Resonansi
Korona, Teori Konspirasi, dan Qunut Nazilah
Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri
Inilah virus korona atau Covid-19 sebagaimana Badan Kesehatan Dunia (WHO) menamainya. Virus yang cepat menyebar dalam waktu singkat ini telah menyebabkan sejumlah jalur penerbangan ditutup, kapal-kapal pesiar ditolak sandar oleh beberapa negara, banyak sekolah diliburkan, bahkan aktivitas di tempat-tempat ibadah ditiadakan. Virus korona ini juga telah mengakibatkan kegiatan ekonomi dunia nyaris lumpuh, jalan-jalan lengang, dan pusat-pusat perdagangan menjadi sepi.
Kini kata ‘korona’ pun selalu menjadi objek pembicaraan masyarakat, kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa pun mereka bertemu. Ya, kata ‘jorona’ itu pula yang kini banyak di-tracking di mesin pencarian Google.
Saya tidak akan menulis perinci tentang virus korona ini. Semua kita sudah tahu virus ini mulai muncul di Cina, tepatnya di Kota Wuhan, dan kemudian menyebar ke berbagai negara, menewaskan lebih dari 3.000 orang dan terus bertambah serta menyebabkan lebih dari 100 ribu warga positif korona.
Hal yang perlu digarisbawahi, berbagai penyakit sudah ada bersamaan dengan penciptaan manusia itu sendiri. Namun, yang membedakannya kini, penyebaran virus korona sungguh sangat cepat. Antara lain karena kemajuan sarana transportasi, yang menyebabkan dunia menjadi kecil. Orang pergi dari satu negara ke negara lain adalah hal biasa. Bersamaan dengan itu, teknologi informasi berkembang sangat cepat. Berikut pula terciptanya berbagai platform media sosial, yang menjadikan berita bisa diakses dan dibuat siapa sama, kapan saja, dalam hitungan menit atau detik, dan tanpa sensor.
Adapun yang terjadi kemudian, virus korona yang telah menjadi epidemi global ini pun diliputi misteri, desas-desus, dan serbamenakutkan. Bahkan disertai dengan bumbu-bumbu teori konspirasi segala. Akibatnya ketika Anda membaca dan mendengar siaran berita atau mencari asal dan gejala penyakit, boleh jadi Anda merasa seolah dunia akan segera berakhir. Dan, kita semua akan mati apabila ada seseorang bersin di sebelah kita.
Bahkan, ada berita yang menyebutkan bahwa korona merupakan virus yang paling mematikan sepanjang sejarah. Faktanya, flu atau influenza ternyata menyebabkan kematian berkali-kali lebih banyak dari virus itu. Lalu ada juga yang memberitakan bahwa orang yang terjangkit virus korona akan menemui kematian. Faktanya, orang yang meninggal karena korona kurang dari 2 persen. Itu pun kebanyakan mereka yang kekebalan tubuhnya sedang rendah, usia tua, atau tengah menderita penyakit lain sebelum terkena korona.
Namun, tetap saja ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari kasus virus ini. Sebagaima peribahasa Arab mengatakan, "Musibah suatu kaum bagi sebagian kaum lain adalah keuntungan". Keuntungan dimaksud antara lain dengan menimbun masker atau lainnya.
Yang terburuk akibat virus korona, menurut Jocelyn Elia, jurnalis senior dan kolomnis bidang travelling dari Lebanon, adalah munculnya sikap rasial di beberapa negara. Wajah-wajah Cina menjadi menakutkan bagi banyak orang. Bahkan, murid-murid sekolah berwajah Asia menjadi sasaran tertawaan, lelucon, dan terkadang pemukulan. "Terus terang, munculnya sikap rasialisme di beberapa negara, berita hoax yang menyeramkan tentang korona dan teror tentang kelumpuhan ekonomi, semuanya itu lebih buruk dari virus korona itu sendiri," katanya.
Tentu saja tulisan ini tidak bermaksud mengecilkan tentang bahaya virus korona. Bahaya itu ada. Yang mati akibat virus itu jumlahnya sudah melibihi angka 3.000 orang, terbanyak dari Cina. Namun, kampanye negatif tentang virus yang tampak sangat terorganisasi itu yang harus menjadi perhatian kita.
Hal yang lucu dan sekaligus menyedihkan, virus itu mulai muncul di Cina, raksasa ekonomi dunia yang membangun rumah sakit kurang dari sepekan. Dari Cina, virus itu kini menyebar ke berbagai penjuru dunia. Bahkan, ada tanda-tanda, jumlah orang yang terpapar korona di Cina cenderung menurun, sementara di negara-negara lain justru terus bertambah. Perhatian masyarakat internasional pun kini mulai tergeser dari Cina ke dunia. Korona yang tadinya masalah Cina menjadi masalah global.
Berita lain menyatakan, Amerika Serikat di balik itu semua. AS, yang terkenal dengan film-film Hollywood yang mendunia itu, sengaja ‘membuat’ film horor tentang Cina/virus korona yang sangat menakutkan itu, dengan maksud untuk memukul ekonomi Cina, yang kini menjadi ancaman bagi perekonomian Amerika—perang dagang. Sebaliknya, ada berita lain yang menyebutkan bahwa Cina ingin membuktikan diri bahwa dengan mengekspor satu virus saja sudah bisa melumpuhkan perekonomian dunia dan mengubah kota-kota di banyak negara bagaikan kota hantu. Karena itu, jangan coba main-main dengan Cina.
Entah betul atau tidak berita-berita seperti itu, wallahu a’lam. Namanya juga teori konspirasi. Hal yang jelas, akibat dari berita-berita yang menyeramkan tentang korona seperti itu, banyak pihak yang menjadi korban. Di London, misalnya, seperti diberitakan media al Sharq al Awsat, jalan-jalan sangat sepi di Distrik Chinatown. Toko-toko banyak yang tutup. Kalau masih ada yang keluar rumah, mereka menutupi hidung dan mulutnya dengan masker. Kalau bersimpangan dengan orang-orang berwajah Asia, mereka melihatnya dengan mata kecurigaan.
Di Iran, ibadah shalat Jumat ditiadakan. Sementara di Makkah dan Madinah yang sehari-hari ramai dengan jamaah umrah kini juga sangat sepi. Bahkan untuk pertama kalinya, pelataran Ka’bah pun sepi dari orang-orang yang tawaf. Ini semua pengaruh dari berita-berita tentang bahaya virus korona yang telah menyebabkan banyak kematian.
Virus korona bukanlah penyakit menular atau epidemi pertama yang pengaruhnya mendunia. Dari waktu ke waktu selalu muncul penyakit menular dan mematikan yang sangat mengerikan bagi masyarakat dunia. Misalnya, ebola, flu babi, SARS (sindrom pernapasan akut berat), dan epidemi-epidemi lain.
Akan tetapi, virus korona tampaknya telah menjadi ‘film horor’ yang menakutkan, yang sangat membekas di kepala kita. Dan, kita sepertinya sudah dekat dengan kematian akibat terintimidasi dari bahaya virus itu.
Saya berharap kita bisa menjalani hidup normal saja, tanpa diintimidasi oleh ketakutan yang berlebihan, jauh dari teror dan kecemasan tambahan. Hidup ini sudah sulit tanpa korona. Daripada kita dihantui oleh kecemasan, mari kita berdoa, bertawakal, menyerahkan segala sesuatunya kepada Sang Pencipta. Tentu setelah kita menjaga kesehatan dan kekebalan tubuh, mencuci tangan dengan benar, memakai masker bila perlu, dan upaya-upaya lainnya untuk menjauhkan diri dari Virus korona.
Meminjam pernyataan Mufti Besar Mesir Prof Dr Syauqi Ibrahil Abdul Karim Allam, umat Islam seharusnya membuat gerakan Qunut Nazilah untuk menghalau virus korona. Menurut profesor fikih dan syariah di Universitas Al Azhar Kairo ini, virus korona sudah merupakan sebuah bencana atau musibah kemanusiaan yang terjadi di banyak negara. Qunut Nazilah diperlukan sebagai doa kepada Allah SWT, agar yang sudah terpapar korona diangkat penyakitnya (virusnya) dan yang belum terkena dijauhkan dari virus itu. "Dan, doa itu (Qunut Nazilah) berlaku untuk umat Islam dan non-Muslim," ujarnya.
Qunut sendiri ada dua macam. Yaitu Qunut Subuh dan Qunut Nazilah. Qunut Subuh dibaca pada shalat Subuh setelah rukuk rakaat akhir. Sedangkan, Qunut Nazilah dibaca pada setiap shalat fardlu di rakaat terakhir setelah rukuk. Doa Qunut Nazilah diucapkan dengan suara rendah (sirriyah) pada shalat Zhuhur dan Ashar serta ditinggikan (//jahriyah//) pada shalat Maghrib, Isya, dan Subuh. Inti dari Qunut Nazilah adalah doa meminta perlindungan kepada Allah SWT dari segala musibah dan marabahaya. Semoga kita selalu dilingkupi oleh rahmat Allah SWT dan terjauhkan dari marabahaya, termasuk dari virus korona. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.