Ekonomi
Ekonomi Masih Bertumpu pada Konsumsi
Pertumbuhan sektor industri pengolahan perlu dipacu.
JAKARTA -- Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2023 belum maksimal. Menurut Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti, ekonomi Indonesia masih mengandalkan konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama pertumbuhan dari sisi pengeluaran.
"Menurut saya, pertumbuhan 5 persen ini belum maksimal. Kenapa? Karena mesin pertumbuhannya baru konsumsi rumah tangga, sementara investasi, ekspor, itu belum. Government spending juga masih kurang," kata Esther di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Pada Senin, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05 persen secara kumulatif sepanjang 2023. Konsumsi rumah tangga tumbuh menjadi 4,82 persen pada 2023, dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 2,55 persen.
Esther memandang bahwa konsumsi rumah tangga tidak dapat selamanya diandalkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Hal itu sudah terbukti pada saat pandemi Covid-19 yang mana Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi.
"Ketika Covid-19, semua mobilitas terbatasi maka konsumsi juga akan terbatas sehingga itu membuat pertumbuhan ekonomi kita nyungsep. Coba kalau pada saat itu masih ada mesin pertumbuhan ekonomi investasi, ekspor tetap jalan, atau pengeluaran pemerintah tetap jalan maka saya rasa tidak terlalu nyungsep," kata dia.
Sementara itu, dari sisi produksi, BPS mencatat industri pengolahan atau manufaktur menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 0,95 persen. Pertumbuhan industri pengolahan disebut terdorong oleh kuatnya permintaan domestik dan global.
Terkait hal itu, Esther juga memandang bahwa pertumbuhan sektor industri pengolahan tetap perlu dipacu. Dia menyampaikan kekhawatirannya atas fenomena deindustrialisasi dini.
Di sisi lain, menurut Esther, investasi yang masuk ke industri pengolahan juga cenderung padat modal. Padahal, Indonesia membutuhkan investasi padat karya di sektor tersebut dengan harapan dapat mengurangi angka pengangguran.
"Untuk sektornya yang harus di-generate lebih banyak adalah industri manufaktur. Tetapi, kita mengalami deindustrialisasi dini. Kenapa industri manufaktur? Karena padat karya," katanya.
"Orang butuh kerja lebih banyak, lapangan pekerjaan agar lebih banyak. Sementara, investasi yang masuk, menurut data, ini belum ramah untuk pasar tenaga kerja. Mereka lebih banyak padat modal," kata Esther.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran secara kumulatif (c-to-c) pada 2023. “Jika dilihat dari sumber pertumbuhan kumulatif tahun 2023 dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,55 persen,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga terus tumbuh karena inflasi yang terkendali dan daya beli masyarakat yang terjaga. Sektor pariwisata yang mulai pulih selama libur sekolah, Natal, dan tahun baru mendongkrak konsumsi rumah tangga melalui operasional restoran dan hotel.
Selain itu, sektor transportasi dan komunikasi juga tumbuh tinggi seiring meningkatnya mobilitas masyarakat dan pembelian sepeda motor. Meskipun menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara kumulatif pada 2023 tidak setinggi tahun sebelumnya.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara kumulatif pada 2023 hanya mencapai 4,82 persen, sementara pada 2022 dapat mencapai 4,49 persen. “Perlambatan konsumsi rumah tangga utamanya menurut data kami terutama dari perlambatan pengeluaran kelompok menengah atas,” kata Amalia.
Menurut dia, hal itu ditunjukkan antara lain dengan berkurangnya penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) barang mewah, jumlah penumpang angkutan udara, dan penjualan mobil penumpang. Namun, ia menyatakan, investasi finansial menguat, terutama terhadap produk simpanan berjangka, sehingga mengindikasikan adanya pergeseran fokus pengeluaran ke investasi.
Selanjutnya, komponen pengeluaran yang juga berkontribusi signifikan secara kumulatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 yaitu pembentukan modal tetap bruto atau PMTB (1,38 persen) dan net ekspor (0,66 persen).
Sementara itu, komponen-komponen lainnya berkontribusi sebesar 0,46 persen terhadap perekonomian Indonesia yang tumbuh sebesar 5,05 persen pada 2023.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2023 sebesar 5,05 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Angka itu melambat dibandingkan 2022 yang mencapai 5,31 persen yoy.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meski ada perlambatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi dari Singapura (1,2 persen) dan Malaysia (3,1 persen).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga lebih tinggi dari beberapa negara dengan perekonomian besar seperti Amerika Serikat (1,4 persen), Korea Selatan (1,36 persen), Perancis (0,90 persen), serta Meksiko (2,50 persen). "Indonesia menjadi salah satu negara yang pertumbuhannya tertinggi di dunia," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Hanya saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan China (5,2 persen), Filipina (5,57 persen), dan Uzbekistan (enam persen). Walau demikian, Airlangga meyakini, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen masih akan berlanjut setidaknya hingga 2025.
Optimisme itu, kata dia, dengan melihat kinerja industri yang terjaga, tecermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang terjaga di level 52,9. "Tentu ini memberikan optimisme dan modal yang optimistis ke depan," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.