Kabar Utama
Arya Membantah Persoalkan Jilbab
Arya menyatakan telah mengalami kerugian akibat pemberitaan soal videonya yang viral di medsos.
JAKARTA – Setelah dipecat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Bali Arya Wedakarna menyampaikan hak jawabnya atas pemberitaan Republika tertanggal 1 Januari 2024 dengan judul “Senator Bali Permasalahkan Hijab, Ibu Iriana Pun Pernah Berjilbab”. Ia menekankan tak pernah menyebut jilbab, hijab, atau kata Muslimah dalam rekaman video viral yang disinggung dalam berita tersebut.
“Yang kami permasalahkan adalah dalam berita Januari sudah kami berikan underline,” ujarnya saat menyampaikan hak jawabnya kepada Republika, Rabu (7/2/2024). Ia beranggapan bahwa pemberitaan tersebut sangat tendensius.
Paragraf yang ia maksudkan adalah “Ucapan Arya dianggap rasis lantaran menyinggung jilbab atau hijab yang dikenakan Muslimah. Ucapan Arya yang ingin agar pegawai Bali ditempatkan di meja depan melayani wisatawan dibandingkan mereka yang mengenakan hijab menimbulkan kontroversi.”
Paragraf itu termuat dalam tautan akun instagram @republikaonline di dalam berita yang menampilkan video saat Arya mengucapkan komentar dalam rapat yang mana Arya mengucapkan kalimat, "Saya nggak mau yang front line, front line itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup, penutup nggak jelas, this is not Middle East. Enak aja Bali, pakai bunga kek, pake apa kek."
Arya terekam kamera mengeluarkan pernyataan tersebut saat sedang memarahi kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Bali Nusa Tenggara dan kepala Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai, beserta pengelola bandara.
“Yang kami ingatkan kepada Republika bahwa sama sekali dalam rekaman bukti hukum, selama rekaman rapat kami di bea cukai airport selama 49 menit dan 6 detik, sama sekali senator Bali tidak mengucapkan hijab. Sama sekali,” kata Arya.
Ia juga menambahkan, dalam rapat di Bandara Ngurah Rai, Arya Wedakarna tidak membahas tentang agama. “Kami hanya membahas tentang tiga hal, yaitu yang pertama tentang gelar airport terburuk di dunia, yang kita minta klarifikasi kepada manajemen airport."
"Yang nomor dua, kami meminta penjelasan dari airport tentang tuntutan desa adat berbasis Hindu kepada mitra transportasi online terkait dengan masalah transportasi. Yang nomor tiga adalah terkait dengan pengaduan masyarakat, salah satu penumpang orang Bali yang diperlakukan tidak baik oleh oknum petugas Bea Cukai.”
Ia kemudian menjelaskan bahwa dalam rapat itu tidak spesifik hanya ada satu orang dari satu agama. Rapat itu dihadiri oleh pejabat-pejabat terkait, yakni pimpinan Bandara I Gusti Ngurah Rai, kesyahbandaran, pihak desa adat atau tokoh-tokoh Hindu, pimpinan Bea Cukai, juga pimpinan dari stakeholder di Bandara Ngurah Rai. Dan peserta rapat itu, kata Arya, hadir dari semua unsur Bhinneka Tunggal Ika.
“Maka dari itu, pernyataan tanggal 1 Januari yang menyatakan bahwa Arya Wedakarna terkait dengan masalah senator Bali, sesuai dengan apa yang dimuat, Senator Bali Mempermasalahkan Hijab, hal ini dianggap merupakan suatu fitnah kepada kami sebagai wakil rakyat,” ujarnya.
View this post on Instagram
Ia mengatakan, akibat berita tersebut mengalami kerugian secara materiel maupun imateriel. Termasuk di antaranya laporan dari majelis dan komponen Islam baik ke Badan Kehormatan DPD maupun ke kepolisian. “Jadi, dalam hal ini saya menganggap bahwa Republika telah melakukan pelanggaran hukum, baik secara undang-undang pers, undang-undang pidana.”
Ia juga mendesak Republika meminta maaf pada komponen umat hindu di Bali, khususnya kepada konstitusi Arya Wedakarna atas berita yang menurut dia merupakan hoaks atau fitnah tersebut.
Arya juga mengatakan bahwa pemuatan hak jawab ini akan menjadi bukti untuk proses banding dari pemberhentiannya di DPD RI. Ia juga mengatakan bahwa surat permintaan maaf dari Republika dalam bentuk tertulis akan dijadikan bukti untuk proses pengajuan banding pemberhentian Arya Wedakarna di DPD RI.
Hak jawab Arya Wedakarna ini seturut putusan Dewan Pers 85/DP/K/I/2024 tentang Penilaian Sementara dan Rekomendasi atas berita yang ia adukan dengan judul “Senator Bali Permasalahkan Hijab, Ibu Iriana Pun Pernah Berjilbab”.
Dalam putusannya, Dewan Pers menilai “Berita Teradu berpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 karena tidak berimbang (karena tidak melakukan konfirmasi/klarifikasi kepada pihak yang “diberitakan”).
“Selain itu, berita Teradu juga tidak sesuai dengan ketentuan tentang Verifikasi dan keberimbangan berita pada butir 2 huruf a dan b Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber. Ketentuan tersebut menyatakan: “Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi” dan “Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.”
Berdasarkan penilaian dan analisis tersebut, Dewan Pers merekomendasikan Republika wajib melayani hak jawab dari Arya secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah hak jawab diterima. Republika juga diwajibkan memuat catatan di bagian bawah berita yang diadukan yang menjelaskan bahwa Dewan Pers telah menilai berita tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
“Teradu juga wajib menyertakan tautan berita yang berisi Hak Jawab dari Pengadu.” Selain itu, Republika wajib menautkan hak jawab dari pengadu pada berita awal yang diadukan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Senator Bali Permasalahkan Hijab, Ibu Iriana Pun Pernah Berjilbab
Ucapan Arya dinilai sangat mengganggu harmonisasi umat beragama di Pulau Dewata.
SELENGKAPNYA