Sejumlah tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2024). | ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso

Opini

Ketamakan Berakhir Kehinaan 

Contoh ketamakan yang berakhir dengan kehinaan adalah kisah Qarun dalam risalah Islam.

Oleh ASWAR HASAN, dosen ilmu komunikasi FISIP UNHAS Makassar, mantan komisioner KPI Periode 2019/2022

“Tidaklah tumbuh dahan-dahan kehinaan, kecuali dari benih ketamakan”

Kata-kata yang sarat makna tersebut, berasal dari sang sufi besar Ibnu Athaillah as Sakandari. Ia mengumpamakan ketamakan laksana benih yang tumbuh menjadi pohon yang memunculkan dahan-dahan kehinaan yang menjulur ke sana-sini. Athaillah seakan ingin mengatakan bahwa jangan sekali-kali kau tanam benih ketamakan dalam hatimu sebab nanti akan tumbuh menjadi pohon yang memunculkan dahan-dahan kehinaan bagi dirimu.

Kata Athaillah, ketamakan merupakan sikap tercela yang dapat merusak ibadah. Bahkan, ia adalah pangkal segala kesalahan. Ketamakan menandakan ketergantungan dan penghambaan terhadap manusia. Disinilah letak kehinaan dan kenistaan sikap ketamakan. Jika kemudian di tanyakan kepada ketamakan siapa bapakmu? Niscaya ia akan menjawab “Keraguan terhadap takdir,” Jika ditanya, apa pekerjaanmu ? Ia akan menjawab, “Mencari kehinaan”, Jika ditanya lagi apa tujuanmu ? Ia akan menjawab,  “Memiskinkan seseorang”. 

Contoh ketamakan dalam politik, adalah bertujuan utama untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan serta mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, dan seringkali dengan mengabaikan kepentingan umum.

Kurang peduli pada etika dan moral. Mereka cenderung mengabaikan nilai-nilai moral dan etika dalam mencapai tujuannya. Korupsi, nepotisme dengan cara memilih dan mengangkat keluarga  (misalnya anak atau menantu) atau kerabat dekat ke dalam jabatan publik tanpa memperhatikan kompetensi dan kinerja. Kolusi pun menjadi hal yang biasa dilakukan. Mereka pun memiliki ambisi yang sangat besar untuk meraih kekuasaan dan kekayaan, kuasa dan ingin berkuasa lagi, sehingga terkadang rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Ketamakan dalam politik sangatlah berbahaya, sebab itu mestilah dicegah, sebab ia memicu jenis ketamakan lainnya.

Dalam melawan ketamakan Imam Al-Ghazali mengajarkan pentingnya menekankan muhasabah (introspeksi diri) dan muraqabah (pengawasan diri) untuk mengatasi ketamakan. Beliau menawarkan beberapa cara konkret untuk mencapai hal tersebut, antara lain, mengingat kematian dan kesadaran bahwa dunia ini fana alias selalu ingat bahwa kehidupan dunia ini sementara harta benda dan kekuasaan tidak akan kita bawa mati. Menghindari penumpukan harta. Dengan mengingat kematian, kita akan lebih bijak dalam menggunakan harta dan tidak terjebak dalam mengumpulkan harta secara berlebihan. Menyadari bahwa kekuasaan itu,  milik Allah semata, bahwa kekuasaan bagi manusia sebagai ujian.

 Ketamakan adalah keinginan yang tidak terkendali untuk memiliki lebih banyak, baik itu harta, kekuasaan, atau kenikmatan duniawi. Orang yang tamak seringkali lupa diri dan rela melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya, termasuk tindakan yang tidak terpuji.

Ketamakan adalah sifat buruk yang dapat membawa seseorang pada kehancuran. Oleh karena itu, kita perlu berusaha untuk membuang sifat tamak dalam diri kita dan selalu bersyukur atas apa yang telah kita miliki.

Imam Ali bin Abi Thalib, RA menguji Hasan Basri dengan pertanyaan, apa gerangan yang menjadi pengendali agama? Lalu Hasan Basri menjawab; “sifat wara”. Ali kemudian bertanya lagi; “ apa yang menjadi perusak agama?” Hasan pun menjawab; “sifat tamak”. Ali pun berkomentar; “ menjauhi ketamakan adalah wara’ nya orang-orang khusus (khawwash) sikap ini menunjukkan kokohnya keyakinan, sempurnanya tawakal, dan tenangnya hati terhadap Allah .

Oleh sebab itu, tak seorang pun yang selamat dari ketamakan terhadap makhluk dan apa yang ada di tangan mereka, kecuali para ahli wara’ dari kalangan khawwash. Mereka adalah orang-orang yang selalu qanaah dan tawakkal. Di hati mereka tiada lagi  hubungan antar makhluk. Mereka tidak lagi memperdulikan rezeki dari sesama manusia.

Contoh ketamakan yang berakhir dengan kehinaan adalah kisah Qarun dalam risalah Islam. Adalah Qarun seorang yang sangat kaya raya pada zaman Nabi Musa AS. Namun, karena ketamakannya dan keangkuhannya, ia akhirnya ditenggelamkan bersama harta bendanya ke dalam bumi sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT. Kisah ini menjadi pelajaran bahwa ketamakan dan kesombongan bisa membawa kepada kehancuran dan kehinaan.

Contoh ketamakan politik di zaman sekarang di negara sesama dunia berkembang, bisa dilihat dalam kasus korupsi besar-besaran yang Salah satunya adalah kasus korupsi di Brasil yang melibatkan banyak pejabat tinggi, termasuk mantan presiden, sejumlah politisi dan pejabat BUMN dalam skandal "Operation Car Wash" (Operação Lava Jato). Skandal ini melibatkan penyuapan, penggelapan dana publik, dan pencucian uang dalam jumlah besar. Akibat ketamakan dan penyalahgunaan kekuasaan, banyak pejabat yang diadili, dipenjara, dan kehilangan reputasi. Mereka membawa kehinaan dan krisis kepercayaan terhadap institusi politik negara tersebut. 

Ketamakan yang berakhir dengan kehinaan sejenis itu, bisa saja terjadi di negeri ini. Perhatikan saja kasus yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Pada tahun 2013, Akil Mochtar ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat dalam sejumlah kasus suap terkait sengketa pemilihan kepala daerah. Ia dihukum penjara seumur hidup pada tahun 2014, dan kasus ini mencoreng kredibilitas lembaga MK serta membawa kehinaan besar bagi dirinya sendiri. Demikian juga dengan kasus Firli bahuri yang menyalahgunakan kewenangannya selaku Ketua KPK yang akhirnya dinonaktifkan karena juga masalah godaan ketamakan. Semuanya berakhir dengan kehinaan. Wallahu a’lam bishawab

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat