Iqtishodia
Ekonomi Politik Sebagai Studi Alternatif
Ada beberapa tantangan yang dihadapi pada studi pendekatan ekonomi politik.
Oleh Muhammad Findi, Dosen FEM IPB University
Studi ekonomi politik menjadi alternatif di dalam memahami permasalahan pembangunan di berbagai belahan dunia, karena dia mencoba untuk mengkombinasikan faktor- faktor determinan pada kedua aspek besar, ekonomi dan politik.
Para akademisi dan mahasiswa yang tertarik dengan kajian-kajian ekonomi sudah mulai banyak melakukan studi ataupun penelitian dengan pendekatan yang lebih spesifik yaitu pendekatan ekonomi politik. Objek penelitian seperti masalah industri, perdagangan, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, subsidi dan pajak, termasuk urusan kebijakan perkembangan olahraga, seni dan budaya banyak dikaji menggunakan literatur-literatur dengan pendekatan ekonomi politik.
Muncul satu pertanyaan mengapa saat ini para cendekiawan, para peneliti, para dosen dan mahasiswa tertarik mengkaji suatu isu-isu pembangunan dengan pendekatan ekonomi politik? Apa yang menjadi daya tarik ketika peneliti, dosen dan mahasiswa menggunakan pendekatan semacam ini daripada yang lainnya?
Jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas sudah barang tentu harus dijawab melalui sebuah serangkaian pemahaman tentang teori ekonomi politik itu sendiri. Beberapa penulis terdahulu memahami pendekatan ekonomi politik formal dapat diterapkan pada berbagai macam studi yang berurusan dengan aspek-aspek kebijakan publik.
Ekonomi politik formal dapat diterapkan pada berbagai macam studi yang berurusan dengan aspek-aspek kebijakan publik
Pendekatan ekonomi politik apabila merujuk pada sebuah isu dasar teori sosial merupakan hubungan antara ekonomi dan politik, sehingga isu sosial memiliki banyak penjelasan maupun aspek normatif yang menyangkut pernyataan tentang bagaimana dua proses hubungan dan tentang bagaimana mereka harus dihubungkan (Staniland, 2003).
Berdasarkan sejarah, titik balik perkembangan gagasan-gagasan hubungan politik dengan ekonomi terjadi di abad ke-18. Sebelumnya, yang diterima adalah pembagian fungsional disepakati bahwa ekonomi dan politik merujuk pada arena-arena kegiatan yang berbeda, namun konvensi analitis ini sama sekali tidak berarti bahwa ekonomi dapat dijalankan secara praktis atau diamati secara teoritis, dan seolah-olah ekonomi politik memiliki keswadayaan dalam pengertian moral politik dan intelektual (Staniland, 2003).
Sebuah kamus Dictionary of Economics and Commerce menyebutkan bahwa ekonomi politik merupakan istilah lama dari ilmu ekonomi (Hansen dalam Lane 1994). Para mahasiswa, dosen, cendekiawan dan peneliti yang tertarik dengan studi ekonomi politik perlu mengetahui bahwa buku yang ditulis oleh para ahli ekonomi politik barat seperti Ricardo, Marx dan Stuart Mill, harus berusaha keras mengemukakan tinjauan-tinjauan dan konsekuensi konsekuensi politik dari suatu perekonomian hal ini untuk meyakinkan semua khalayak akan eratnya keterkaitan antara ekonomi dan politik.
Perspektif pada saat itu atas segenap transaksi ekonomi dalam kaitannya dengan lembaga politik utama yaitu negara yang sekaligus merupakan salah satu permasalahan yang mendasar terpusat pada pemahaman cara-cara peningkatan kekayaan ekonomi suatu masyarakat melalui keterlibatan negara dalam pengaturan masyarakat yang bersangkutan.
Definisi ekonomi politik seperti yang disampaikan oleh Adam Smith dalam bukunya System of Political Economy yakni ekonomi politik atau political economy pada intinya merupakan cabang dari ilmu para negarawan atau legislatif itu memiliki dua tujuan yang berbeda, yakni menciptakan suatu sumber pendapatan bagi masyarakat atau membantu mereka dalam mencapai pendapatan menuju swasembada, yang kedua adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas dan fungsinya dengan baik (Smith dalam Lane , 1994).
Banyak kalangan mengasumsikan bahwa ekonomi politik adalah integrasi antara ilmu ekonomi dan ilmu politik. Masyarakat jarang mendapatkan informasi bahwa ide ekonomi politik itu sendiri sebenarnya didasarkan pada pemisahan antara ilmu politik dengan ilmu ekonomi. Pemisahan ini dapat dipahami apabila ilmu politik dan ilmu ekonomi disatukan secara konseptual, maka dengan demikian ekonomi politik bukanlah suatu pendekatan yang dapat dipandang sebagai hubungan antara dua jenis telah yang berbeda (Caporaso, 1992).
Para penggiat pendekatan ilmu ekonomi politik harus mampu memperhitungkan perbedaan antara keduanya, seandainya ekonomi dan politik berbeda satu sama lain. Ada beberapa tantangan yang dihadapi pada studi pendekatan ekonomi politik.
Harus ada kemampuan mengidentifikasi berbagai pemahaman yang berbeda tentang ekonomi dan politik
Pertama, harus adanya kemampuan mengidentifikasi berbagai pemahaman yang berbeda tentang ekonomi dan politik. Kedua, perlu mengidentifikasi hubungan teoritis antara ekonomi dan politik, sehingga para ahli atau mahasiswa yang mempelajari ekonomi politik memahami hubungan yang jelas antara ekonomi dan politik sebagai kajian yang independen. Hal ini semua kita pahami sebagai sebuah telaah teoritis ekonomi politik.
“Istilah ekonomi politik dalam penggunaannya secara tradisional dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi (Rothschild dalam Erik Lane, 1994). Studi ekonomi politik dinyatakan sebagai analisis ekonomi atau ilmu ekonomi atas suatu negara bangsa (nation state). Ekonomi politik sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti sebuah kota atau sebuah unit politik dan oikonomike yang memiliki makna mengacu pada manajemen suatu rumah tangga.”
Mengutip pengertian ekonomi politik dari kamus induk ilmu ekonomi yakni A New Dictionary of Economics (1966), kombinasi kedua kata ekonomi dan politik menunjukkan betapa eratnya keterkaitan antara fakta-fakta produksi keuangan perdagangan dengan kebijakan pemerintah di bidang moneter fiskal dan komersial. Istilah kenal politik dalam pengembangan berikutnya mengalami banyak perubahan.
Sejak abad ke-19, aspek-aspek politik murni makin lama makin surut dalam studi-studi fenomena ekonomi dan hal ini terus berlangsung sampai menjadi ilmu ekonomi yang kita kenal sekarang ini. Sejak diterbitkannya tulisan Alfred Marshall terutama yang berjudul prinsip Principles of Economics pemakaian istilah ekonomi politik mulai menyimpang (Taylor dalam Lane, 1994).
Ketika istilah ekonomi politik diadakan kembali saat ini guna untuk mendampingi istilah ilmu ekonomi maka fokusnya sudah berubah tidak lagi fenomena-fenomena ekonomi secara umum tapi lebih menyoroti bagaimana interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik (Chrystal dalam Lane, 1994).
“Kita dapat mengetahui perkembangan makna konsep ekonomi politik dengan membandingkan definisi yang diuraikan dalam Palgrave dictionary of political economy tahun 1899 dan yang dijelaskan dalam New Palgrave dictionary of economics terbitan 1987, di mana semula ekonomi politik adalah sesuai dengan namanya mengacu pada perpaduan dua seni yakni seni pengelolaan ekonomi politik atau studi ekonomi politik adalah sebuah kajian di dalam mengatur dua seni pertama seni pengelolaan perekonomian yang kedua seni dalam pengaturan pemerintahan perekonomian pada umumnya dan seni pengaturan pemerintahan.”
Istilah ekonomi politik setelah itu mulai memudar, maka konsep ekonomi politik hadir kembali pada abad ke-20 dan maknanya telah mengalami banyak perubahan (Lane,1994). Terdapat cukup banyak jenis pendekatan atas studi mengenai interaksi antara ekonomi dan politik yang kemudian semuanya mendapat label ekonomi politik modern (Frey dalam Lane, 1994). Pendekatan-pendekatan ekonomi politik tersebut diantaranya pendekatan marsis atau new marxis pendekatan teori Sistem pendekatan institusional atau tradisional hingga pendekatan pilihan publik.
Pemahaman atau cakupan ilmu ekonomi politik yang disampaikan oleh beberapa ekonomi barat lain dinyatakan sebagai: “Ilmu ekonomi politik (political economy) adalah ilmu yang mempelajari proses-proses sosial serta institusional yang memungkinkan kelompok-kelompok ekonomi dan politik memengaruhi alokasi sumber daya produktif yang persediaannya selalu terbatas atau langka, sekarang atau di masa yang akan datang, baik secara khusus untuk keuntungan sendiri atau kelompok, maupun secara umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas”, (Todaro, 2006).
Permasalahan-permasalahan ekonomi seperti rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat, tingginya angka pengangguran dan jumlah orang miskin di suatu negara bisa dipecahkan dari sisi atau aspek politik, melalui intervensi bagaimana pemerintah membuat kebijakan. Pada sisi yang lain, masyarakat menilai dan mengupayakan untuk memperbaiki pola hidup dan interaksi dengan masyarakat lainnya untuk meningkatkan indikator ekonomi yang sedang terganggu tersebut.
Permasalahan persaingan pasar dapat mengganggu daya beli masyarakat
Permasalahan persaingan pasar yang tidak sempurna dengan ditandai kekuatan monopolis yang menguasai pasar yang dapat mengganggu daya beli masyarakat juga perlu dianalisis secara ekonomi politik. Siapa yang menguasai pasar, mengapa hal itu bisa terjadi, dan bagaimana cara mereka menguasai pasar.
Ekonomi politik Islam
Pendekatan ekonomi politik Islam yang mengedepankan pada asas tauhid dan keadilan, juga menarik dipelajari oleh para cendekiawan dan mahasiswa yang mempelajari pendekatan ekonomi politik. Ekonomi Politik Islam menekankan tentang pokok-pokok yang menjadi titik tumpu ekonomi politik Islam. Pemikiran-pemikiran kapitalisme dan sosialisme sejati adalah dianggap keliru sebab bertentangan dengan realitas (Al Maliki, 2001). Pokok-pokok ajaran ekonomi politik Islam bersumber dari falsafah Alquran sebagaimana yang tertulis dalam ayat Alquran Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”
(QS an-Nisa 4:36).
Berbagai pemikiran seperti sosialisme, kapitalisme yang oleh para pemikir ekonomi politik Islam sebagai sebuah kerusakan yang berujung pada imperialisme dan memperkokoh eksistensi sistem kapitalis. Kondisi ketidakadilan tersebut memunculkan satu ide ekonomi politik ideal yaitu suatu konsep pemikiran yang mengedepankan tentang ide yang komprehensif tentang alam, manusia dan kehidupan.
“Upaya-upaya atau ide-ide mengenai pelestarian sistem kapitalisme setelah terlihat beberapa kerusakannya dalam ekonomi, para pemikir ekonomi Islam seperti Al Maliki ini memberikan sebuah pembuktian bahwa ide kapitalisme hanyalah sebuah kesepakatan untuk menjadikan sistem ekonomi semua dibangun atas pertambahan pendapatan nasional disertai dengan sistem tambal sulam berupa konsep keadilan sosial (al-‘adalah al-ijtima’iyyah) dan pencangkokan sosialisme (Al Maliki, 2001)”.
“Sementara itu, pemikiran-pemikiran sosialisme hanya merupakan pemikiran-pemikiran yang berbentuk pembahasan pembahasan konseptual (abhats fikriyyah), yang hanya tampak di dalam publikasi publikasi terbatas seperti risalah-risalah atau makalah dan beberapa tulisan di media massa, meskipun telah ada partai-partai yang memperbincangkan atau partai-partai sosialis, namun ide sosialisme tidak memiliki peranan efektif dalam memengaruhi massa dan dapat mengancam sistem pemerintahan dan sistem kehidupan”, (Al Maliki, 2001).”
Sistem kapitalisme sedang menuju proses penghancuran khususnya oleh sosialisme marxisme (al-isytirakiyah al-marikisiyah). Maka para kapitalis memunculkan ke seluruh dunia sebuah pemikiran baru yang mereka namakan sosialisme negara (al-isytirakiyah ad-daulah) untuk mengalihkan perhatian publik dari sosialisme marxisme dan sebagai cara baru untuk menerapkan kapitalisme dengan cara yang menjamin kelestarian dan terpeliharanya sistem kapitalisme (Al Maliki, 2001).
Sistem kapitalisme sedang menuju proses penghancuran
Namun sosialisme Karl Marx telah meraih sukses dengan mendirikan Negara Uni Soviet, maka semakin besar bahaya yang mengancam eksistensi sistem kapitalisme barat yang disponsori oleh Amerika Serikat. Sosialisme negara meskipun sebagian besar di Eropa telah mendirikan beberapa partai yang berlandaskan sosialisme negara, namun belum berhasil, yang terjadi justru adalah sebuah kebangkrutan. Maka di samping sosialisme negara berdirilah ide keadilan sosial (al-'adalah al-ijtima’iyyah).
Maka demikian dua ide ini yakni sosialisme negara dan keadilan sosial telah membuat Eropa mampu memelihara sistem kapitalisme di Eropa dan mampu melawan sistem sosialisme marxisme di Rusia. Eropa telah berhadapan dengan sosialis sosialisme bangsa berupa partai pada akhir abad ke-19 dan pada permulaan abad ke-20. Hal ini semakin memperkokoh sosialisme ketika telah menjadi suatu negara setelah perang dunia pertama hingga berakhirnya perang dunia kedua.
Al Maliki memiliki pandangan yang sangat ekstrem bahwa saat ini mulai dirasakan bagaimana zalimnya sistem kapitalisme di masyarakat yang telah menjalar ke negara-negara yang berada di bawah kekuasaan Eropa. Dimana negara-negara besar datang dengan membawa konsep sosialisme yakni sosialisme negara dan konsep keadilan sosial, di samping ide tentang perencanaan dan pengembangan perekonomian, hal ini merupakan strategi untuk memelihara eksistensi sistem kapitalisme yang mengakibatkan negara-negara yang berada di bawah kekuasaannya tidak lepas dari cengkramannya.
Pentingnya membahas masalah-masalah perekonomian dalam kehidupan manusia didasarkan pada perhatian Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat Islam yang memikirkan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Perekonomian dapat dipandang merupakan urusan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia hari ini dan esok. Kemapanan atau kesejahteraan umat merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan.
Berbagai macam kebijakan Rasulullah SAW menjadi pedoman oleh para penggantinya dalam memutuskan masalah-masalah perekonomian umat manusia masa lalu, masa kini dan masa depan. Hal itu semua tidak pernah terputus hingga betul-betul manusia mendapatkan tingkat kemapanan yang baik, demi kebahagiaan hidup mereka. Oleh karena itu keadilan dan keberlangsungan kemapanan ekonomi menjadi pemikiran ekonomi politik Islam dari generasi ke generasi berikutnya.
Alquran dan al-hadis dalam menelaah pendekatan ekonomi politik Islam digunakan sebagai dasar pijakan teori ekonomi politik oleh para khalifah dan seterusnya dalam rangka menata kehidupan ekonomi negara. Namun demikian seiring dengan perkembangan zaman, dimana masalah perekonomian pada masa kini semakin kompleks dan sudah barang tentu diperlukan satu kajian dan kebijakan yang menyesuaikan keadaan.
Para ahli dan pemikir ekonomi Islam sepakat bahwa perkembangan perekonomian ekonomi Islam dari masa nabi Muhammad SAW sampai dengan sekarang dapat dibagi menjadi enam tahapan. Tahap pertama, dimulai dari tahun 632-656 Masehi disebut sebagai pemikiran ekonomi Islam pada masa Rasulullah SAW. Tahap kedua, dimulai dari tahun 656-661 Masehi, disebut sebagai periode pemikir ekonomi politik Islam pada masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).
Tahap ketiga, sering disebut sebagai periode awal pemikiran ekonomi politik Islam dari kalangan cendekiawan atau pemikir-pemikir ekonomi politik Islam dimulai dari tahun 738-1037 M. Pemikir-pemikir ekonomi politik Islam yang lahir pada periode awalnya di antaranya Zaid bin Ali, Abu Hanifah, Abu Ubaid, Mawardi, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Tahap keempat, atau periode kedua dimulai dari tahun 1058-1448 M. Para pemikir ekonomi politik Islam pada tahap ini diantaranya adalah al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Khaldun.
Tahap kelima, atau periode ketiga dimulai dari tahun 1446-1931 M. Para pemikir ekonomi politik Islam pada periode ini di antaranya adalah Muhammad bin Abdul Wahab, Muhammad Abduh, dan Muhammad Iqbal. Tahap keenam, atau periode lanjut dimulai dari tahun 1931-sekarang. Pada tahap ini lahir pemikir-pemikir ekonomi politik Islam yang handal seperti Bakir Al sadar Muhammad Abdul Mannan, Munzer Kahf, dan Umer Chapra (Aravik, 2017)
Salah satu karya yang fenomenal pemikiran ekonomi politik Islam pada periode lanjut atau masa kontemporer ini adalah munculnya satu karya mazhab Iqtishaduna (ekonomi kami) hasil karya Baqir Al Sadr. Mazhab ini berpendapat bahwa dalam mempelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek filosofi ekonomi dan aspek positif ekonomi.
Kalangan pemikir ekonomi politik mazhab ini memberikan satu prinsip bahwa dalam ekonomi politik Islam tidak boleh adanya saling menzalimi antara satu pelaku ekonomi dengan pelaku ekonomi yang lainnya. Mazhab ini berpandangan bahwa permasalahan pokok perekonomian terletak pada distribusi yang tidak adil dan bukan pada ketidakcukupan sumber daya ekonomi itu sendiri. Alasannya bahwa Allah subhanahu wata'ala telah menciptakan segala kebutuhan manusia dengan ukuran yang cukup.
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (QS al-Qamar 54: 49).
Para pemikir ekonomi politik Islam lainnya yang berhaluan mazhab mainstream memiliki pandangan yang berbeda dengan mazhab iqtishaduna. Mazhab mainstream yang dipelopori oleh Muhammad Abdul Mannan memiliki pandangan bahwa faktor utama terjadinya permasalahan ekonomi adalah akibat kelangkaan faktor sumber daya ekonomi, bukan masalah ketidakadilan distribusi sumberdaya ekonomi. Artinya jika suatu wilayah memiliki keterbatasan dalam jumlah ekonomi maka hal itulah yang menjadi pangkal utama terjadinya permasalahan ekonomi seperti kemiskinan dan lain sebagainya.
Sehingga untuk memecahkan permasalahan kelangkaan sumber daya ekonomi ini diperlukan satu kebijakan dari negara membantu masyarakat yang terdampak supaya bangkit dari keterpurukan ekonomi dan sosial. Paket kebijakan yang ditetapkan pemerintah harapannya di samping dapat mengubah keadaan orang miskin menjadi lebih sejahtera, tetapi lebih dari itu terjadinya keberlangsungan orang-orang kaya mau membantu secara swadaya kepada masyarakat lain yang kurang mampu menjadi sebuah budaya masyarakat.
Berbagai macam argumentasi apakah mazhab yang berpandangan bahwa akar permasalahan adalah ketidakadilan distribusi pendapatan ataupun akar permasalahan berawal dari adanya kelangkaan sumber daya ekonomi semuanya memiliki dasar yang jelas yaitu Alquran dan al-hadis. Namun, yang patut diperhatikan adalah perbedaan landasan berpikir dan landasan dari Alquran bukan berarti menunjukkan sebuah ketidakkonsistenan dalil Alquran ini, tapi justru semua ini dijadikan sebagai landasan bagi manusia untuk berpikir dan mengambil sebuah pelajaran ke depan.
Ekonomi politik dan ilmu ekonomi
Sejak zaman Aristoteles hingga akhir abad pertengahan, gagasan bahwa proses-proses ekonomi dapat menghasilkan hukum-hukum secara mandiri, mampu membangkitkan tugas-tugasnya secara mandiri, atau menyediakan basis satu disiplin intelektual yang terpisah adalah asing bagi tradisi-tradisi etika dan penjelasan yang berlaku ketika itu. Namun demikian masyarakat dewasa ini selalu berpikir kritis dan berusaha untuk mengevaluasi gagasan-gagasan terdahulu tersebut.
Masyarakat dewasa ini selalu berpikir kritis dan berusaha untuk mengevaluasi gagasan-gagasan terdahulu
“Faktanya di zaman Yunani kuno atau setidaknya dalam karya Aristoteles, Politics, ekonomi merupakan bagian dari studi politik yang pada gilirannya menjadi bagian dari penelaahan etika dan filosofi (Myrdal, 1954). Ekonomi pada awalnya dianggap sebagai seni manajemen domestik, kemudian melalui perluasannya, maka berkembanglah awal studi ekonomi politik, yang merujuk pada seni mengelola ekonomi sebuah negara. Ekonomi politik dalam berbagai buku-buku rujukan didefinisikan sebagai pemikiran ekonomi yang dianggap sebagai cabang seni mengelola negara” (Staniland, 2003).
Pendekatan literatur ekonomi politik barat sebagaimana disampaikan para merkantilis barat menyebutkan bahwa ekonomi adalah seni menyediakan seluruh keinginan keluarga secara bijaksana dan cermat. Apabila ekonomi ada dalam lingkup keluarga, maka ekonomi politik ada pada lingkup negara (Staniland dalam Palgrave’s Dictionary of Political Economy, 2023). Para pemikir ekonomi klasik berkeyakinan bahwa studi ekonomi politik itu merupakan pekerjaan di dalam mengelola ekonomi negara yang sangat luas yang menghimpun semua elemen masyarakat yang ada.
Maka dengan demikian peran negarawan adalah seperti seorang ayah yang baik dalam sebuah keluarga dan memberikan segala sesuatu yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Seorang ayah memiliki tanggung jawab di samping peran yang besar dalam menyejahterakan anggota keluarganya, demikian pula halnya negarawan memiliki peran dan tanggung jawab dalam menyejahterakan seluruh warga masyarakatnya.
Ilmu ekonomi juga dapat dipandang sebagai sebuah studi pembangunan di mana secara lebih khusus studi ekonomi pembangunan adalah cabang ilmu yang paling baru, paling menggairahkan, dan paling menantang dari disiplin ilmu yang lebih luas yaitu ilmu ekonomi/economics dan ilmu ekonomi politik/political economy (Todaro, 2006). Meskipun masyarakat ekonomi secara umum lebih mengenal ilmu ekonomi ataupun ilmu ekonomi politik tetapi ilmu ekonomi pembangunan/development economics pada faktanya justru memiliki cakupan yang lebih luas lagi.
Perhatian para pemikir ekonomi dan juga para pemikir ekonomi politik serta para pemikir ekonomi pembangunan pada akhirnya sering melibatkan mereka dalam hal memperhatikan masalah efisiensi alokasi sumber daya produktif yang langka yang tak dapat terpakai lagi serta kesinambungan pertumbuhan dari waktu. Peran mahasiswa dosen peneliti yang mendalami ilmu ekonomi pembangunan juga memberikan perhatian pada mekanisme-mekanisme ekonomi sosial, politik dan kelembagaan, baik yang ada dalam sektor swasta maupun yang terdapat pada sektor publik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.