lebih dari tiga kali lipat. Beberapa tahun sebelumnya, dari Kementerian Pertahanan, BPS mencatat ada impor persenjataan juga dari Israel. Engagement dagang dengan Zionis Israel itu adalah paradoks dengan seruan boikot Israel dalam pidato  penutupan Konferensi Luar Biasa OKI 2016 yang disampaikan Jokowi.

 

Janji politik Prabowo

Sebelum penetapan calon presiden RI 2024-2029, saya membaca visi misi ketiga pasangan capres. Salah satu yang dicari tentu saja tentang bagaimana pasangan calon pemimpin nasional melanjutkan pembelaannya pada Palestina. Saya bersyukur ketiga Capres setidaknya menyebutkan Palestina dalam visi misinya. Tetapi, di antara ketiganya, ada dua yang kuat dan tegas. Salah satunya visi dari Prabowo pemenang pemilu.  Suksesor Jokowi itu berjanji, sebagai upaya memperkuat pembelaan pada Palestina, akan membuka kedutaan besar Indonesia untuk Palestina di Ramallah.

Janji itu dicantumkan dalam Program Kerja Asta Cita 2 poin ke 16. Menariknya, membuka kedutaan di Ramallah itu, dengan redaksi berbeda, juga dicantumkan dalam visi-misi Capres Prabowo-Sandi tahun 2019. Buat saya, ini adalah langkah progresif yang konkret sekaligus berani dalam pembelaan pada kemerdekaan Palestina. Progresif karena melanjutkan kebijakan Presiden Jokowi yang membentuk Konhor di Amman. Berani, karena ini bukan langkah mudah. Untuk menuntaskan janji itu, Prabowo harus berhadapan dengan Zionis Israel (yang Indonesia tidak sudi menormalisasi hubungan dengan mereka) dan tentu saja Amerika.

Sebelumnya, di halaman 9 visi-misi Asta Cita, Prabowo mencantumkan komitmen pada Ekonomi Pancasila. Pada butir kedua bagian itu, dia tulis; Ekonomi yang junjung tinggi kemanusiaan. Saya memaknai janji ini bahwa pembangunan ekonomi haruslah berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Dan itu tidak hanya berlaku untuk pembangunan ekonomi nasional yang melibatkan sumber daya dalam negeri, melainkan juga investor maupun kepentingan asing lainnya; haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Maka menjalin hubungan ekonomi dengan negara lain atau orang asing juga terikat dengan komitmen dasar itu.

 

Rothschild dan Elon Musk

Selain ekspor-impor Israel itu, saya (dan mungkin banyak yang lain) juga merasa terusik dengan investasi asing dari entitas yang secara langsung terafiliasi dengan Zionis. Dua profil tinggi pendukung Zionis, Nathaniel (Nat) Rothschild dan Elon Musk sudah masuk ke Indonesia.

Nat Rothschild yang oleh media disebut sebagai sahabat Prabowo, adalah baron ke 5 Dinasti Rothschild. Dinasti yahudi ini menjadi pemain kunci industri perbankan di Eropa sejak abad ke-17. Keluarga ini, secara turun temurun adalah sponsor tetap Zionis Israel. Zionis Yahudi memberi gelar keluarga itu sebagai  Hanadiv Hayeduah (donatur yang mulia). Walter Rothschild baron ke 2, kakeknya Nat adalah pemimpin Yahudi Eropa yang menerima Deklarasi Balfour. Sebuah surat berisi pernyataan persetujuan Kerajaan Inggris untuk menjadikan tanah Palestina sebagai rumah nasional bangsa Yahudi. Deklarasi kontroversial itu kemudian dianggap sebagai lisensi bagi bangsa yahudi untuk menduduki Palestina. Sampai hari ini, keluarga Rothschild tetap menjadi sponsor Israel, setidaknya secara formal melalui Yayasan Yad Hanadiv.

Nat Rothschild datang ke Indonesia membawa merek dagang Volex, sebuah industri alat-alat listrik. Badan hukumnya PT. Volex Indonesia. Belum lama ini, mereka meresmikan gedung ketiga di komplek pabrik Volex Indonesia di Sekupang, Kepri. Prabowo hadir meresmikan.

Sedangkan Elon Musk, pemilik SpaceX, platform X (Twitter), dan Tesla masuk ke Indonesia membawa Starlink pabrikan SpaceX dengan badan hukum PT Starlink Service Indonesia. Elon juga diproyeksikan akan membangun pabrik untuk Tesla. Kedatangan Elon Musk ke Indonesia bahkan langsung diterima oleh Presiden Jokowi di sela-sela KTT World Water Forum di Bali, Mei lalu.

Nat dan Elon adalah dua pebisnis global yang tidak bisa dipisahkan dari Israel. Entitas apartheid yang telah difatwakan oleh ICJ sebagai pelanggar hukum humaniter internasional. Nat, sebagai baron ke 5 dinasti Rothschild secara tradisi memang donatur tetap, bahkan ikut mendirikan Israel. Sedangkan Elon Musk adalah suporter dari rezim garis keras Netanyahu. Elon hadir saat Netanyahu pidato di kongres Amerika, duduk persis di belakang Sarah istri Netanyahu. Elon juga berkali-kali berdiri standing ovation untuk Netanyahu.

Menerima mereka sebagai partner bisnis nasional adalah keputusan bias, tidak sesuai dengan komitmen ekonomi yang junjung tinggi kemanusiaan. Karena Nat dan Elon adalah bagian, bahkan pilar dari pelanggaran atas nilai-nilai kemanusiaan yang dilakukan oleh Zionis Israel.

 

Ilusi hubungan diplomatik

Normalisasi dengan Israel adalah bukan opsi. Indonesia bisa belajar dari empat negeri Timur Tengah yang normalisasi dengan Israel. Kita juga bisa belajar dari Turki dan Mesir yang bertahun-tahun memelihara hubungan diplomatik termasuk hubungan dagang dengan Zionis. Faktanya mereka semua tidak bisa berbuat apa-apa selama 10 bulan genosida di Gaza. Mereka tak mampu menghentikan kejahatan Zionis yang membunuh lebih dari 40 ribu rakyat Palestina, lebih dari 70 persennya adalah anak-anak, perempuan, dan lansia. Mereka semua tersandera dengan kepentingan dan perjanjian bilateral mereka dengan Zionis Israel. Di mata dunia, suara Ibu Retno jauh lebih kuat dibanding Jenderal Al Sisi atau Erdogan sekalipun.

Diplomasi ala Turki dan Mesir tidak berhasil. Harapan mereka untuk dapat memengaruhi Israel merundingkan dengan serius solusi dua negara tidak ada kemajuan. Hubungan formal diplomatik itu justru semakin memperkuat posisi Israel, tidak hanya di Timur Tengah bahkan dunia. Sebaliknya, rakyat Palestina semakin menderita, tanahnya makin tergerus, dan Masjid Al Aqsa semakin sering dinistakan.

Dunia menginginkan two state solution, tapi Israel tidak. Mereka inginkan seluruh tanah Palestina, termasuk Al-Quds dan Masjid al-Aqsa. Saat pidato di Majelis Umum PBB pada 22 September 2023, Netanyahu menunjukan sebuah peta yang dia sebut sebagai The New Middle East. Di situ, seluruh tanah yang sebelah baratnya Laut Mediterania, di selatannya Semenanjung Sinai perbatasan Mesir, di timurnya sungai Yordan, dan utaranya perbatasan Lebanon dia sebut sebagai Israel. Diarsir biru semua, tidak ada Palestina. Dua minggu setelahnya, aksi provokatif itu direspon pejuang Palestina dengan Operasi Thufan Al Aqsa pada 7 Oktober 2023.

Sebagai pemenang pemilu, sampai nanti 20 Oktober 2024 dilantik, saat ini mungkin Prabowo sedang berusaha keras menyusun komposisi kabinet. Tanpa bermaksud mengganggu hak prerogatifnya, saya berharap penguatan pembelaan Palestina terutama dalam diplomasi ekonomi dapat menjadi salah satu pertimbangan komposisi itu. Kementerian terkait seperti, Marinves, Perdagangan, Ekonomi, Investasi, perlu diisi oleh profil yang memahami komitmen pembelaan pada Palestina sesuai dengan Asta Cita. Tentu saja juga Kemlu sebagai salah satu Triumvirat Nasional.

Penguatan diplomasi ekonomi Indonesia atas kepentingan Zionis Israel ini akan melengkapi kuatnya diplomasi politik dan kemanusiaan Indonesia. Dengan begitu, diplomasi Indonesia terhadap isu Palestina-Israel menjadi benar-benar kokoh. Tidak lagi pincang. Prabowo dapat memulainya dengan mengevaluasi Elon Musk dan Nat Rothschild. Itu akan menjadi legasinya, kelak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pejuang Palestina Lancarkan Perlawanan Sengit di Gaza

Sejumlah operasi penyerangan oleh pejuang Palestina dilansir.

SELENGKAPNYA

Pejuang Palestina Bangkit di Tepi Barat

Pejuang Palestina melancarkan sejumlah serangan terhadap penjajah di Tepi Barat

SELENGKAPNYA

Pemakaman Ismail Haniyeh Satukan Faksi Palestina

Haniyeh dimakamkan di Qatar, kemarin.

SELENGKAPNYA