Gaya Hidup
Jeratan Pinjol Terasa Lebih Rentan pada Debitur Perempuan
Perempuan rentan menjadi korban praktik predatory lending.
Layanan keuangan digital, terutama melalui fintech lending peer-to-peer, telah berkembang pesat di Indonesia. Namun, pertumbuhan ini juga membawa risiko besar, terutama terkait dengan keamanan dan perlindungan konsumen, khususnya perempuan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan per September 2020, outstanding peer-to-peer lending mencapai Rp 50,3 triliun pada 2023, dengan 55 persen peminjamnya berasal dari kalangan anak muda, terutama perempuan berusia 19-34 tahun. Meskipun perkembangan ini dapat dianggap positif dalam meningkatkan akses layanan keuangan, ada potensi risiko yang perlu mendapat perhatian serius.
Penelitian MSC Consulting dan bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (UI) menunjukkan, peningkatan jumlah peminjam perempuan juga diikuti dengan peningkatan risiko terhadap kekerasan, terutama praktek predatory lending dan penipuan transaksi pembayaran.
“Jumlah peminjam perempuan terus meningkat, tapi ada peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kasus-kasus di mana perempuan menjadi sasaran, pemberi pinjaman digital, dan menjadi korban praktik predatory lending,” kata Country Director MSC Consulting, Grace Retnowati, dalam webinar Perlindungan Konsumen Perempuan dalam Ekosistem Fintech, Selasa (5/12/2023).
Meskipun demikian, data mengenai pengaduan dan penyelesaiannya umumnya tidak terdokumentasi dengan baik oleh penyedia layanan keuangan atau financial service provider. "Perlindungan data juga menjadi perhatian utama. Para pengambil kebijakan harus mengambil berbagai langkah untuk mengatasi permasalahan ini dan memperlakukan peraturan secara berkelanjutan," ujar Grace.
Untuk mengisi kesenjangan pengetahuan, MSC Consulting bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Kriminologi Universitas Indonesia melakukan kajian tentang perempuan, risiko, dan perlindungan konsumen pada platform pinjaman daring di Indonesia. Tujuan kajian ini mencakup pemahaman mendalam tentang pengalaman pengguna perempuan, mengidentifikasi kesenjangan, dan faktor risiko.
Termasuk juga, menganalisis lapisan kerentanan dan risiko kekerasan terhadap perempuan pengguna pinjaman daring serta memberikan saran dan rekomendasi terkait kebijakan perlindungan konsumen dan literasi keuangan. Penting bagi penyelenggara jasa keuangan untuk menyediakan perlindungan konsumen yang efektif, yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen.
Kebijakan perlindungan konsumen yang efektif juga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui penelitian ini, MSC Consulting dan Universitas Indonesia berharap dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang isu-isu gender utama dalam sektor pinjaman daring dan dampaknya terhadap kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Laporan ini juga menekankan pentingnya regulasi yang baik dan peningkatan kapasitas kesadaran untuk memastikan akses yang setara dan penggunaan pinjaman digital yang aman bagi perempuan.
Strategi Lindungi Konsumen Perempuan
Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dewa Ayu Laksmi, menyoroti strategi perlindungan konsumen perempuan di dalam ekosistem fintech. Dewa membahas berbagai aspek yang memengaruhi perempuan di Indonesia, menggambarkan kondisi, tantangan, dan potensi yang perlu diatasi.
Penduduk Indonesia yang mencapai 274,2 juta jiwa pada 2022, dengan hampir setengahnya (50 persen) adalah perempuan. Sebanyak 69 persen dari perempuan tersebut berusia produktif sehingga perempuan adalah aset utama bangsa Indonesia.
Meski perempuan telah berusaha maju, tantangan seperti keterbatasan karier dan ketidaksetaraan dalam pengambilan keputusan masih menjadi kendala. Dewa menekankan perlunya persamaan kualifikasi dan kompetensi antara perempuan dan laki-laki serta mencatat adanya budaya patriarki yang melekat dalam masyarakat Indonesia.
Diskriminasi gender, termasuk pandangan stereotip terhadap perempuan, juga menjadi fokus pembahasannya. Dewa mengatakan, ada masalah gap yang tinggi di beberapa daerah, mencakup marginalisasi, disubordinasi, beban ganda, dan kekerasan yang masih sering terjadi.
Pandemi Covid-19 memberikan gambaran tentang peran aktif perempuan dalam menghadapi krisis, dengan kreativitas mereka yang berkembang di berbagai sektor. Namun, Dewa mencatat bahwa banyak perempuan, terutama yang pendapatannya menengah ke bawah, menghadapi kendala permodalan.
Fokus pun beralih kepada partisipasi perempuan dalam fintech, di mana rendahnya literasi dan inklusi keuangan perempuan menjadi masalah. “Perempuan, indeks literasi keuangannya 50,33 persen, indeks inklusi keuangannya ini 83,88 persen. Jadi, rendahnya tingkat inklusi keuangan perempuan seperti kepemilikan aset serta rekening menjadi problematika dalam hal keuangan,” kata Dewa dalam kesempatan yang sama.
Dalam merespons permasalahan ini, Kementerian PPPA telah merumuskan strategi untuk mengantisipasi dampak fintech pada perempuan. Pelatihan kewirausahaan dan peningkatan literasi keuangan menjadi fokus utama, dengan tujuan memberdayakan perempuan secara finansial.
Presiden Republik Indonesia memberikan arahan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan dengan perspektif gender. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan modal dan edukasi kepada perempuan yang berusaha.
Dewa juga membahas pelatihan kewirausahaan yang dilaksanakan oleh Kementerian PPPA mencakup motivasi, peluang usaha, penyusunan rencana usaha, serta strategi pemasaran. Poin ketiga dari strategi adalah literasi dan inklusi keuangan, yang melibatkan materi tentang pencatatan keuangan dan akses ke layanan keuangan formal.
Dengan fokus pada literasi digital, Dewa mengakui bahwa masih ada kekurangan dalam program wajib belajar di Indonesia. Karena itu, Dewa menyebut perlu adanya tanggung jawab bersama untuk memperkuat literasi digital di kalangan perempuan. Langkah-langkah strategis ini diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap partisipasi perempuan dalam sektor finansial di Indonesia.
Pelatihan kewirausahaan dan peningkatan literasi keuangan menjadi fokus utama
DEWA AYU LAKSMI, Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Mengapa Sulit Menolak Rayuan Pinjol?
Budaya pinjaman dalam bentuk kasbon di warung juga memiliki kemiripan dengan fenomena pinjaman daring.
SELENGKAPNYAMau tak Mau, Terjerat Pinjol demi Kelangsungan Hidup
Per Juli 2023 total outstanding atau utang pinjol 2,72 juta rekening masyarakat Jakarta mencapai Rp11,36 triliun.
SELENGKAPNYAKisah Peneror Pinjol di Ujung Ponsel
Gadis-gadis daerah kerap direkrut jadi peneror pinjaman daring.
SELENGKAPNYASegera Berantas Pinjol Meresahkan
Seorang warga bunuh diri diduga karena terjerat pinjol.
SELENGKAPNYA