Gaya Hidup
Nyala Semangat Pekerja Disabilitas di Tengah Gemuruh Stigma
Usia batasan kerja, kerap menutup peluang bagi penyandang disabilitas untuk bisa bekerja.
Disabilitas bukanlah penghalang bagi banyak orang untuk bekerja dan menghasilkan karya. Terlebih, ada beragam alat penunjang yang dapat membantu penyandang disabilitas untuk menjadi lebih produktif.
Sayangnya, semangat serta keterampilan para penyandang disabilitas dalam bekerja sering kali tertutup oleh stigma yang melekat pada mereka. Situasi itu pula yang pernah dihadapi oleh Ridwan Sumantri. Tepat pada 15 Agustus 1999, kecelakaan jatuh dari pohon kelapa membuat Ridwan mengalami spinal cord injury (SCI).
Akibat dari cedera tersebut, Ridwan mengalami kelumpuhan dan harus menggunakan kursi roda. "Kecelakaan waktu itu di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Lalu, setelah beberapa bulan, saya balik ke kampung saya, Sukabumi," ungkap Ridwan kepada Republika pada Jumat (1/12/23).
Pada 2003, Ridwan pergi ke Jakarta untuk menjalani rehabilitasi medis di rumah sakit. Rehabilitasi ini bertujuan untuk membantu Ridwan agar bisa beraktivitas secara mandiri dengan kursi roda.
Pada tahun yang sama, Ridwan juga masuk ke Panti Pondok Bambu dan mempelajari banyak keterampilan. Pria yang merupakan lulusan SMK teknik elektro ini juga banyak mempelajari berbagai hal seputar komputer, mulai dari perangkat lunak hingga perangkat keras.
Lalu, pada periode 2004 sampai 2007, Ridwan aktif berkegiatan sebagai atlet wheelchair tennis. Selama menjadi atlet, Ridwan sempat mengikuti perlombaan internasional di sejumlah negara, seperti Malaysia dan Taiwan.
Meski memiliki keterampilan mumpuni dan prestasi yang membanggakan, Ridwan mengungkapkan, dirinya pernah menghadapi sejumlah tantangan dalam mendapatkan pekerjaan. Salah satu tantangan tersebut adalah kendala aksesibilitas dari perusahaan yang hendak merekrutnya.
Mengacu pada aturan yang berlaku, Ridwan mengatakan, perusahan yang hendak merekrut pekerja penyandang disabilitas perlu memberikan akomodasi yang layak. Untuk pekerja yang menggunakan kursi roda seperti dirinya, Ridwan mengatakan, beberapa akomodasi yang perlu dipersiapkan adalah ramp, toilet yang ramah disabilitas, serta tempat berbaring untuk istirahat.
Ridwan mengatakan, teman-teman disabilitas yang menggunakan kursi roda karena SCI dianjurkan untuk beristirahat berbaring selama minimal 15 menit setelah dua hingga tiga jam duduk. Hal itu perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan duduk yang dapat memicu luka dekubitus.
"Taruhlah delapan jam kerja. Berarti kami minimal tiga hingga empat kali harus release, harus rebahan, dan perusahaan harus mengakomodir itu karena UU mengatur akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas berdasarkan kondisi disabilitasnya apa," lanjut pria yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) tersebut.
Saat ini, Ridwan mengatakan, sudah ada perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia yang peduli terhadap hak-hak pekerja penyandang disabilitas. Namun, sayangnya, masih ada cukup banyak juga perusahaan dan manajemen perusahan lokal yang kurang memahami dan bahkan kurang menghargai pekerja penyandang disabilitas. "Mereka entah tidak peduli atau tidak siap. Sehingga memang mereka tidak membuka diri untuk membuka lowongan kepada penyandang disabilitas," tambah Ridwan.
Padahal, kuota untuk pekerja penyandang disabilitas di dalam perusahaan telah diatur sejak 1997 dalam UU Nomor 4 Tahun 1997. Aturan mengenai kuota ini semakin diperkuat dengan hadirnya UU Nomor 8 Tahun 2016. Undang-undang terbaru ini mengamanatkan pemerintah, BUMN, dan BUMD untuk mempekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari total jumlah pekerja. Sedangkan, kuota yang diamanatkan untuk perusahaan swasta adalah 1 persen.
"Malah kalau bagi saya, lebih banyak UMKM yang menyerap pekerja penyandang disabilitas, padahal mereka sebetulnya tidak punya kewajiban," timpal Ridwan. Kondisi ini semakin dipersulit dengan adanya persyaratan diskriminatif lain yang kerap dicantumkan dalam lowongan pekerjaan.
Salah satunya adalah persyaratan terkait batas usia bagi pelamar kerja. Persyaratan seperti ini menutup peluang bagi penyandang disabilitas yang sudah berusia lebih tua, tapi masih produktif untuk bisa bekerja. Untuk menyikapi situasi ini, Ridwan dan teman-temannya sering kali mencari pekerjaan atau proyek yang ditangani oleh perusahaan asing atau orang asing.
Alasannya, perusahaan asing dan orang asing cenderung lebih menghargai hak-hak penyandang disabilitas, termasuk dalam hal menyediakan akses bagi pekerja penyandang disabilitas. "Mereka tidak melihat disabilitas yang saya hadapi, walaupun ada kesulitan, mereka akan membantu untuk mencari solusi," ujar Ridwan.
Meski begitu, Ridwan dan PPDI tidak pernah lelah untuk menyuarakan aspirasi mengenai hak pekerja penyandang disabilitas. Salah satu bentuk advokasi yang telah dilakukan oleh PPDI adalah membuat petunjuk teknis untuk mempermudah petugas Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan.
Menurut PP 60 Tahun 2020, tambah Ridwan, Pemerintah Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus membentuk ULD Ketenagakerjaan. Ridwan menilai kehadiran ULD Ketenagakerjaan bisa membuat banyak tenaga kerja penyandang disabilitas terserap di setiap kabupaten dan kota.
Hanya saja, menurut Ridwan, implementasinya masih belum optimal karena terkendala masalah infrastruktur hingga teknis. "Saat ini kami masih menunggu review, approval, dari Kementerian Ketenagakerjaan. Jika sudah disetujui, harapan kami, petunjuk teknis tersebut bisa dibagikan ke semua anggota ULD di mana pun sehingga mereka akan lebih mudah menjalankan tugasnya sebagai petugas pelayanan ULD," ujar Ridwan.
Ridwan juga mengingatkan, disabilitas bukanlah hambatan yang menghalangi penyandang disabilitas untuk bekerja dan produktif. Terlebih, ada banyak alat penunjang yang bisa membantu teman-teman disabilitas untuk menjadi lebih produksi.
Oleh karena itu, di Hari Disabilitas Internasional ini, Ridwan berharap teman-teman disabilitas bisa diberikan kesempatan untuk bekerja. Tanpa kesempatan ini, teman-teman disabilitas tidak bisa membuktikan kapasitas dan keterampilan yang mereka miliki.
"Jangan menghakimi kondisinya. Coba berikan kesempatan, peluang, sehingga mereka dapat membuktikannya bahwa mereka terampil dalam bekerja," ujar Ridwan.
Tak Ada Diskriminasi
Zulhamka Julianto merupakan salah satu penyandang disabilitas yang berhasil mendapatkan kesempatan tersebut dari perusahaan Infomedia. Zulhamka mengungkapkan bahwa Infomedia telah sangat terbuka dan menyambut hangat dirinya dan teman-teman disabilitas lain sebagai pekerja. "Yang saya tahu, Infomedia ini sudah mempekerjakan (penyandang disabilitas) itu dari 2011. Karena ada teman saya juga yang sudah bekerja dari 2011," ujar Zulhamka.
Tak hanya memberikan kesempatan bagi teman-teman disabilitas untuk membuktikan keterampilan mereka dalam bekerja, Infomedia juga memberikan akomodasi yang layak bagi para pekerja penyandang disabilitas. Hal ini juga diakui oleh Zulhamka sebagai penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda.
Zulhamka mengatakan, di gedung tempatnya bekerja telah tersedia ramp hingga lift yang memudahkan mobilitasnya. Selain itu, rekan kerja hingga para atasan bersikap sangat ramah dan peduli serta tidak pernah membeda-bedakan pekerja penyandang disabilitas. "Disetarakan, tidak ada diskriminasi," ujar Zulhamka.
Menurut Zulhamka, saat ini ada total 80 orang pekerja disabilitas dengan jenis disabilitas beragam yang telah dipekerjakan di Infomedia secara nasional. Jumlah tersebut telah melebihi ketentuan 1 persen kuota pekerja penyandang disabilitas bagi perusahaan swasta. "Semoga bisa ada apresiasi dari pemerintah dan lainnya untuk Infomedia karena sudah concern terhadap pekerja disabilitas," ujar Zulhamka.
Lebih banyak UMKM yang menyerap pekerja penyandang disabilitas, padahal mereka sebetulnya tidak punya kewajibanRIDWAN SUMANTRI, Pekerja disabilitas
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif untuk Penyandang Disabilitas
Perusahaan perlu tahu bahwa difabel memiliki berbagai jenis serta tingkatan.
SELENGKAPNYA