Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara pada pertemuan gabungan Kongres di Capitol di Washington, Rabu, 24 Juli 2024. | AP Photo/Julia Nikhinson

Opini

Agitasi Putus Asa Netanyahu dan Kongres Amerika yang Absurd

Agitasi Netanyahu tampaknya berhasil menipu kongres Amerika.

Oleh M ANSHORULLAH, Presidium Aqsa Working Group

Netanyahu, lengkap dengan pin bendera Israel-Amerika tersemat di jasnya, menyampaikan pidato agitatif di hadapan kongres Amerika (24/8) saat genosida di Gaza hampir memasuki bulan ke 10 dan telah membawa korban sedikitnya 39 ribu warga Palestina. Oleh pendukungnya, agitasi itu dipuji sebagai bersejarah dan amat mewakili keinginan orang-orang yahudi.

Di bagian akhir pidatonya, Netanyahu mengutip kalimat Winston Churchill di masa Perang Dunia Kedua yang meminta bantuan Amerika; “Berikan kami peralatannya, kami akan selesaikan pekerjaan ini”. Lalu Netanyahu memohon kepada Kongres dengan mencontoh kalimat itu; “Hari ini, saat Israel berada di garis depan perang peradaban, bantu kami dengan peralatan (perang) anda secepatnya. Maka kami akan selesaikan pekerjaan ini secepatnya”. Setelah Netanyahu menyelesaikan kalimat ini, kongres bergemuruh memberikan standing ovation.

Sepanjang agitasi itu, setiap akhir kalimat, selalu diikuti tepuk tangan. Elon Musk juga bolak-balik berdiri tepuk tangan. Dia ada di situ, persis duduk di belakang Sarah, istri Netanyahu.
Netanyahu boleh saja menyamakan kalimat permohonan alat perang itu dengan permohonan Churchill di masa Perang Dunia Kedua. Tetapi menyamakan tujuannya adalah kebodohan yang amat telanjang. Siapapun tahu, melalui kalimat yang terkenal itu, Churchill meminta bantuan persenjataan dari Amerika untuk mengalahkan Nazi dan menghentikan holokaus. Sedangkan Netanyahu meminta bantuan mesin perang dari Amerika justru untuk melakukan holokaus, genosida itu sendiri.

Taktik Panik Netanyahu

Agitasi Netanyahu tampaknya berhasil menipu kongres Amerika. Netanyahu mengulang-ulang propaganda, berusaha melegitimasi genosida mereka di Gaza dengan kebohongan tentang operasi pejuang Palestina pada 7 Oktober. Misalnya soal Hamas membakar bayi-bayi di depan orang tuanya. Sebelumnya, dia menebar foto palsu tentang pememenggalan 40 bayi Israel oleh Hamas. Netanyahu tidak menyinggung 40 bayi itu karena telah terbukti dusta. Netanyahu juga menuding pejuang Palestina memperkosa perempuan Israel.

Padahal, hasil investigasi lembaga kredibel internasional ICC menyatakan tidak ada bukti pemerkosaan pada operasi 7 Oktober itu.
Netanyahu menyebutkan bahwa lebih dari 1200 orang dibunuh oleh Hamas, pagi itu. Lalu belakangan terbukti bahwa rezim Netanyahu telah memberlakukan Hannibal Directive yang mengizinkan tentaranya untuk sapu bersih penyerang meskipun harus mengorbankan warganya sendiri. Artinya ribuan korban yang diklaim Netanyahu, di pihak Zionis Israel pada 7 Oktober itu justru lebih mungkin tewas karena protokol Hannibal itu sendiri.

Kebohongan lainnya, Netanyahu menyebut tidak ada korban sipil dalam operasi di Rafah. Padahal, puluhan korban termasuk Ahmad Al Najjar, bayi berusia 18 bulan yang terpenggal kepalanya karena bom Zionis Israel. Zionis memerintahkan warga Gaza di utara untuk pergi ke Rafah di Selatan. Tapi di Rafah mereka jatuhkan bom di tenda-tenda pengungsian. Itu bukan operasi Rafah melainkan pembantaian di Rafah.

Netanyahu menyebut bahwa rasio korban non kombatan di Gaza adalah terendah sepanjang sejarah. Padahal faktanya, lebih dari 70 persen dari hampir 40 ribu korban (diluar korban yang tidak ditemukan di bawah reruntuhan bangunan), adalah anak-anak, perempuan, dan lanisa. Mereka bukan kombatan. Belum lagi ribuan korban yang terdiri dari jurnalis, relawan kemanusiaan, dan bahkan staf dari PBB sendiri.
Netanyahu juga menghina masyarakat global, khususnya di Amerika yang terusik kesadaran kemanusiaanya, menentang genosida. Dia menuding mereka sebagai kelompok kecil antisemit di amerika yang bergerak melawan Israel karena didanai oleh Iran. Netanyahu merendahkan intelektualitas dan rasa kemanusiaan rakyat Amerika. Dia merendahkan pengorbanan Aaron Bushnel yang membakar diri karena protes atas kebijakan pemerintahnya terhadap genosida di Gaza.

Pidato Netanyahu di Kongres Amerika, seperti biasa khas Zionis. Berisi tiga menu wajib; Iran, antisemitisme, dan holokaus. Selain permohonan percepatan bantuan persenjataan, Netanyahu banyak sekali menyampaikan tentang ancaman Iran. Hamas, Houthi, dan Hizbullah Lebanon adalah proxy dari Iran. Selain itu ada dua hal provokatif yang patut menjadi perhatian bagi dunia. Pertama, tentang geopolitik di Timur Tengah yang dia sebut sebagai benturan antara barbarisme dan peradaban (clash between barbarism against civilization), antara orang-orang yang mengglorifikasi kematian melawan orang-orang yang mensucikan kehidupan. Iran adalah porosnya.

Kedua, Netanyahu membandingkan geopolitik saat ini dengan Perang Dunia Kedua. Jika dahulu Inggris berada di garis depan menumpas Nazi, maka saat ini Israel berada di garis depan menumpas Iran. Melawan Iran bukan hanya melindungi Israel, tetapi juga melindungi Amerika, katanya. Netanyahu berusaha menyeret Amerika dan Eropa untuk masuk di kancah, memusnahkan Iran demi corridor of prosperity itu. Padahal sejatinya, Netanyahu ingin Amerika dan Eropa turun supaya Zionis Israel bisa menguasai tanah Palestina.

Iran yang digambarkan sebagai monster peradaban, hanyalah umpan untuk Amerika dan Eropa agar sudi menjadi bagian dari apa yang dia sebut sebagai Abraham Alliance atau Aliansi Ibrahim. Provokasi ini amat berbahaya karena dapat melebarkan krisis yang lebih luas lagi dan berpotensi menjerumuskan dunia pada perang regional atau bahkan global.

Maka sungguh absurd, kongres Amerika yang disebut sebagai citadel of democracy oleh Netanyahu begitu mudah tertipu. Mereka tertutup mata batinnya atas penderitaan rakyat Palestina yang terdokumentasi begitu otentik tersebar dijagat internet. Respon kongres atas agitasi Netanyahu amat menjijikkan. Seolah-olah mereka tidak pernah mendengar keputusan hakim ICJ tentang pelanggaran Zionis Israel terhadap hukum internasional.

Tetapi sebenarnya, menurut hemat saya, Netanyahu datang ke hadapan Kongres Amerika adalah langkah putus asa, panik menghadapi akhir yang tidak dia bayangkan sebelumnya. Operasi Pedang Besi (Iron Sword Operation) dia pikir hanya operasi cepat seperti dulu tahun 1967. Ternyata sampai hampir 10 bulan tidak juga berhasil mengakhiri perlawanan rakyat Palestina. Sebaliknya, perlawanan terus berkecamuk di lapangan, bukan hanya di Gaza bahkan melebar di seluruh Tepi Barat. Saat tulisan ini diketik, pejuang Palestina masih terus memposting melaui platform Telegram, keberhasilan mereka menghancurkan tank merkava milik Zionis, kali ini di poros Khan Younis.

Sementara itu, krisis internal di Israel sendiri semakin meluas. Kabinetnya pecah. Ekonominya terancam krisis, The Times of Israel (18/7) menyebutkan sudah 46 ribu bisnis tutup akibat agresi ke Gaza. Diperkirakan sampai akhir 2024 ini, angka itu akan meningkat menjadi lebih dari 60 ribu. Ratusan ribu warganya eksodus, banyak di antara mereka pulang ke negara-negara asal leluhurnya di Eropa. Demonstrasi di Tel Aviv masih terus berlangsung setiap hari menuntut Netanyahu mundur.

Propaganda mereka untuk menarik simpati global berbuah anomali. Data lapangan yang mereka sebarkan satu per satu terbukti dipabrikasi. Sebaliknya, posisi politik Palestina semakin kuat. Di PBB status Palestina meningkat dari sekedar pengamat menjadi anggota istimewa; memiliki kursi meskipun belum boleh memiliki suara. Tiga negara penting anggota Uni Eropa (Spanyol, Norwegia, Irlandia), sekutu dekatnya Israel, secara resmi mengakui Negara Palestina. ICC berencana menerbitkan surat perintah penangkapan (arrest warrant) atas Netanyahu dan Yoav Galant. Dan tentu saja fatwa hakim ICJ tentang pelanggaran Zionis Israel terhadap hukum internasional.

Sentimen anti Zionis semakin meluas di masyarakat global, terutama anak-anak muda dan kelas menengah. Afrika Selatan menjadi simbolnya. Zionis Israel semakin terkucil (pariah state). Bahkan Ilan Pappe dan Chris Hedges menilai, bahwa agresi di Gaza adalah awal dari kematian Zionisme. Dan pamungkasnya, mungkin ini yang paling dikhawatirkan Netanyahu; rekonsiliasi nasional 14 faksi Palestina. Itu disponsori Beijing, rival terkuat Amerika.

 

Final Solution ala Netanyahu

Selain mengutip kalimat Winston Churchill, Netanyahu beberapa kali menyebut Perang Dunia Kedua. Misalnya soal koalisi pimpinan Amerika berhasil memenangkan benturan peradaban melawan Hitler. Juga saat menyinggung visi dia tentang Gaza dan Palestina. Menurut Netanyahu, Gaza dan Palestina di masa depan adalah seperti Jerman dan Jepang saat ini yang berhasil dijinakkan oleh sekutu dengan cara demiliterisasi dan deradikalisasi setelah kalah oleh sekutu. Ini bertentangan dengan komitmen PBB dan mayoritas anggotanya untuk mengakui negara Palestina lengkap dengan hak menentukan nasibnya sendiri.

Hitler melakukan agitasi kepada rakyatnya untuk membangun imperium Arya. Salah satu langkah terpentingnya adalah menjawab persoalan tentang orang-orang Yahudi (the Jewish question) yang telah ratusan tahun menjadi persoalan bangsa Eropa, dimana orang yahudi diyakini menjadi korban antisemitisme penduduk Eropa. Bagi Hitler, ras yahudi menjadi racun. Mereka menjadi penyebab kekalahan Jerman dalam Perang Dunia Pertama. Hitler menjuluki mereka dengan sebutan November Criminal atau Novemberverbrecher (Ian Kershaw, 2009). Karena itu, menurut Hitler dalam Mein Kampf, demi kebangkitan bangsa Jerman, persoalan Yahudi (the Jewish question) haruslah diselesaikan terlebih dahulu. Penyelesaian (the final solution) ala Hitler itu, adalah dengan cara holokaus.

Mirip dengan Hitler, agitasi Netanyahu di hadapan kongres Amerika kemarin substansinya adalah melanjutkan agresi, menuntaskan perlawanan bangsa Palestina. Dengan kata lain melanjutkan genosida di Gaza. Itulah final solution terhadap ‘persoalan Palestina‘ (the Palestine question) ala Netanyahu. Dia meyakini bahwa dengan suplai senjata dari Amerika akan menjadi ‘final solution to the Palestine question‘.
Tidak ada satu katapun menyinggung soal gencatan senjata. Padahal sebulan ini, Pemerintah Joe Biden begitu optimistis rezim Netanyahu akan menerima proposal 3 tahap gencatan senjatanya. Sementara, ratusan sandera dan keluarganya yang menyaksikan secara live dari Tel Aviv, mengutuk Netanyahu karena tidak menyinggung rencana gencatan senjata, tapi justru memprovokasi Amerika untuk merestui melanjutkan perang.

Netanyahu yang Memulai, Operasi 7 Oktober adalah Respon Agitasi Netanyahu tidak menyinggung apa yang terjadi sebelum 7 Oktober. Padahal ada beberapa peristiwa yang menjadi penyebab langsung dari operasi itu. Salah satunya dilakukan sendiri oleh Netanyahu.
Serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 adalah operasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan mereka. Operasi Sabtu pagi itu adalah respon menyusul aksi provokatif Netanyahu sebelumnya.

Ada dua peristiwa yang melatari oprasi 7 Oktober. Diantara daftar panjang pelanggaran Zionis Israel selama proses perdamaian two state solution, setidaknya sejak perjanjian Oslo, dua peristiwa itu menjadi semacam deklarasi bahwa tidak ada solusi dua negara dalam agenda Netanyahu.

Pertama, pada tanggal 22 September 2023 atau 15 hari sebelum operasi Thufan Al Aqsa dimulai, Netanyahu berpidato di Majelis Umum PBB sambil menunjukan peta yang dia beri judul The New Middle East. Di peta itu, tidak ada negara Palestina. Seluruh daratan Palestina diarsir warna khas bendera Zionis, biru. Gaza, Tepi Barat, bahkan Yerusalem semuanya diwarnai biru dan diklaim sebagai Israel.

Selain menghapus Palestina dari peta ‘the new middle east’, Netanyahu juga menandai peta itu dengan garis yang dia sebut sebagai koridor kemakmuran (prosperity corridor) yang menghubungkan Asia, timur tengah dengan Israel dan Eropa. Negara-negara Timur Tengah yang sudah menormalisasi hubungan dengan Zionis Israel menjadi jalurnya. Patut dicatat juga, saat pidato itu santer isu bahwa normalisasi dengan Saudi Arabia sudah amat dekat. Jika Saudi Arabia benar-benar secara formal normalisasi dengan Israel, maka tuntas sudah agenda membangun koridor itu. Ilusi Netanyahu tentang prosperity corridor itu sebenarnya hanya penegasan dari agenda Zionis. Mereka inginkan Gaza, Tepi Barat, dan Al Quds. Mereka inginkan tanah Palestina, semuanya.

Timur Tengah Baru (The New Middle East), diinisiasi oleh Donald Trump dengan Abraham Accord pada tahun 2020 menghasilkan 4 negara timur tengah menormalisasi hubungan dengan Zionis Israel dan pengakuan Amerika dan beberapa negara sekutu lainnya bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel. Sekarang Netanyahu ingin melanjutkan proyek itu dan membangun aliansi bersama Amerika dan sekutunya dalam Aliansi Ibrahim. Ini adalah narasi khas Zionis; menggunakan kredo-kredo agama Yahudi untuk mengerahkan orang-orang yahudi di Eropa eksodus ke Palestina, membangun apa yang mereka sebut sebagai Israel Raya (the Great Israel).

Kedua, tanggal 17 September atau 5 hari sebelum pidato di PBB itu, rezim Netanyahu menghalang-halangi dan mempersekusi warga Palestina yang hendak beribadah di Masjid Al Aqsa. Mereka bahkan memfasilitasi orang-orang Yahudi untuk merayakan tahun baru Yahudi di komplek masjid yang paling dihormati ketiga oleh umat Islam sedunia itu. Penistaan terhadap masjid itu telah berulang kali dilakukan oleh orang-orang yahudi ekstrim dan difasilitasi oleh rezim. Bahkan pada pertengahan tahun lalu, di kalangan pemerintah Zionis dan pendukung ekstrimnya, berkembang wacana pembagian komplek Al Aqsa. Sebagian (70 persen) untuk tempat ibadah orang yahudi dan sebagian lainnya (30%) menjadi tempat ibadah umat Islam.

Bagi rakyat Palestina, Masjid al-Aqsa dan kota al-Quds (Yerusalem) adalah dua hal yang tidak bisa dinegosiasikan. Melindungi kemuliaan masjid itu adalah kewajiban fundamental setiap orang Palestina. Karenanya penistaan terhadap masjid itu adalah provokasi harus direspon dengan perlawanan. Respon terbesar Palestina atas penistaan al-Aqsa terjadi tahun 2000, saat Ariel Sharon menerobos Kompleks Al Aqsa bersama ratusan tentaranya. Provokasi itu direspon dengan Intifada.

Dua aksi provokatif itu tidak pernah menjadi bagian dari diskursus tentang krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di Gaza oleh pendukung Zionis Israel, termasuk Kongres Amerika. Agitasi Netanyahu dan respon kongres Amerika menjadi pertunjukan yang absurd bagi perdamaian. Bertolak belakang dengan seruan rakyatnya untuk berhenti membiayai kejahatan Zionis Israel. Bertolak belakang dengan keputusan hakim-hakim ICJ, bahwa Israel telah melanggar hukum internasional. Bahkan mereka diharuskan membayar ganti rugi atas kejahatan terhadap bangsa Palestina sejak 1967 dan pemukim ilegal yang merampas tanah rakyat Palestina di Tepi Barat harus segera dievakuasi.
Respon Kongres Amerika juga bertolak belakang dengan proposal gencatan senjata dari pemerintah Joe Biden. Standing ovation dari kongres akan semakin menjauhkan proses gencatan senjata.

Kepada Kongres Amerika, berhentilah menjadi naif dan dibodohi oleh AIPAC. Selama hampir 10 bulan ini Netanyahu menggunakan persenjataan kalian yang nilainya 3.8 milyar dolar gagal mengalahkan Hamas. Dan, selama lebih dari 7 dekade pembiayaan kalian kepada kejahatan Zionis justru semakin menjauhkan perdamaian dari kawasan itu. Kalian percaya Netanyahu akan selesaikan pekerjaan secepatnya kalau kalian kirim lagi persenjataan? Tolong bangun. Netanyahu, bersama AIPAC-nya tidak sedang memburu Hamas lalu berhenti. Mereka hanya berhenti kalau Palestina sudah tidak ada dan Masjid al-Aqsa sudah diganti menjadi Solomon Temple. Atau Zionisme yang mati.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Inggris tak Lagi Keberatan atas Upaya ICC Tangkap Netanyahu

Langkah mengusut kejahatan Netanyahu akan semakin lancar dengan langkah Inggris tersebut.

SELENGKAPNYA

Belatung dan Kebohongan Warnai Kunjungan Netanyahu ke AS

Banyak pihak mengecam pidato Netanyahu di hadapan Kongres AS.

SELENGKAPNYA

Laporan: Netanyahu Terus Menerus Sabotase Gencatan Senjata

Netanyahu terus menambah syarat baru untuk gencatan senjata dengan Hamas.

SELENGKAPNYA

Netanyahu Dituding Terus Coba Gagalkan Gencatan Senjata

Netanyahu menyampaikan syarat-syarat sebelum perundingan.

SELENGKAPNYA