Opini
Harmoni Hidup Manusia dengan Harimau Sumatra
Nasib harimau Sumatra berada di ujung tanduk dan spesies yang semakin terancam punah.
Oleh HEKA HERTANTO, Ketua Umum Artha Graha Peduli
Suatu keberuntungan bagi bangsa Indonesia karena memiliki harimau sebagai hewan fauna endemik yang tergolong super predator. Sebagai salah satu negara yang memiliki harimau di antara 13 negara lain di dunia yang menjadi habitat harimau, Saat ini Indonesia hanya memiliki satu harimau yang hidup secara endemik di habitatnya, yaitu harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Setelah harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) punah pada 1980-an) dan harimau Bali (Panthera tigris balica) punah pada 1940-an.
Di alam liar, jumlah persis harimau Sumatra tidak diketahui secara pasti, kecuali perkiraan World Wildlife Fund (WWF) pada kisaran 400 ekor lebih. Konflik harimau sumatra dengan manusia terjadi dalam berbagai bentuk seperti serangan ke pemukiman warga, perburuan liar, dan lain-lain makin kerap dan mengancam kelestarian kucing besar soliter ini. Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan penelitian sejak 2016, hasil kerja sama dengan para peneliti konservasi harimau dan hasil kajian tersebut dimaksudkan untuk memperbaharui informasi mengenai keberadaan harimau Sumatra, setelah terakhir kali dirilis oleh Pemerintah Indonesia pada 1994.
Metode yang digunakan dalam dua tahun tersebut adalah dengan pemodelan Population Viability Analysis (PVA). PVA adalah alat untuk mengkaji viabilitas setiap subpopulasi dalam lanskap yang berbeda, di bawah skenario ancaman tertentu seperti pemanenan, penggundulan hutan, kombinasi pemanenan dan penggundulan hutan serta metapopulasi.
Untuk spesies harimau sumatra, dari hasil perhitungan tersebut memperkirakan bahwa jumlah harimau sumatra di alam liar kurang lebih 603 ekor yang tersebar dalam 23 lanskap di Sumatera dengan jumlah masing-masing berkisar dari 1-185 ekor.
Di seluruh dunia, terdapat enam subspesies harimau, yaitu: harimau indochina (Panthera tigris corbetti di Malaysia, Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam), dan harimau benggala (Panthera tigris di Bangladesh, Bhutan, China, India, dan Nepal).
Juga harimau China selatan (Panthera tigris amoyensis, China), harimau siberia alias harimau amur, atau harimau timur laut (Panthera tigris altaica, di Padang tundra Siberia-Rusia, Korea Utara, China, dan Asia Tengah bagian Rusia), harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), dan harimau malaya (Panthera tigris jacksoni, di Semenanjung Malaysia). Selain harimau Bali dan harimau Jawa, subspesies harimau yang juga sudah musnah yakni harimau kaspia (Panthera tigris virgata) di Afghanistan, Iran, Mongol, Turki, dan Asia Tengah bagian Rusia, punah pada 1950-an.
Nasib harimau Sumatra berada di ujung tanduk dan spesies yang semakin terancam punah. Dari genus Panthera, Indonesia mempunyai tiga harimau yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica), harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Sayang, kini kita hanya bisa melihat satu dari tiga super predator tersebut. Kini tersisa harimau sumatra yang bertahan hingga sekarang dan terancam juga lenyap dari permukaan bumi jika tanpa ada usaha nyata penyelamatan.
Perjalanan sejarah Harimau Indonesia tidaklah seindah motif hitam di atas kulit jeruknya. Begitu memilukan. Dari ketiga subspesies harimau di Indonesia yang pertama kali hilang dari muka bumi ini adalah Harimau Bali, yang merupakan harimau terkecil secara ukurannya. Kepunahannya tidak lepas dari perburuan dan menyempitnya “wilayah kekuasaannya”.
Harimau bali punah sejak tahun 1940-an, meskipun dokumen foto terakhir yang ter-record adalah tahun 1937. Sedangkan harimau jawa, masih sempat mendapat “perlindungan”. Sempat hidup di Ujung Kulon, Leuwi Sancang (Garut) dan Baluran (Jatim), pada tahun 1960-an di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, sang harimau jawa hidup di habitat perlindungan terakhirnya.
Harimau Jawa terdokumentasi terakhir pada tahun 1980-an, di mana harimau betina tertembak. Setelah itu tidak ada dokumentasi resmi lagi, hanya kesaksian dari masyarakat tanpa bukti foto. Seperti di Lawu pada 2009 dan saat Merapi erupsi pada 2010-an. Di sekitar Gunung Lawu tersebut ditemukan jejak harimau, namun sampai saat ini tidak ditemukan lagi jejaknya.
Kepunahan dua subspesies harimau tersebut tidak lain karena ulah manusia. Perkembangan populasi yang diikuti kebutuhan akan pangan dan papan membuat semakin sempitnya ruang gerak harimau, selain faktor perburuan. Perburuan atas nama rupiah atau juga atas nama ketakutan.
Apa ada yang salah? Tidak. Manusia berhak atas bumi ini, tapi juga wajib memeliharanya. Meski harimau saat ini diisolasi di taman nasional tidak berarti mereka aman karena perburuan Harimau masih terjadi dengan berbagai alasan.
Secara ilmu evolusi, tiga subspesies di atas memiliki hubungan dengan harimau trinil (Panthera tigris trinilensis) harimau prasejarah yang fosilnya ditemukan di Trinil, Jawa Tengah namun diduga bukan nenek moyang langsung Harimau Jawa.
Bagi orang Jawa, harimau sebagai hewan mistis yang dipanggil “Mbah” (Kakek). Di Jawa Barat harimau sebagai manifestasi dari Prabu Siliwangi, Raja Besar Pajajaran. Harimau merupakan salah satu megafauna karismatik dunia yang paling dikenal dan populer. Harimau banyak diangkat dalam mitologi kuno dan cerita rakyat di berbagai budaya dan rentang sejarah.
Harimau hingga kini sering digambarkan dalam film dan sastra modern. Simbol harimau juga muncul di banyak bendera, lambang, dan dipakai sebagai maskot tim olahraga. Akan sangat menyakitkan bila anak cucu kita hanya bisa melihat harimau di museum sebagai bahan cerita sejarah di masa mendatang.
Pada 1996 pendiri Artha Graha Peduli Tomy Winata ke Tambling Lampung dalam wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dari kapal yang ditumpangi terlihat sepintas harimau lewat di wilayah tersebut dan melihat rusaknya hutan karena perambahan hutan.
Tergerak niat untuk melestarikan wilayah tersebut, maka pada 27 Juni 2008 Tambling menerima lima Harimau Sumatra dari Aceh yang sebelumnya berkonflik dengan warga. Sebagai upaya mempersiapkan harimau Sumatra yang akan dikembalikan ke alam liar, dibangunlah rescue center Harimau Sumatra dan Tambling menjadi tempat konservasi Harimau Sumatra hingga sekarang yang disebut Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC).
Bahkan pada 2018 berdasarkan pemantauan menggunakan kamera perangkap, TWNC berhasil mengidentifikasi populasi harimau kurang lebih 45 ekor yang mendiami kawasan Tambling, pengamatan tentang harimau sumatra tersebut memberi harapan bahwa harimau sumatra telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan bagi sebuah kawasan konservasi.
Sebagai upaya menyelamatkan harimau dari kepunahan, negara pemilik harimau bersepakat sejak 2010 menggelar pertemuan yang diikuti oleh 13 negara di Saint Petersburg Tiger Summit, Rusia pada 21-24 November 2010. Pertemuan ini mendukung upaya global dalam melindungi spesies harimau yang terancam punah dan memulihkan populasi harimau di alam liar.
Pertemuan tersebut juga dalam rangka membangun kesadaran masyarakat internasional terhadap upaya konservasi harimau, forum tersebut menetapkan peringatan hari harimau sedunia ,diantaranya turut menyetujui untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi secara teratur guna meninjau kemajuan National Tiger Recovery Programs (NTRPs) dan Global Tiger Recovery Program (GTRP) dan untuk membantu memastikan komitmen kebijakan tingkat tinggi yang berkelanjutan untuk pemulihan harimau.
Menyelamatkan harimau berarti melindungi lebih dari 300.000 kilometer persegi hutan utuh, meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, dan melestarikan ekosistem alami yang menyediakan air dan jasa lingkungan lainnya bagi masyarakat. Melestarikan kembali habitat yang ada dengan harimau berarti melindungi 1,6 juta kilometer persegi hutan utuh.
Peran Harimau dalam ekosistem juga ditegaskan kembali dalam Deklarasi St Petersburg, yang mengakui harimau sebagai salah satu indikator penting dari ekosistem yang sehat. Sehingga kegagalan untuk membalikkan tren menurunnya populasi harimau tidak hanya akan mengakibatkan hilangnya harimau semata. Tetapi, hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh wilayah, bersama dengan manfaat nyata dan tidak terwujud yang diberikan oleh pemangsa yang luar biasa ini dan ekosistem yang mereka huni.
Semoga harimau sumatra, menjadi harimau bersurai terpanjang bisa lebih lama hidup di muka bumi ini. Hidup berdampingan dengan alam dan manusia, tanpa saling merusak dan mengganggu habitat satu sama lain. Karena puncak tertinggi dari hidup adalah harmoni dengan alam. Antara harimau dengan manusia, demikian sebaliknya. tanpa usaha nyata, maka special harimau sumatra bisa senasib dengan harimau jawa dan harimau bali. Hanya bisa ditemukan di foto-fotonya di museum.
Selamat memperingati Global Tiger Day 2024 pada 29 Juli. Hidup Harmoni Harimau Lestari.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.