Ilustrasi wisuda | Freepik

Iqtishodia

Tingkat Pendidikan Tinggi Mendorong Ketimpangan Pendapatan di DIY

Ketimpangan pendapatan menjadi salah satu indikator yang sangat penting untuk menjadi perhatian.

OLEH Denisha Albania Prajoko, SE (Alumni S1 Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB), Dr. Tanti Novianti (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB), Sri Retno Wahyu Nugraheni, M.Si (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)

 

Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses multidimensional melingkupi peralihan terkait struktur sosial, perilaku masyarakat dan institusi nasional seperti percepatan pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan dan penurunan ketimpangan yang juga menjadi tujuan perekonomian suatu negara (Todaro dan Smith 2014). Pembangunan ekonomi seringkali ditandai dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, ditunjukkan melalui peningkatan pendapatan dapat dihasilkan oleh meningkatnya produksi barang dan jasa, akumulasi modal, tenaga kerja serta teknologi (Mankiw 2010).

Dalam memacu pertumbuhan ekonomi, tentunya diperlukan dukungan dari modal manusia yang akan menentukan seberapa efektif dan menyeluruh orang berinvestasi pada diri mereka sendiri menentukan keberhasilan ekonomi individu tersebut maupun ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang terus berkembang menjadi salah satu pendorong berkembangnya ekonomi modern, namun tentu saja tidak dapat terlepas dari peran modal manusia yang tetap menjadi penggerak utamanya.

Oleh karena itu, untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah tidak hanya diukur dari tingginya pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dari kualitas manusia. Secara umum ukuran yang digunakan untuk menggambarkan keberhasilan pembangunan kualitas hidup manusia dapat ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dibentuk dari tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (decent standard of living).

Kondisi IPM Indonesia cukup bervariasi antar Provinsi, dimana Provinsi DI Yogyakarta menjadi provinsi dengan IPM paling tinggi di Indonesia setelah Provinsi DKI Jakarta dengan nilai sebesar 80,02 di tahun 2021 dan berada pada kategori sangat tinggi berdasarkan standar UNDP. Sebagai salah satu dimensi penyusun IPM, pengetahuan atau pendidikan menjadi salah satu penentu penting dalam modal manusia yang dapat didekati melalui nilai rata-rata lama bersekolah (Todaro dan Smith 2014).

Rata-rata lama sekolah merupakan parameter yang dapat menggambarkan tingkat pendidikan suatu penduduk secara keseluruhan (Diana dan Rory 2019). Provinsi DI Yogyakarta juga menjadi salah satu dari lima provinsi dengan nilai rata-rata lama sekolah paling tinggi di Indonesia pada tahun 2021 yang mengindikasikan Provinsi DI Yogyakarta memiliki rata-rata penyelesaian pendidikan formal sebagai bentuk modal manusia yang tinggi.

Rata-rata lama sekolah Provinsi DI Yogyakarta pada tahun tersebut mencapai 9,4 tahun mengungguli rata-rata lama sekolah nasional yang hanya mencapai 8,54 tahun.

Selain memiliki capaian IPM yang baik dengan tingkat pendidikan yang tinggi, Provinsi DI Yogyakarta juga menjadi provinsi yang mencapai laju pertumbuhan ekonomi paling tinggi pertama di Pulau Jawa dan paling tinggi keempat di Indonesia pada tahun 2021. Kabupaten dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta dicapai oleh Kabupaten Sleman dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 9,48 persen, diikuti Kabupaten Kulon Progo dengan pertumbuhan ekonomi 8,39 persen, Kota Yogyakarta sebesar 5,33 persen, Kabupaten Gunung Kidul sebesar 5,22 persen, dan Kabupaten Bantul sebesar 4,97 persen.

Angka pertumbuhan ekonomi ini juga telah mengungguli pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 3,7 persen pada tahun yang sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa Provinsi DI Yogyakarta mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan dukungan modal manusia melalui tingkat pendidikan yang baik pada perbandingan antar provinsi maupun nasional. Pertumbuhan ekonomi disertai capaian modal manusia melalui tingkat pendidikan yang baik ini seharusnya dapat menjadi penunjang pembangunan ekonomi yang baik pula pada indicator lainnya.

Namun yang terjadi tidaklah demikian. Pembangunan ekonomi seringkali terfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, sementara indikator lainnya seperti pengangguran, kemiskinan maupun ketimpangan pendapatan menjadi sering terabaikan (Todaro dan Smith 2014).

photo
Rasio Gini Antar Provinsi - (IPB)



Ketimpangan pendapatan menjadi salah satu indikator yang sangat penting untuk menjadi perhatian. Ketimpangan pendapatan itu sendiri dapat diukur melalui indeks gini, dimana indeks gini DI Yogyakarta periode 2015-2021 memasuki kategori relatif timpang. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan ketimpangan pendapatan di Provinsi DI Yogyakarta.

Rata-rata indeks gini Provinsi DI Yogyakarta juga merupakan yang tertinggi pada periode 2015-2021. Nilai rata-rata indeks gini Provinsi DI Yogyakarta berada di urutan pertama diikuti Provinsi Gorotalo, Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, fenomena tingginya IPM dan tingkat pendidikan di Provinsi DI Yogyakarta, tetapi ketimpangan pendapatan yang terjadi cukup tinggi menjadi hal yang menarik untuk dikaji.

Pengaruh tingkat pendidikan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi DI Yogyakarta di analisis menggunakan data panel dengan daerah observasi 5 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta selama tahun 2015-2021. Hasil estimasi menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah (LNRLS) memengaruhi ketimpangan pendapatan antar wilayah di Provinsi DI Yogyakarta secara positif dan signifikan pada taraf nyata 1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan sebesar 1 persen pada rata-rata lama sekolah akan meningkatkan indeks gini sebesar 0,854617 persen, ceteris paribus.

Rata-rata lama sekolah berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan dikarenakan adanya efek komposisi. Semakin banyak masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka masyarakat tersebut akan menjadi terdidik dan kompetitif, sehingga perusahaan cenderung memberikan tingkat upah yang tinggi, lebih memadai, dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan ketimpangan menjadi semakin besar.

Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa kondisi tingkat pendidikan di Provinsi DI Yogyakarta yang meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul memiliki tingkat pendidikan yang tinggi pada perbandingan nasional, hanya Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki tingkat pendidikan rendah pada perbandingan nasional. Hal ini memicu semakin melebarnya permasalahan ketimpangan pendapatan di Provinsi DI Yogyakarta.

Pertumbuhan pendapatan tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah juga cenderung lambat dibandingkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi (Monika dan Wahyuni 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, Martins dan Pereira (2004) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki dampak yang positif terhadap ketimpangan pendapatan. Didukung juga oleh penelitian tingkat pengembalian pendidikan di Provinsi DI Yogyakarta yang berpengaruh positif terhadap pendapatan individu (Mustofa et al. 2013) serta tingkat pengembalian yang lebih tinggi pada tambahan tahun pendidikan di negara-negara berkembang (Psacharopoulos dan Patrinos 2018).

Secara statistik, tingkat pendidikan memengaruhi ketimpangan pendapatan secara positif di Provinsi DI Yogyakarta yang terjadi akibat perbedaan tingkat penyelesaian pendidikan antar wilayah. Pemerintah DKI Yogyakarta diharapkan dapat melakukan upaya pemerataan capaian tingkat pendidikan baik melalui peningkatan minat melanjutkan pendidikan maupun perluasan akses fasilitas pendidikan.

Alternatif strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pemerataan minat dan akses pendidikan adalah sosialisai atau berbagai event terkait motivasi kepada siswa-siswi maupun perubahan pola pikir orang tua terkait pentingnya pendidikan, seperti pengadaan rumah pintar, perpustakaan keliling, seminar/workshop parenting dan optimalisasi dana BOS untuk meningkatkan kualitas pengajaran, serta komunikasi antara pemerintah dan masyarakat melalui peningkatan sosialisasi Wajar Dikdas 9 tahun.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat