Iqtishodia
Fenomena Kemiskinan di Pulau Kalimantan
Wilayah yang kaya akan SDA tidak serta merta menjadi wilayah yang makmur.
OLEH Cut Zulfa Husna (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah FEM IPB) Probo Yuwono (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah FEM IPB) Wildan Nur Arrasyiid Sane Pratinda (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Ekonomi FEM IPB) Dr. Sahara (Direktur International Trade Analysis and Policy Studies dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)
Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia dengan luas wilayah sekitar 544.150 km persegi dan terdiri atas lima provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Luasnya wilayah pulau Kalimantan diikuti dengan melimpahnya sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Lahannya yang subur menjadikan Kalimantan sebagai tempat budi daya tanaman pertanian, khususnya perkebunan seperti kelapa sawit, karet, cengkeh dan lain-lain. Kalimantan juga dikenal sebagai penghasil sumber daya tambang. Batu bara, emas, timah, dan bauksit adalah beberapa dari banyak sumber daya tambang yang dapat ditemukan di pulau ini.
Ketergantungan sumber daya alam
Sebagian besar ekonom percaya bahwa melimpahnya sumber daya alam (SDA) sejatinya dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi dan pendapatan suatu wilayah. Namun, pada era 1980-an mulai berkembang pandangan pesimis terhadap SDA, dimana terjadi sebuah paradoks yang menunjukkan penemuan gas alam di Belanda justru menurunkan kinerja industri manufakturnya. Fenomena tersebut dikenal sebagai Dutch Disease yang kemudian dikembangkan oleh Gelb (1988) dengan istilah Natural Resources Curse atau kutukan SDA sebagai akibat dari ketergantungan pada SDA.
Merujuk pada temuan Rahma et al (2021), provinsi-provinsi di Kalimantan memiliki nilai indeks ketergantungan SDA yang tinggi. Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah berada pada 10 besar wilayah dengan indeks ketergantungan SDA yang tinggi, bahkan provinsi Kalimantan Timur memiliki indeks ketergantungan SDA paling tinggi diantara 33 provinsi Indonesia.
Hal ini sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal II tahun 2023, yang mana Provinsi Kalimantan Timur telah menyumbang sebagian besar PDRB pulau Kalimantan dengan kontribusi utama berasal dari hasil alam, yaitu sektor pertambangan.
Pertambangan di pulau Kalimantan merupakan sektor yang paling banyak dieksplorasi dan menjadi pilar penting bagi perekonomian. Namun, industri tambang yang berkembang pesat juga dapat membuat orang lebih tertarik bekerja di sektor tambang daripada sektor lain, sehingga sektor lain bisa terabaikan dan ekonomi bisa terlalu bergantung pada sektor tambang saja. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada ketimpangan pendapatan masyarakat sehingga dapat menyebabkan kemiskinan.
Kemiskinan di Pulau Kalimantan
Kemiskinan menjadi isu penting bagi setiap wilayah karena hal ini merupakan indikator yang mengukur kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS (2023), persentase penduduk miskin Pulau Kalimantan cenderung berfluktuasi selama periode tahun 2019-2022.
Pada tahun 2019, persentase penduduk miskin di Pulau Kalimantan mencapai 6,30 persen, kemudian menurun menjadi 5,97 persen pada tahun 2020. Pada tahun 2021, mengalami peningkatan menjadi 6,10 persen dan pada tahun 2022 sedikit menurun menjadi 6,00 persen. Pada tahun 2022, persentase penduduk miskin tertinggi di Kalimantan berada di Kabupaten Penajam Paser Utara (11,55 persen) sedangkan terendah berada di Kabupaten Mahakam Hulu (2,45 persen), dimana kedua kabupaten tersebut berada di Kalimantan Timur.
Yacoub (2012) menjelaskan bahwa kemiskinan merupakan suatu fenomena multidimensi. Banyak faktor yang memengaruhi, salah satunya adalah ketimpangan pendapatan. Berdasarkan data BPS tahun 2022, nilai indeks rasio gini atau ketimpangan paling tinggi di Pulau Kalimantan berada di provinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 0,327 dan Kalimantan Tengah yaitu sebesar 0,319.
Persentase penduduk miskin tertinggi (7,4 persen-12,5 persen) berada dominan di Kalimantan Timur dan dan Kalimantan Tengah, sedangkan terendah (2,4 persen - 4,3 persen) berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Padahal seperti yang kita ketahui, Kalimantan Timur merupakan salah satu penyumbang PDRB terbesar pulau Kalimantan. Namun justru tingkat kemiskinan dan ketimpangannya juga merupakan yang paling tinggi di pulau Kalimantan. Hal ini tentu menunjukkan bahwa wilayah yang kaya akan SDA dan menyumbang sebagian besar nilai perekonomian, tidak serta-merta menjadi wilayah yang makmur.
Upah minimum di Pulau Kalimantan
Perbedaan tingkat kemiskinan di berbagai wilayah dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti kesenjangan sosial, minimnya lapangan kerja yang tersedia, serta rendahnya tingkat upah minimum pekerja. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan, yaitu dengan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) yang layak bagi pekerja.
UMP merupakan upah minimum yang harus diberikan oleh pengusaha kepada pekerjanya, sesuai dengan peraturan pemerintah setiap tahunnya. Menurut Siragih (2019), UMP dapat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial. Upah minimum di suatu daerah berbeda-beda sesuai dengan ketentuan pemerintah daerah setempat.
Pada tahun 2021 upah minimum regional tertinggi (Rp 3,5jt-Rp 4jt) berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, sedangkan terendah (Rp 2,4-Rp 2,6jt) di Kalimantan Barat. Pada tahun 2022, upah minimum regional mengalami kenaikan. Wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masih mendominasi dari tingginya upah minimum kemudian diikuti oleh Kalimantan Utara, sedangkan upah minimum terendah masih berada di Kalimantan Barat.
Perbedaan jumlah upah minimum yang didapatkan oleh masyarakat yang tinggal di Pulau Kalimantan disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing provinsi, inflasi harga kebutuhan pokok pada masing-masing provinsi serta sumber pendapatan daerah yang dihasilkan oleh masing-masing provinsi.
Sebagai informasi, nilai persentase kemiskinan nasional pada tahun 2021 sebesar 7,6 persen dan upah minimum nasional sebesar Rp 2.680.000. Sementara pada tahun 2022 nilai persentase kemiskinan nasional sebesar 9,54 persen dan upah minimum nasional sebesar Rp 2.720.000.
Kabupaten/kota di Pulau Kalimantan pada tahun 2021 dan 2022 sebagian besar sudah berada pada kuadran I yang menunjukkan upah minimum regional di atas rata-rata nasional dan persentase penduduk miskin di bawah rata-rata nasional. Sangat sedikit yang berada di kuadran III yang menunjukkan upah minimum regional di bawah rata-rata nasional dan persentase penduduk miskin di atas rata-rata nasional.
Pada tahun 2021 masih ada kabupaten yang berada di kuadran III, yaitu Landak dan Kubu Raya. Sedangkan, pada tahun 2022, kabupaten yang berada di kuadran III yaitu Landak dan Melawi. Pada tahun 2022 terdapat pertukaran posisi yang terjadi di wilayah provinsi Kalimantan Barat, kabupaten Kubu Raya yang sebelumnya berada di kuadran III berubah menjadi kuadran IV. Sedangkan, kabupaten Melawi sebelumnya berada di kuadran IV berubah menjadi kuadran III.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penduduk miskin di Melawi dan penurunan penduduk miskin di Kubu Raya. Pada tahun 2022, dapat dilihat bahwa semakin banyak kabupaten/kota yang berada di kuadran I. Terlihat beberapa daerah seperti Kota Balikpapan, Kutai Kartanegara, Kutai Timur yang menunjukkan adanya penurunan persentase penduduk miskin. Namun pada kabupaten Paser dan Penajam Paser Utara perlu menjadi perhatian karena berada di kuadran II pada tahun 2022.
Meskipun upah minimum sebagian besar kabupaten/kota di Pulau Kalimantan berada di atas nasional dan tingkat kemiskinan di bawah nasional, namun masih hal yang perlu diperhatikan. Ketergantungan yang besar terhadap SDA khususnya tambang, terutama dalam nilai PDRB tidak menjamin suatu wilayah mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Seperti contoh provinsi Kalimantan Timur, walaupun memberikan kontribusi PDRB yang besar terhadap pulau Kalimantan, namun tingkat kemiskinannya merupakan yang paling tinggi di antara provinsi lainnya di pulau Kalimantan.
Hal ini menunjukkan bahwa perlu penekanan agar kita tidak berorientasi terus menerus pada PDRB dalam mengukur kemajuan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah daerah juga perlu meninjau ulang strategi pembangunan yang merata antara perkotaan dan perdesaan di Pulau Kalimantan dengan fokus pada pengembangan potensi lokal dan peningkatan investasi, melakukan program-program untuk menambah lapangan kerja dan meningkatkan kemampuan SDM masyarakat, sehingga diharapkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan di Pulau Kalimantan dapat terus menurun.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.