Kampanye Masyumi pada Pemilu 1955 | Istimewas

Opini

Masyumi Reborn

Oleh Aswar Hasan, Dosen Fisip Unhas, Makassar dan Komisioner KPI Pusat

 Aswar Hasan, Dosen Fisip Unhas, Makassar dan Komisioner KPI Pusat

Gagasan dan wacana perlunya partai Islam tunggal sebagai wadah aspirasi politik umat Islam Indonesia akhirnya menjadi agenda aksi.

Ini bermula dari topik pembicaraan Profesor Din Syamsuddin, ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat di Kongres Umat Islam VII, Pangkal Pinang. Ia membahas agenda strategis umat Islam membangun Indonesia maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat.

Dalam pembahasannya yang kemudian menjadi wacana lebih lanjut di kalangan aktivis Islam, Din menyatakan, sudah saatnya umat Islam memiliki partai Islam tunggal sebagai wadah aspirasi dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.

Dalam penjelasannya, Din menyatakan, politik merupakan bidang paling krusial bagi umat. Politik merupakan faktor penentu keberadaan suatu kelompok dalam kehidupan nasional, menjadi sarana efektif merebut posisi strategis di arena nasional.

Sementara itu, posisi politik umat Islam masih lemah. Terjadi kesenjangan antara angka demografis umat Islam dan perolehan partai-partai Islam atau yang berbasis Islam dalam politik elektoral.

Dalam situasi seperti itu, perlu ada terobosan strategis berupa terwujudnya partai politik Islam tunggal yang mempersatukan aspirasi umat Islam yang berserak itu. Lalu, muncul ide partai Islam Masyumi Reborn.

Mengapa Masyumi Reborn?

Ahmad Yani, mantan politikus PPP yang turut aktif merealisasikan Masyumi Reborn, memaknai Masyumi Reborn dari tiga aspek. Pertama, sebagai lahirnya kembali partai Islam Masyumi sebagai wadah pemersatu aspirasi dan perjuangan politik umat.

Dalam sejarah perjuangan politik umat, tercatat dengan tinta emas, Masyumi pernah menjadi wadah pemersatu aspirasi politik umat dari seluruh ormas Islam dan berhasil keluar sebagai pemegang suara terbesar kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI).

Kedua, Masyumi Reborn dimaknai sebagai mengikat kembali. Potensi politik yang pernah bersatu itu dan kini berserakan atau bercerai, kembali ingin dipersatukan dan dikuatkan dalam ikatan politik keumatan.

Bahwa mitos umat Islam tidak bisa bersatu dalam politik, harus dilawan melalui spirit historis Masyumi. Dalam hal ini, spirit historis kegemilangan politik umat Islam Indonesia menjadi dominan dan penting.

Ketiga, meluruskan. Disadari, panggung politik di Indonesia saat ini, tidak menguntungkan bagi kepentingan politik keumatan. Praktiknya jauh dari karakter watak syariat Islam. Realitas politik masa kini adalah sekuleristik dan pragmatis, banyak diwarnai ?dagang sapi?.

Tantangan dan peluang

Mewujudkan kembali partai politik Islam yang tunggal bukanlah perkara mudah, bahkan terkesan utopis. Meski demikian bukan berarti mustahil. Ada titik harapan yang bisa mencerahkan dengan ketentuan jika setidaknya memenuhi sejumlah syarat.

Pertama, partai Islam tunggal yang oleh para inisiatornya disebut partai Islam ideologis harus dipimpin dan dikelola tokoh umat yang bersih, konsisten, dan komitmen dengan Islam serta memiliki kapasitas dalam memahami dan mengelola masalah keumatan.

Tokoh tersebut harus memiliki modal sosial yang cukup untuk bisa menggalang potensi umat.

Kedua, partai Islam tunggal tersebut, harus mengusung agenda dan isu strategis bersifat ideal sekaligus realistis untuk bisa diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam hal ini, Islam sebagai dasar perjuangan dan Pancasila sebagai dasar bernegara, harus bisa dijelaskan secara sinergis (tidak dikotomis) dengan bijak dan diterima sebagai solusi, bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin dalam lapangan politik.

Dalam konteks ini, konsep Islam wasathiyah bisa menjadi solusi alternatif sebagai tsaqafah politik (ilmu dan akidah sebagai kepribadian politik) Masyumi Reborn.

Ketiga, manajemen dan sistem perjuangannya harus bisa terorganisasi secara efektif dan efisien dalam menggerakkan roda partai sebagai organisasi yang solid dan solutif. Maka itu, yang harus menonjol adalah wajah dan kepentingan partai bukan golongan.

Keempat, pendanaan partai. Berdasarkan fakta dan pengalaman, salah satu faktor penghambat partai Islam atau yang berbasis umat Islam selama ini adalah minimnya dukungan dana yang mandiri secara tidak mengikat dalam menggerakkan roda organisasi.

Perlu diketahui, salah satu faktor yang membuat mengapa Masyumi bisa eksis dalam berkompetisi dalam panggung politik secara mandiri pada zaman Orba adalah karena pendanaan kegiatannya secara nasional didukung saudagar Muslim di seantero negeri.

Mereka menjadi donatur ikhlas secara tuntas tanpa tanggung-tanggung dalam menyokong setiap kegiatan Partai Masyumi. Bahkan, sampai sekarang, aset Masyumi dari wakaf kaum muhsinin zaman dahulu, masih tersisa berserakan di sejumlah daerah.

Masyumi Reborn mungkin perlu memikirkan solusi alternatif pendanaan partai selaras dengan kemajuan zaman. Potensi pendanaan masih kuat, hanya cara menggali dan mengelolanya belum ditemukan secara tepat. Inilah tantangan sekaligus peluang.

Sosialisasi dan literasi

Masyumi adalah fakta kenangan masa silam. Kaya dengan kenangan dan kesan kepribadian para politikusnya yang membanggakan dan mengagumkan, yang jika dibandingkan kepribadian para politikus saat ini, laksana langit dan bumi.

Memori kolektif yang membanggakan itu hanya didominasi generasi yang usianya sudah senja saat ini. Generasi milenial yang dominan sebagai potensi politik elektoral saat ini, justru banyak yang buta atau buram tentang Masyumi.

Namun, dengan era teknologi informasi saat ini, the glory of Islamic politics in the past bisa diaktualisasikan melalui teknologi media sosial. Sosialisasi yang berdimensi aliterasi menjadi tantangan sekaligus peluang bagi terwujudnya Masyumi Reborn.

Tampaknya, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Partai Islam Ideologis yang saat ini berusaha diwujudkan oleh Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis dalam rangka Masyumi Reborn, perlu belajar atau berkolaborasi kinerja dengan panitia 212, tapi dengan catatan, sambil menunggu momen yang tepat. Kapankah? Wallahu a'lam Bishawab. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat