Iqtishodia
Membangun Wisata Bahari Berbasis Blue Economy
Wisata bahari yang berkelanjutan sangat potensial untuk dikembangkan.
OLEH Dr. Nuva, Dr. Nia Kurniawati Hidayat, Dina Lianita Sari, Danang Pramudita (Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University)
Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau, 108.000 kilometer garis pantai, dengan tiga perempat wilayahnya berada di laut. Lautan dengan segala sumber daya yang dimilikinya sangat penting bagi kemakmuran Indonesia melalui kegiatan ekonomi, seperti perikanan tangkap, budi daya perikanan, maupun wisata bahari.
Wisata bahari yang berkelanjutan sangat potensial untuk dikembangkan, terlebih dengan status Indonesia sebagai negara mega biodiversity dan merupakan tempat hidup 76 persen spesies terumbu karang dunia dan 37 persen ikan terumbu karang dunia (FAO, 2020).
Seiring dengan perkembangannya, Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung penerapan konsep pembangunan berkelanjutan, di mana penerapan wisata bahari yang berkelanjutan akan sangat mendukung pencapaian SDG 1 dan 14. Peningkatan jumlah wistawan yang ingin menikmati keindahan bahari Indonesia, selain karena bahari Indonesia mempunyai berbagai kekayaan alam dan keragaman flora dan fauna, juga terdapat objek wisata wilayah pantai dengan kondisi pantai yang indah dan alami, serta suasana kehidupan masyarakat pesisir yang masih tradisional dan alamiah.
Keadaan ini sangat menunjang perubahan jenis wisata yang diinginkan konsumen dewasa ini, yaitu dari wisata yang bersifat massal (mass tourism) ke jenis wisata yang memanfaatkan relung-relung yang ada (niche tourism) dengan konsep wisata berbasis pemeliharaan lingkungan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan ecotourism. Salah satu langkah yang dapat mendukungnya adalah dengan menerapkan program blue economy di sektor wisata bahari.
Lalu, apa yang dimaksud dengan blue economy? Blue economy dapat didefinisikan sebagai perekonomian yang terdiri atas serangkaian sektor ekonomi dan kebijakan terkait yang bersama-sama menentukan apakah penggunaan sumber daya laut bersifat berkelanjutan.
Blue economy juga dapat dinyatakan sebagai paradigma pembangunan yang mendefinisikan model pertumbuhan ekonomi berbasis kelautan, dalam hal ini berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan penghidupan dan lapangan kerja, serta kesehatan ekosistem laut (Bank Dunia 2017). Konsep blue economy juga berfungsi sebagai kerangka kerja untuk mengaitkan isu-isu yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dengan ekosistem pesisir dan masyarakat yang bergantung pada ekosistem tersebut.
PBB menawarkan definisi umum “blue economy” sebagai ekonomi kelautan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial sekaligus secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan ekologi (Lee dkk. .2020).
Selanjutnya, bagaimana kaitan blue economy dengan pengembangan wisata bahari yang berkelanjutan? Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia, memberikan kontribusi triliunan dolar AS terhadap perekonomian global dan mendukung mata pencaharian sekitar satu dari sepuluh orang di seluruh dunia.
Di banyak negara, baik negara berkembang maupun maju, pariwisata dipandang sebagai sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan komunitas, termasuk di wilayah pesisir. Sebagian besar pariwisata bergantung pada alam, yaitu bentang alam dan laut indah yang dikunjungi pengunjung untuk menimkamti keindahan alam, angin segar, dan berinteraksi langsung dengan setiap aset sumber daya alam itu sendiri.
Pariwisata pesisir dan laut mewakili sebagian besar industri ini dan merupakan komponen penting dalam pertumbuhan blue economy yang berkelanjutan, mendukung lebih dari 6,5 juta lapangan kerja, dengan perkiraan tingkat pertumbuhan global sebesar lebih dari 3,5 persen. Pariwisata pesisir dan laut diproyeksikan menjadi segmen dengan nilai tambah terbesar dalam perekonomian kelautan pada 2030, yaitu sebesar 26 persen secara global.
Wisata bahari berbasiskan blue economy merupakan salah satu bentuk wisata potensial yang termasuk ke dalam clean industry yang akan berkelanjutan jika dapat memenuhi beberapa komponen, seperti efisiensi pemanfaatan sumber daya alam (pesisir dan laut), pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan, inklusivitas sosial dan jaminan kesejahteraan masyarakat pesisir, inovasi dan adaptasi teknologi, serta kepuasan pengunjung yang menikmati wisata bahari tersebut.
Strategi dalam pengembangan pariwisata bahari tentu harus dibuat dengan pendekatan yang lebih sadar lingkungan dan juga memperhatikan partisipasi masyarakat secara aktif. Kerangka blue economy memberikan peluang untuk meningkatkan kinerja ekonomi lokal sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Salah satu daerah di Indonesia yang concern dalam implementasi blue economy dalam pengembangan wisata baharinya adalah Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau yang lebih dari 80 persen wilayahnya merupakan lautan.
Kabupaten Anambas, bagian dari Kepulauan Riau, memiliki kawasan perlindungan laut terluas di Indonesia yang mengembangkan blue economy melalui sektor ekowisata. Taman Rekreasi Laut Anambas terletak pada zona pemanfaatan kawasan perlindungan laut. Penerapan prinsip blue economy dalam pengembangan wisata baharinya diharapkan dapat terus berkelanjutan dan terjaganya ekosistem laut dan pesisir.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.