![](https://static.republika.co.id/uploads/images/xlarge/079433800-1702353292-1280-856.jpg)
Safari
Mengantarkan Jalur Rempah Menjadi Warisan Budaya Dunia
Upaya pengajuan jalur rempah sebagai warisan dunia UNESCO ditargetkan untuk tercapai pada 2024.
Rempah menyebar melampaui batas ruang dan waktu. Rempah telah ditemukan di dalam tubuh dan makam raja-raja Mesir Kuno dari abad ke-13 SM hingga hadir dalam sepiring hidangan yang kita nikmati hari ini. Indonesia sendiri melahirkan berbagai jenis rempah raja, seperti cengkih, pala, dan cendana yang menjadi komoditas utama. Pada masanya, komoditas rempah-rempah ini bernilai lebih mahal dari emas.
Banyaknya artefak, catatan sejarah, dan keunikan budaya dari masa lalu menggambarkan aktivitas masa lampau masyarakat nusantara yang membangun jalur perdagangan global yang disebut dengan Jalur Rempah (spice routes). Jalur Rempah memiliki nilai sejarah penting yang dapat menjadi wawasan berguna untuk perkembangan perdagangan global.
Untuk itu, pada 2017, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI (Kemendikbudristek RI) telah menginisiasi pengusulan Jalur rempah sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO. Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI Hilmar Farid menjelaskan, sejarah Jalur Rempah dari masa ke masa merupakan contoh nyata bahwa diplomasi budaya telah dipraktikkan di segala lini oleh individu, komunitas masyarakat, hingga tingkatan negara-bangsa.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/064988800-1702353320-1280-856.jpg)
"Jalur Rempah dapat menjadi pijakan dalam melihat kembali berbagai kemungkinan kerja sama antarbangsa untuk mewujudkan persaudaraan dan perdamaian global," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin (11/12/2023).
Hilmar melanjutkan upaya pengajuan Jalur Rempah sebagai warisan dunia UNESCO ditargetkan untuk tercapai pada 2024. Keberhasilan upaya ini akan membutuhkan usaha bersama untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, memelihara, dan mengedukasi generasi mendatang tentang pentingnya Jalur Rempah.
Berangkat dari semangat untuk bersama-sama mengantarkan Jalur Rempah menjadi warisan budaya dunia, Museum dan Cagar Budaya (MCB) atau yang juga dikenal dengan Indonesian Heritage Agency (IHA) bersama dengan unit Museum Nasional Indonesia dan Museum Kebangkitan Nasional berkolaborasi dengan berbagai ahli dan pihak, seperti Culture Lab Consultancy (CLC), Yayasan Negeri Rempah, dan Cukup Cakap menghadirkan Pameran “Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia”.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/055249100-1702353303-1280-856.jpg)
Pameran ini dihadirkan untuk mengedukasi publik, khususnya generasi muda, tentang arti penting Jalur Rempah, dengan menghadirkan tata pamer dan berbagai kegiatan menarik. Pameran ini diselenggarakan di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta pada 9 hingga 31 Desember 2023.
Pameran ini berangkat dari gagasan untuk menarasikan ulang sejarah perjalanan dan perdagangan rempah nusantara. Termasuk juga, mengisahkan mengenai proses penyebarannya yang sudah terjadi jauh sebelum bangsa Eropa melakukan pencarian dan ekspedisi rempah ke wilayah nusantara.
“Melalui proses kuratorial bersama-sama dengan para pakar dan komunitas yang memang ahli di bidang ini, pameran ini akan menceritakan kisah perkembangan ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan yang didorong oleh Jalur Rempah. Kami harap dengan penyajian yang memiliki nilai-nilai baru ini dapat mempertegas nilai sejarah dan warisan budaya nusantara kita, Jalur Rempah, yang tidak ternilai harganya," ujar Ahmad Mahendra selaku pelaksana tugas kepala MCB/IHA.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/032122700-1702353298-1280-856.jpg)
Pameran ini menghadirkan enam instalasi utama yang terdiri atas Area Koleksi Jalur Rempah, Replika Bas Relief Borobudur, Herbarium Tanaman Rempah, Instalasi Peta Interaktif Jalur Rempah, Panel Aplikasi Rempah Internasional, dan Instalasi Interaktif Replika Kapal Borobudur.
Objek yang ditampilkan dalam pameran ini berjumlah 35 buah, mulai dari prasasti dan mata uang kuno hingga benda kehidupan sehari-hari seperti pipisan-gandik (untuk mengolah jamu dan obat-obatan tradisional), serta gahi-gahi (tongkat pemetik pala) dan tukiri (keranjang) yang masih digunakan pada perkebunan pala saat ini.
Pameran ini juga mengedepankan aspek interaktivitas dan partisipatif. Pengunjung dari berbagai kalangan usia berkesempatan berinteraksi dengan macam-macam instalasi, seperti menghirup aroma rempah, merasakan berlayar di samudra dengan replika kapal Borobudur, dan masih banyak lagi.
Kami harap dengan penyajian yang memiliki nilai-nilai baru ini dapat mempertegas nilai sejarah.AHMAD MAHENDRA, Pelaksana Tugas Kepala MCB/IHA.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.