Iqtishodia
Dinamika Kemiskinan dan Upah Minimum di Pulau Jawa
Meskipun Pulau Jawa memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, masih terdapat ketimpangan yang signifikan.
OLEH Dani Lukmito U, Fajar, Riza Nur Fajrin M (Mahasiswa Program Magister Ilmu Perencanaan Wilayah FEM IPB), Syarifah Amaliah (Peneliti International Trade Analysis and Policy Studies FEM IPB), Dr. Sahara (Direktur International Trade Analysis and Policy Studies dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)
Kemiskinan merupakan isu sentral setiap daerah, terutama di Pulau Jawa. Jumlah penduduk yang tinggi di Pulau Jawa, yang mencapai 56,1 persen dari total penduduk Indonesia, memiliki implikasi terhadap tingkat kemiskinan di wilayah ini.
Sebuah ironi terjadi karena meskipun Pulau Jawa merupakan wilayah yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi, tapi jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa pada awal pandemi paling banyak bertambah dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Pulau Jawa memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tapi masih terdapat ketimpangan yang signifikan dalam distribusi kekayaan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Salah satu kondisi permasalahan yang perlu menjadi prioritas di Pulau Jawa adalah terdapat beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan angka kemiskinan tertinggi memiliki tingkat rata-rata upah serta standar upah minimum yang rendah. Pada sektor formal, daya beli rumah tangga akan sangat dipengaruhi oleh upah yang diterima pekerja.
Oleh karena itu, penetapan UMK memiliki kontribusi yang signifikan pada penurunan kemiskinan. Meskipun demikian, terdapat hal yang perlu juga mendapatkan perhatian di era persaingan global. Kekakuan upah yang disebabkan oleh upah minimum dapat menurunkan penciptaan lapangan kerja dan pada gilirannya akan mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan.
Peluang terjadinya fenomena race to the bottom terkait penetapan upah minimum juga memberikan kekhawatiran bahwa upah dan kondisi kerja akan terpuruk akibat persaingan global. Mencermati kompleksitas tersebut, pemerintah pusat dan daerah seyogianya terus bersinergi untuk merumuskan kebijakan upah minimum yang memenuhi kebutuhan hidup layak dengan mempertimbangkan indikator lainnya, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, UMK yang ditetapkan meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan serta mempertahankan daya saing ekonomi di tengah tantangan ekonomi global yang terus berkembang.
Sebaran kemiskinan di Pulau Jawa
Secara nasional, Indonesia menunjukkan peningkatan kinerja kondisi ekonomi yang juga turut merefleksikan kondisi pemulihan ekonomi Indonesia. Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 menggambarkan persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan signifikan sebesar 9,36 persen, menunjukkan perbaikan sebesar 0,21 persen poin dibandingkan dengan September 2022 dan 0,18 persen poin dibandingkan dengan Maret 2022.
Meskipun demikian, dari total 119 kabupaten dan kota di Pulau Jawa di tahun 2023, hanya terdapat 28 kabupaten/kota yang mempunyai tingkat kemiskinan di bawah rata-rata persentase kemiskinan nasional 9,36 persen dan tingkat upah di atas rata-rata nasional (Rp 2,7 juta per bulan). Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa mencapai 13,94 juta orang dengan sebaran terbanyak ada di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Secara lebih terperinci, dari jumlah tersebut, penduduk miskin di Pulau Jawa paling banyak ada di wilayah perkotaan, dengan jumlah 8,03 juta orang. Adapun persentase penduduk miskin di Pulau Jawa mencapai 9,03 persen pada September 2022, di mana persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 7,65 persen, dan di perdesaan sebesar 11,94 persen.
Berdasarkan hasil sebaran tingkat kemiskinan di Pulau Jawa di level kabupaten/kota, Kabupaten Sampang sebagai kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa (21,76 persen) memiliki standar UMK yang cukup rendah, yaitu Rp 2.114.335,27 per bulan. Beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mengalami penurunan tingkat kemiskinan antara lain Kabupaten Banjarnegara, Pemalang dan Purbalingga.
Sebaran upah minimum regional di Pulau Jawa
Peningkatan UMK di Pulau Jawa dapat berdampak pada tingkat kemiskinan. Upah minimum bertujuan untuk meningkatkan status masyarakat rendah, terutama pekerja miskin, dengan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, dampak kenaikan UMK terhadap tingkat kemiskinan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti tingkat pengangguran, pendidikan, dan kebijakan pemerintah.
Sebagian besar daerah dengan standar UMK paling rendah se-Indonesia terdapat di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak wilayah di Pulau Jawa yang masih dibawah tingkat kemiskinan nasional dan standar upah rata-rata nasional.
Banjarnegara selaku kabupaten dengan standar UMK paling rendah di Pulau Jawa, yaitu Rp 1.958.170, memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di Pulau Jawa, yaitu 14,90 persen). Namun, sebaran kenaikan UMK dalam kurun waktu 2022-2023 yang signifikan mengalami tren kenaikan.
Secara umum, dapat dilihat bahwa persentase penduduk miskin di Pulau Jawa pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2022. Hal ini ditunjukkan oleh titik-titik pada scatterplot 2023 yang lebih tersebar di bagian bawah dibandingkan dengan titik-titik pada scatterplot 2022. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa peningkatan UMK ini dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Pada tahun 2023, terdapat beberapa daerah di Pulau Jawa dengan persentase penduduk miskin di bawah 10 persen.
Daerah-daerah tersebut umumnya memiliki UMK yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang baik, seperti beberapa kabupaten dan kota di kawasan Jabodetabek dan daerah kawasan industri seperti Kota Serang, Cilegon, dan Kabupaten Sidoarjo Secara keseluruhan.
Perbandingan tipologi kemiskinan dan UMK di Pulau Jawa tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dimana masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang memiliki tingkat upah minimum regional yang di atas upah minimum nasional, tapi masih berada di atas tingkat kemiskinan nasional, seperti Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.
Hanya ada kabupaten Lebak yang pada tahun 2023 menunjukkan tingkat kemiskinan yang menurun di bawah tingkat kemiskinan nasional. Hal ini memperlihatkan bahwa upaya pengentasan kemiskinan di Pulau Jawa sudah menunjukkan hasil yang positif namun belum signifikan.
Oleh karena itu, upaya tersebut perlu terus ditingkatkan agar kemiskinan di Pulau Jawa dapat dihilangkan secara menyeluruh. Pemerintah harus lebih proaktif dalam melakukan program-program yang lebih tepat sasaran.
Sektor formal dan informal
Sektor formal dan informal memiliki perbedaan signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Sektor informal, yang mempekerjakan sebagian besar penduduk miskin, cenderung lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan sektor formal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya persyaratan formal dalam sektor informal, yang memungkinkan akses lebih mudah bagi masyarakat miskin.
Di sisi lain, sektor formal sering kali diatur oleh kebijakan pemerintah dan menawarkan akses yang terbatas bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu, dalam upaya pengentasan kemiskinan, penting untuk memperhatikan peran dan karakteristik keduanya serta mengembangkan strategi yang sesuai untuk masing-masing sektor.
Sektor informal memainkan peran penting dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kemampuan sektor informal dalam menyerap tenaga kerja dan tidak memerlukan persyaratan formal. Namun, terdapat keterbatasan dalam pembuatan kebijakan ekonomi informal di Indonesia, yang dapat mempersulit upaya pengentasan kemiskinan.
Sangat penting melakukan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan sektor informal melalui program-program seperti upaya pengentasan kemiskinan melalui program kredit usaha rakyat (KUR) yang dilengkapi dengan program jaminan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) bantuan pangan non-tunai (BPNT). Program tersebut ditargetkan untuk meningkatkan level pendapatan masyarakat pada dasarnya bisa membantu menurunkan kemiskinan atau mencegah munculnya orang miskin baru. Meski demikian, upaya perbaikan pendapatan itu lebih dibutuhkan di sektor informal ketimbang formal. Sebab, jumlah orang miskin yang bekerja di sektor informal lebih banyak.
Sebagai perwujudan komitmen untuk mengurangi kemiskinan tingkat global, dalam hal ini Sustainable Development Goals (SDGs), mencakup tiga dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Beratnya tantangan kemiskinan yang dihadapi oleh berbagai negara di seluruh dunia, salah satu tujuan utama SDGs adalah untuk mengurangi kemiskinan.
Implikasi dari tingkat kemiskinan terhadap kehidupan masyarakat di Pulau Jawa dapat dilihat berdasarkan dimensi pembangunan berkelanjutan SDGs, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari segi ekonomi, tingkat kemiskinan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, produktivitas, investasi, dan distribusi pendapatan. Kemiskinan dapat menghambat potensi sumber daya manusia, mengurangi daya beli, menurunkan kualitas modal fisik, dan meningkatkan ketimpangan sosial.
Dari segi sosial, tingkat kemiskinan berpengaruh terhadap kesehatan, pendidikan, keamanan, dan hak asasi manusia. Kemiskinan dapat menyebabkan malanutrisi, penyakit, kematian dini, rendahnya akses dan mutu pendidikan, kriminalitas, konflik, dan diskriminasi.
Dari segi lingkungan, tingkat kemiskinan berpengaruh terhadap degradasi lingkungan, kerusakan sumber daya alam, dan perubahan iklim. Kemiskinan dapat mendorong masyarakat miskin untuk melakukan eksploitasi berlebihan terhadap lingkungan, seperti pembalakan liar, pembakaran hutan, penambangan ilegal, dan pencemaran.
Secara keseluruhan bahwa upaya pengentasan kemiskinan di Pulau Jawa telah menunjukkan hasil yang positif. Namun, upaya tersebut perlu terus ditingkatkan agar kemiskinan di Pulau Jawa dapat dihilangkan secara menyeluruh.
Pendekatan not business as usual, melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkret dan terukur diharapkan dapat menekan tingkat kemiskinan tujuh hingga delapan persen. Selain dengan penetapan upah minimum di sektor formal yang berkontribusi bagi penurunan kemiskinan.
Kunci sukses upaya penurunan kemiskinan lainnya juga dapat dilakukan dengan sinergi program dan anggaran baik dari APBN, APBD, APBDes yang difokuskan pada targeted beneficiaries, terutama di sektor informal. Dengan sinergi kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat transformasi ekonomi untuk mendukung upaya Indonesia dalam rangka mewujudkan visi sebagai negara maju dan sejahtera pada tahun 2025.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.