Khazanah
Lembaga Amil Zakat Diminta Turun Tangan Atasi Pinjol
MUI mendorong optimalisasi lembaga filantropi Islam khususnya untuk pendidikan
Oleh FEBRIANTO EDI SAPUTRO, M FAUZI RIDWAN
YOGYAKARTA -- Ketua Bidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Asrorun Niam Saleh menanggapi soal skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) melalui platform pinjaman online yang disediakan sejumlah kampus.
MUI mendorong adanya optimalisasi lembaga filantropi Islam khususnya untuk pendidikan."Solusinya MUI tentu mendorong optimalisasi lembaga filantropi Islam dalam hal ini lembaga zakat infaq shodaqoh bisa menaruh perhatian terhadap penyaluran bagi anak-anak yang menempuh pendidikan dan kesulitan pembiayaan," kata Kiai Asrorun Niam di Yogyakarta, Selasa (30/1/2024).
Lembaga zakat infaq shodaqoh bisa menaruh perhatian terhadap penyaluran bagi anak-anak yang menempuh pendidikan dan kesulitan pembiayaanKH ASRORUN NIAM Ketua Komisi Fatwa MUI
Dia mengatakan bentuk penyaluran zakatnya beragam, dari zakat hingga qardhul hasan (utang tanpa riba). Dengan adanya penyaluran tersebut diharapkan bisa memudahkan mahasiswa untuk meneruskan kuliahnya tanpa putus. Selain itu, Asrorun Niam menyoroti peran negara di dalam menjamin aksesisbilitas pendidikan bagi masyarakat.
Lembaga keuangan dinilai perlu meregulasi agar pinjol tidak menjadi instrumen yang merugikan masyarakat."Bukan soal pinjolnya, pinjaman bisa offline bisa online, tetapi pinjaman yang terjamin keamanan dari aspek regulasi dan keamanan dari aspek syari. Jangan sampai terjebak kepada aktifitas yang bersifat ribawi sehingga merugikan para pihak dan juga melanggar ketentuan agama," ucapnya.
Terakhir, Asrorun juga memandang perlu dioptimalkan dana pihak ketiga dalam bentuk wakaf. Manfaatnya tentu untuk kepentingan pendidikan. "Jadi secara bergulir bisa berpindah dari satu mahasiswa ke mahasiswa yang lain, pokoknya tetap tetapi manfaatnya bisa membiayai perkuliahan anak-anak yang punya talenta punya keinginan untuk kuliah tapi ada kesulitan pendanaan. Di samping iktiar kampus," tutur dia.
Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Mohammad Nasih mengatakan, skema pinjaman ke lembaga keuangan, termasuk melalui pinjaman online (pinjol), hanya salah satu alternatif dari sekian banyak alternatif lain yang diberikan oleh perguruan tinggi. Skema pinjol sepatutnya diletakkan paling akhir karena masih banyak skema lain yang bersifat sosial bagi mahasiswa yang memenuhi syarat.
“Betul (skema pinjol dijadikan opsi paling akhir). Skema yang lain cukup banyak dan bersifat sosial bagi yang memenuhi syarat,” ucap Rektor Universitas Airlangga (Unair) tersebut kepada Republika, Selasa (30/1/2024).
Dia menjabarkan, beberapa opsi sebenarnya bisa diberikan oleh perguruan tinggi untuk memudahkan mahasiswanya yang kesulitan secara ekonomi. Beberapa yang dia sebutkan, di antaranya angsuran pembayaran; potongan atau pengurangan pembayaran; bantuan pembayaran melalui bansos, lembaga amil zakat (LAZ), dan semacamnya; hingga pembebasan pembayaran.
“Di luar itu perguruan tinggi bisa juga memfasilitasi pembayaran melalui pihak ketiga, misalnya dengan BMT, perbankan, termasuk melaui pinjol. Transaksi ini murni antara orang tua mahasiswa dengan lembaga keuangan sehingga murni bisnis dan tidak ada sangkat pautnya dengan perguruan tinggi,” kata Nasih.
Dia menjelaskan, kerja sama antara perguruan tinggi dengan penyedia jasa pinjol dilihat sebagai penindasan terhadap mahasiswa dan masyarakat. Praktik tersebut dinilai dapat membuat kampus akan semakin elitis dan menyimpang jauh dari amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Polemik penawaran pinjol oleh pihak kampus terjadi di Institut Teknologi Bandung. Deovie Lentera Hikmatullah (20 tahun), menjadi salah satu mahasiswa yang ditawari pinjol. Dia mengatakan, pihak kampus melalui sistem menyarankan untuk menggunakan aplikasi pinjaman online biaya kuliah Danacita. Namun, ia enggan mengambil saran tersebut karena tidak mau berutang.
Deovie merupakan salah satu mahasiswa ITB yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT) sejak pertama kali menginjakan kaki sebagai mahasiswa ITB pada 2020. Tiap semester, ia diharuskan membayar UKT sebesar Rp 12.500.000.
Mahasiswa jurusan teknik biomedis sekolah teknik elektro dan informatika (STEI) ITB ini seringkali mengajukan keringanan UKT. Namun, pihak kampus tidak pernah merespon pengajuan keringanan tersebut dan hanya memberikan penangguhan pembayaran biaya kuliah.
Deovie mengaku masalah ekonomi keluarga yang membuatnya kesulitan membayar UKT. Apalagi, sosok ayahnya hanya seorang pensiunan."Total sisa tunggakan saya mencapai Rp 18.750.000," ucap dia saat ditemui di aksi demonstrasi di depan Gedung Rektorat ITB, Senin (29/1/2024).
Meski belum pernah menerima keringanan UKT, ia mengaku beberapa kali menerima penangguhan biaya kuliah. Deovie pun tetap diperbolehkan kuliah dengan sejumlah pembatasan.Pada semester genap tahun 2023/2024 ini, ia mengatakan harus terlebih dahulu menyelesaikan tunggakan sebesar Rp 18.750.000 apabila ingin mengikuti perkuliahan. Apabila tidak dibayar maka dipersilahkan untuk cuti.
Ia mengaku kebingungan untuk membayar tunggakan tersebut hingga akhirnya pihak kampus menurunkan pembayaran tunggakan menjadi Rp 12.500.000. Namun, Deovie mengaku masih belum bisa membayar biaya tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Majelis Rektor Tolak Kampus Gandeng Pinjol
Langkah tersebut dinilai justru berpotensi menjebak mahasiswa.
SELENGKAPNYAPerangai Bani Israil Dalam Kisah Sapi Betina
Kalangan Bani Israil ini hanya mempersulit diri mereka sendiri dengan menanyakan hal-hal tak perlu mengenai kriteria sapi betina.
SELENGKAPNYAKeutamaan dan Definisi Wali Allah
Hati seorang wali Allah akan senantiasa condong pada mengingat Allah.
SELENGKAPNYA